Aulia Kesuma Surati Presiden Minta Keadilan Vonis Matinya

Aulia Kesuma divonis mati karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana

Republika/Thoudy Badai
Aulia Kesuma divonis mati karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana. Ilustrasi.
Rep: Antara Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pembunuhan berencana Aulia Kesuma melalui kuasa hukumnya Firman Candra dan Ryan Sazilly melayangkan surat kepada Presiden RI. Surat itu berisi permohonan keadilan atas vonis mati yang dijatuhkan terhadap dirinya.

Pengacara Firman Candra, di Jakarta, Selasa, mengatakan surat permohonan tersebut adalah upaya hukum yang ditempuh oleh pihaknya demi mendapatkan keadilan.

"Hari Jumat (19/6) kemarin kita kirim permohonan keadilan ke delapan lembaga negara. Di antaranya ada Presiden, Wapres, ada Komisi 3 (DPR), Menkumham, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua MA, Komnas HAM dan lain-lain," kata Candra.

Upaya hukum lain juga ditempuh seperti mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta yang juga sudah didaftarkan pada Jumat (19/6) lalu.

Aulia Kesuma (45) dan putranya Geovanni Kelvin Oktavianus (26) divonis mati karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana kepada suami dan anak tirinya.

Korban Edi Candra Purnama (57) dan putranya Muhammad Adi Pradana (24) dibunuh dengan cara sadis yakni diracuni lalu dianiaya. Setelah itu mayat mereka dimasukkan ke dalam mobil yang dibakar terlebih dahulu di daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis mati ibu dan anak tersebut karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 350 jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan Primair dari penuntut umum.

Usai persidangan pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (15/6), Firman mengatakan banyak hal yang jadi pertimbangan meringankan hukuman terdakwa. Di antaranya adalah terdakwa memiliki seorang anak berusia empat tahun buah pernikahannya dengan korban Edi Candra Purnama.

Selain itu, dua pelaku yang ikut serta dalam merencanakan pembunuhan masih belum tertangkap yakni Aki dan Tini. Menurut Firman, pihaknya tidak akan berhenti sampai di sini dalam memperjuangkan hak kliennya. Selain banding, pihaknya akan melakukan upaya kasasi.

Dalam surat permohonan keadilan tersebut, terdapat delapan poin yang berisi alasan yang menjadi pertimbangan kuasa hukum mengharapkan keadilan bagi kliennya. Di antaranya, hukuman mati bertentangan dengan ketentuan internasional hak asasi manusia terutama Pasal 3 Deklarasi Unversal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yaitu hak untuk hidup dan Pasar 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Selanjutnya, beberapa Yurisprudensi kasus pembunuhan yang menyita perhatian publik, sudah divonis majelis hakim dan inkracht tidak ada vonis pidana mati seperti Afriani Susanti dengan korban 9 orang meninggal dengan vonis 15 tahun, Magriet Christina Megawa dengan satu korban meninggal dengan vonis seumur hidup, dan Jessica Kumala Wongso dengan satu korban meninggal dengan vonis 20 tahun.

Pada poin kedelapan, kuasa hukum menuliskan, berdasarkan alasan-alasan tersebut pihaknya sebagai kuasa hukum sekaligus anak bangsa bermohon kepada bapak Presiden Republik Indonesia untuk menyatakan bahwa terdakwa I. Aulia Kesuma Binti Tianto Natanael dan terdakwa II, Geovanni Kevin Oktavianus Robert tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dakwaan Pertama Pasal 340 Jo. 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan harus segera dibebaskan dari vonis pidana mati tersebut.

Kasus pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama alias Pupung Sadili dan anak Muhammad Adi Pradana terjadi akhir Agustus 2019. Saat itu tersangka Aulia terdesak utang oleh pihak bank yang pada akhirnya Aulia memiliki niat untuk menghabisi atau membunuh Pupung dan anak tirinya.

Aulia membunuh suami dan anak tirinya dengan cara diracun terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam mobil dengan maksud dibuang dan dibakar sebelum diterjunkan ke jurang di wilayah Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam aksinya Aulia dibantu oleh putranya Geovanni Kelvin Oktavianus, serta dua orang eksekutor yang dibayar untuk menghabisi nyawa suami beserta anak tirinya yakni Kusmanto dan Muhammad Nursaid. Selain itu juga ada tersangka lainnya Karsini, Rody Saputra Jaya, dan Suprianto yang ikut membantu Aulia dalam merencanakan pembunuhan sadis tersebut.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler