Palestina Sebut Kesepakatan UEA-Israel Khianati Yerusalem
Pimpinan Palestina menolak keras dan mengutuk pernyataan bersama kedua negara
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina pada Kamis (13/8) mengatakan kesepakatan normalisasi antara Israel dan Uni Emirat Arab mengkhianati Yerusalem, Al-Aqsa dan perjuangan Palestina.
"Kepemimpinan Palestina dengan keras menolak dan mengutuk pernyataan mengejutkan Amerika, Israel dan UEA tentang normalisasi hubungan," kata Nabil Abu Rudeina, juru bicara Otoritas Palestina, dalam pernyataan yang disiarkan televisi.
“Langkah ini muncul karena desakan Israel untuk menahbiskan pendudukan dan aneksasi sebagian wilayah Palestina,” ujarnya.
Abu Rudeina menegaskan bahwa kepemimpinan Palestina menganggap langkah ini sebagai pukulan bagi inisiatif perdamaian Arab, keputusan KTT Arab dan Islam serta legitimasi internasional.
“Ini adalah agresi terhadap rakyat Palestina, hak-hak Palestina dan kesuciannya, terutama Yerusalem dan negara Palestina merdeka di perbatasan 4 Juni 1967,” ujar dia.
Juru bicara itu mengutuk langkah UEA yang menghentikan perdagangan aneksasi ilegal untuk normalisasi hubungan dengan Israel dan menggunakan masalah Palestina sebagai kedok untuk tujuan tersebut. Pimpinan Palestina menekankan bahwa UEA, atau pihak lain mana pun, tidak memiliki hak untuk berbicara atas nama rakyat Palestina.
"Kami tidak mengizinkan siapa pun untuk campur tangan dalam urusan Palestina atau untuk melaporkan atas nama kami tentang hak kami yang sah," kata dia.
Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Israel dan UEA telah sepakat untuk menormalisasi hubungan untuk mencegah rencana kontroversial Israel mencaplok sebagian besar Tepi Barat yang diduduki.
Sebuah pernyataan bersama dari AS, UEA dan Israel mengatakan terobosan itu akan mempromosikan perdamaian di kawasan Timur Tengah dan merupakan bukti diplomasi dan visi yang berani dari ketiga pemimpin, merujuk pada Trump, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nahyan dan Netanyahu.
Berdasarkan kesepakatan itu, Israel akan menangguhkan rencana untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki dan memfokuskan upayanya pada perluasan hubungan dengan negara-negara lain di dunia Arab dan Muslim.
"Amerika Serikat, Israel dan Uni Emirat Arab yakin bahwa terobosan diplomatik tambahan dengan negara lain dimungkinkan, dan akan bekerja sama untuk mencapai tujuan ini," ungkap pernyataan itu.
Perkembangan ini menandai ketiga kalinya sebuah negara Arab membuka hubungan diplomatik penuh dengan Israel dan UEA menjadi negara Teluk Arab pertama yang melakukannya.
Negara Arab lainnya yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel adalah Mesir dan Yordania.