Rasulullah SAW: Baju Sederhana dan tak Mau Disanjung
Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok sederhana dan enggan disanjung.
REPUBLIKA.CO.ID, Dr Muhammad Husain Haekal menulis begitu indah tentang kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW. Haekal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan Ali Audah, menulis, ''Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang indah sekali atas kehidupan ini, suatu kekuatan yang membuat dia sudah tidak peduli memberikan segala yang ada padanya kepada orang lain. Itulah sebabnya, sampai ada orang yang mengatakan: Ketika memberi, Muhammad sudah tidak takut kekurangan ....''
Diceritakan dalam buku yang telah 31 kali cetak itu, apabila makan Muhammad tak pernah sampai kenyang. Ia tak pernah makan roti dari tepung gandum dua hari berturut-turut. Sebagian besar makannya berupa bubur, pada hari lain ia makan kurma. Ia sering menahan lapar. Bukan sekali Muhammad mengganjal perutnya dengan batu untuk menahan teriakan rongga pencernaannya.
Begitu juga dengan berpakaian, Muhammad, seperti ditulis Haekal, sangat sederhana. Pakaiannya yang terdiri baju luar dan baju dalam terbuat dari katun atau sebangsa serat. Bukan dia tidak memiliki baju tenunan, namun seharian dia lebih suka mengenakan baju sederhana.
Suatu kali, seseorang memberikannya baju bagus, namun saat bersamaan baju itu diminta oleh orang lain untuk dijadikan kafan. Rasulullah memberikannya dengan ikhlas. Rasulullah selalu tersenyum dan mudah memaafkan. Rasulullah lebih dahulu memberikan salam dan lebih dahulu menjulurkan tangan bersalaman. Ketika makan, Rasulullah mengajak pembantunya. Ia juga mengurus orang lemah, orang miskin, dan menderita. Rasulullah tak pernah menolak orang yang minta bantuannya.
Sebagai seorang pemimpin yang dimuliakan semua golongan di Madinah, Rasulullah tak segan-segan menambal sendiri pakaiannya yang robek, menjahit sendiri terompahnya, dan bahkan mencuci pakainnya sendiri. Beliau berbagi tugas dan tak ingin menyusahkan orang lain.
Dalam suatu majelis, Rasulullah tak mau orang-orang berdiri menyambutnya. Soal ini, Rasulullah berkata, ''Jangan kamu berdiri seperti orang asing yang mau saling diagung-agungkan.'' Ketika duduk pun, Rasulullah tidak memilih tempat. Rasulullah juga senang bergurau. Ia juga sangat sayang pada hewan. Apabila ada kucing di luar rumah, Rasulullah sendiri yang bangun dari tidur untuk membuka pintu bagi kucing itu. Saat Rasulullah melihat istrinya Aisyah menarik-narik unta secara paksa, Rasulullah menegurnya, ''Hendaklah berlaku lemah lembut.''
Sebagai utusan Allah, menurut Haekal, Nabi Muhammad bersikap sangat tegas, berpegang pada prinsip, namun ia tidak ingin memperlihatkan diri sebagai orang yang berkuasa, sebagai raja, atau pemegang kekuasaan duniawi. Ia bukan orang yang lemah dan suka menyerah. Sifat kasih sayangnya itu, bersih dari pamrih dan tinggi hati.
Haekal menyimpulkan: ''Ini adalah persaudaraan dalam Tuhan, antara Muhammad dan semua mereka yang berhubungan dengannya. Di sinilah dasar peradaban Islam yang berbeda dengan sebagian besar peradaban lain. Islam menekankan pada keadilan di samping persaudaraan itu, dan berpendapat bahwa tanpa keadilan, persaudaraan tidak mungkin ada.''
Haekal terampil menuturkan keindahan akhlak Rasulullah yang memang sangat indah itu. Rasulullah adalah teladan sempurna, dalam ketegasan prinsip, kelemah-lembutan, tutur kata yang indah, kasih sayang, dan keadilan serta persaudaraan.