PSHK Minta Hakim Abaikan Tuntutan Ringan Penyerang Novel
PSH mendorong hakim menjatuhkan vonis maksimal kepada penyerang Novel.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Hakim persidangan penyerangan air keras Novel Baswedan diminta mengabaikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmad Kadir Mahulette. Tuntutan setahun penjara oleh JPU dinilai tak memberikan rasa adil bagi korban, pun masyarakat.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendorong hakim menjatuhkan vonis maksimal mengacu sangkaan dalam dakwaan utama. “Meminta hakim untuk mempertimbangkan fakta dan hukum secara cermat, dengan mengabaikan tuntutan jaksa,” begitu dalam tuntutan yang dikutip dari laman resmi PSHK, pada Sabtu (13/6).
PSHK dalam penyataannya meminta Majelis Hakim nantinya agar menjadikan Pasal 355 ayat (1) KUH Pidana sebagai acuan dalam menjatuhkan vonis dan hukuman. Pasal tersebut memberikan ancaman terhadap terdakwa selama 12 tahun penjara.
PSHK juga menyatakan alasan JPU terkait pemberian tuntutan ringan menyimpang, bahkan pelecehan terhadap ilmu hukum. Dalam persidangan, JPU mengaku tak dapat menuntut dua terdakwa menggunakan Pasal 355 karena tak mampu membuktikan adanya unsur niat dan kesengajaan, serta rencana penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Jaksa pun mengatakan, kedua terdakwa tak sengaja menyerang Novel Baswedan sampai cacat. “Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku (terdakwa) menyiram mata Novel Baswedan sebagai dasar menuntut ringan (satu tahun), merupakan penghinaan terhadap akal sehat, dan penghinaan terhadap doktrin-doktrin hukum yang universal,” begitu menurut PSHK.
Kaidah pidana menerangkan tentang kesengajaan suatu perbuatan. Kesengajaan dibuktikan dengan unsur mengetahui, dan menghendaki.
“Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dengan penggunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesedaran dari pelaku, bahwa menyiramkan air keras kepada sesorang, pasti akan menyebabkan luka berat,” begitu penjelasan PSHK.
Karena itu, PSHK meyakini perbuatan dua terdakwa, memenuhi penerapan Pasal 355 seperti dalam dakwaan primer jaksa. PSHK menambahkan, Majelis Hakim punya dasar hukum yang kuat untuk mengabaikan tuntutan jaksa yang menggunakan Pasal 353.
Apalagi, ada empat Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memberikan kebebasan kepada para ‘wakil Tuhan’ untuk menilai fakta hukum persidangan dengan menjadikan dakwaan sebagai pijakan hukuman dalam menjatuhkan vonis dan pemidanaan.
PSHK juga meminta Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengavaluasi tim JPU dalam kasus Novel Baswedan. Sebab, jaksa dinilai salah dalam memberikan materi penuntutan, dan melakukan kekeliruan yang fatal dalam menerapkan konsep pemidanaan.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) merupakan lembaga penelitian dan advokasi untuk reformasi hukum, khususnya terfokus pada legislasi dan peradilan. PSHK dipimpin oleh Gita Putri Damayana selaku direktur eksekutif.