Pagar Laut Masih Berdiri 'Angkuh', Muhammadiyah Bersama 10 Ormas Adukan ke Bareskrim Polri

Pemagaran laut secara ilegal di perairan Tengerang harus ada yang bertanggung jawab.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Skandal pemagaran laut secara ilegal di pesisir pantai utara Tangerang, Banten harus berujung pada tanggung jawab hukum. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menegaskan, pembangunan pagar laut ilegal tersebut tak mungkin dilakukan tanpa ada maksud maupun tujuan.

Baca Juga


Karena itu, menurut salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia itu, Polri harus melakukan pengusutan hukum yang terbuka dan tuntas tentang siapa pelaku, maupun penanggung jawab pembangunan pagar laut ilegal sepanjang 30 kilometer (km) tersebut. Hal tersebut ditegaskan oleh Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) PP Muhammadiyah.

LBH AP PP Muhammadiyah, bersama-sama LBH Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang tergabung dalam Kaolisi Masyarakat Sipil, pada Jumat (17/1/2025) resmi mengadukan ke Bareskrim Polri perihal keberadaan pagar laut tersebut.

Koordinator LBH AP PP Muhammadiyah Ghufroni menjelaskan, pengaduan ke Mabes Polri tersebut langkah hukum lanjutan atas somasi yang sebelumnya sudah pernah dilayangkan. Pada Senin (13/1/2025), Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan somasi terbuka terhadap siapapun pihak yang melakukan pemagaran laut di pesisir pantai utara Tangerang, Banten itu untuk melakukan pembongkaran. Karena pagar laut tersebut dikatakatan mengganggu aktivitas masyarakat nelayan setempat.

Sehingga dalam somasinya, Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar pagar laut tersebut harus dibongkar dalam waktu 3x24 jam. Namun hingga kini keberadaan pagar laut sepanjang puluhan Km tersebut, masih ‘angkuh’ tegak.

“Sehingga dengan pengaduan ke Bareskrim Mabes Polri ini, kepolisian, dari Bareskrim dapat menelusuri tentang siapa yang terlibat dalam pagar misterius ini,” begitu kata Ghufroni saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri di Jakarta Selatan (Jaksel), pada Jumat (17/1/2025).

Ghufroni mengatakan, 10 organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam koalisi mengaku sudah melakukan pengecekan langsung di lokasi pagar laut tersebut. “Dan memang benar di sana, masih ada pagar-pagar laut yang terbuat dari bambu masih terpasang sedimikian rupa,” ujar Ghufroni.


 

Karena itu, kata Ghufroni, pengaduan masyarakat dapat menjadi acuan bagi Polri dalam penegakan hukum atas keberadaan pagar laut tersebut. Para pengadu tersebut, turut serta membawa barang-barang bukti berupa bambu-bambu yang digunakan untuk pemagaran laut tersebut. Koalisi juga menyertakan sejumlah dokumentasi foto maupun video terkait keberadaan pagar laut tersebut.

Koalisi berharap, Polri dalam penegakan hukum tersebut dapat menemukan siapa dalang dan bohir dari aksi ilegal pemagaran laut tersebut. Dan memastikan penegakan hukum atas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas aksi ilegal pemagaran laut tersebut.

“Jadi saya jelaskan, pengaduan ini supaya penyidik bisa menelusuri lebih dalam atas keberadaan pagar laut ini,” ujar Ghufroni.

Koalisi Masyarakat Sipil dalam pengaduannya ke Bareskrim Polri bukan cuma menyoal keberadaan pagar laut. Tetapi juga mengadukan ke kepolisian terkait dengan aksi-aksi pembebasan lahan warga di sekitar pagar laut yang dilakukan pihak-pihak tertentu dengan cara-cara intimidatif.

“Bukan soal pemagaran laut saja. Tetapi juga soal pembebasan lahan yang sangat intimidatif dengan harga yang sangat murah, hampir-hampir (Rp) 50 ribu per meter. Sehingga penyidik perlu menelusuri ini,” ujar Ghufroni.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler