Selandia Baru Penuhi Janji Perketat Kepemilikan Senjata Api

Pengetatan kepemilikan senjata api didorong penembakan massal di masjid Christchurch.

AP Photo/Mark Baker
Masjid Al Noor, tempat 42 orang tewas dalam serangan teroris terburuk di Chirstchurch, Selandia Baru
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru perketat kepemilikan senjata api dalam undang-undang seperti yang telah dijanjikan usai pembantaian 51 jemaat masjid tahun lalu. Penembakan massal terburuk dalam sejarah Negeri Kiwi itu mendorong reformasi peraturan kepemilikan senjata api.

Baca Juga


Pelaku pembantaian di dua masjid Christchurch tersebut menggunakan senjata api semi-otomatis. Brenton Tarrant dari Australia dinyatakan bersalah atas pembantaian itu dan akan divonis tahun ini.

Peraturan kepemilikan senjata yang diperketat akan mulai berlaku pekan depan setelah undang-undangnya diloloskan oleh parlemen. Perubahan terbesar peraturan kepemilikan senjata api adalah lisensi harus terus diperbaharui ketika membeli atau menjual senjata.

"Undang-undang baru ini dirancang untuk menghentikan senjata api jatuh ke tangan yang salah, untuk pertama kalinya diuraikan kepemilikan senjata api adalah hak istimewa, terbatas hanya bagi pemilik berlisensi yang bertanggung jawab," kata Menteri Kepolisian Stuart Nash, Kamis (18/6).

Perubahan undang-undang juga melarang kepemilikan senjata api berisiko tinggi seperti senjata api semi-otomatis, memperketat peraturan bagi penjual senjata api, dan mengurangi durasi lisensi kepemilikan senjata api dari 10 menjadi 5 tahun bagi mereka yang pertama kali mendapatkan lisensi atau lisensinya dicabut atau kadaluwarsa.  

Usai serangan Maret 2019 lalu, hampir semua anggota parlemen mendukung undang-undang yang melarang kepemilikan senjata api semi-otomatis. Putaran kedua perubahan undang-undang mulai ada sedikit perlawanan dari oposisi dan lobi-lobi perusahaan senjata api.

Upaya Selandia Baru memperketat kepemilikan senjata api menuai pujian dari seluruh dunia. Hal itu terutama dari para aktivis anti-senjata api di Amerika Serikat (AS) yang kesulitan mengatasi kekerasan senjata api. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler