Kisah Suksesnya Pelarian 40 Yahudi Warga Iran ke Israel
Puluhan Yahudi warga Iran melarikan diri ke Israel pada 2007 lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, Israel sempat dibuat bersuka cita dengan kedatangan 40 warga Yahudi Iran di tanah yang kini mereka sebut Israel, pada 25 Desember 2007 lalu.
Tak hanya sanak saudara mereka yang telah lebih dulu pindah ke Israel, media dan televisi setempat pun menyambut kedatangan mereka. Bagaimana mereka bisa tiba di Israel?
Perjalanan 40 orang Yahudi Iran ini memang penuh rahasia. Tak ada bocoran rincian mengenai awal keberangkatan mereka sejak dari Iran. Mereka diyakini mencapai Israel lewat negara ketiga. Operasi perjalanan itu pun terorganisir dengan rapi karena disponsori the International Fellowship of Christians and Jews. Yayasan tersebut mengelola dana jutaan dolar AS, sumbangan dari para donatur evangelis setiap tahunnya.
Menurut Yehiel Eckstein, rabi yang mendirikan yayasan tersebut, setiap imigran akan menerima 10 ribu dolar AS (sekitar 100 juta rupiah, red).
Dana itu adalah modal mereka untuk memulai hidup di Israel. Ketika ditelepon di Chicago, Amerika Serikat, Eckstein memperingatkan bahwa warga Yahudi Iran menghadapi masalah genting. Menurutnya, ini terkait pernyataan Mahmoud Ahmadinejad, presiden Iran ketika itu bahwa Israel harus ''dihapuskan dari peta''.
Sementara keterlibatan para penginjil dalam mendukung Israel adalah menjaga agar Israel kuat. Hal ini berdasarkan pada janji dalam Injil yang menyebutkan bahwa berdirinya negara Yahudi adalah langkah menuju kejayaaan Messiah. Mungkin merekalah yang disebut Donald E Wagner Profesor bidang Agama dan dan Direktur Pusat Studi Timur Tengah di North Park niversity, Chicago, AS sebagai Christian Zionism.
Menurut Wagner, Zionisme Kristiani adalah sebuah gerakan teologis-politis yang berakar dalam fundamentalisme Kristen Protestan. Mereka, tulis Wagner, mengadvokasi platform politik mengenai Zionisme Yahudi. Gerakan itu bahkan tak sepenuhnya mendapat dukungan dari umat Kristen sendiri. Sedangkan bagi kaum Yahudi, tulis kantor berita Associated Press, muncul ''rasa tidak nyaman'' karena kekhawatiran bahwa suatu hari mereka akan ditarik menjadi pemeluk Kristen. Tudingan ini kemudian ditampik oleh para penginjil.
Kampanye 'misinformasi' Rupanya, tak semua sepakat soal ancaman hidup di Iran. Tokoh Yahudi di Iran dan sejumlah ahli lain menentang tudingan itu. Misalnya Ciamak Morsathegh, ketua Komite Yahudi Teheran, menilai imigrasi 40 warga Yahudi Iran adalah kampanye ''misinformasi''. ''Ini kampanye misinformasi, kampanye kebohongan menentang Iran dan komunitas Yahudinya. Kami juga tak bisa membenarkan bahwa 40 Yahudi Iran mendarat di Israel,'' kata Morsathegh.
Morsathegh bersama Morris Motamed, satu-satunnya anggota legislatif di parlemen Iran pada saat itu, mengeluarkan pernyataan bersama bahwa Yahudi Iran tak pernah menjadi bagian dari ''imigrasi teroragisasi''. Morsathegh pun mengakui, meski Iran tak mengakui Israel dan tak mengizinkan kaum Yahudi mengunjungi negara itu, kaum Yahudi Iran tidak menghadapi bahaya.
Komunitas Yahudi di Iran sekitar 25 ribu orang dilindungi konstitusi Iran. Warga Yahudi bahkan memiliki satu orang wakil di parlemen. Komunitasnya di Iran bahkan masih terhitung yang terbesar di antara negara Muslim Timur Tengah. ''Kami adalah salah satu komunitas tertua di Iran. Kami bebas melaksanakan ajaran agama kami. Anti-Semit adalah fenomena Barat namun kaum Yahudi tidak pernah terancam di Iran,'' kata Morsathegh, di kantornya di Sapir Charity Hospital, yang juga dijalankan oleh Yahudi Iran.
Morsathegh mengatakan, sinagog, sekolah Yahudi, dan toko mereka beroperasi secara terbuka. Di Teheran kini terdapat 20 sinagog, delapan tempat pemotongan hewan yang mengikuti sesuai aturan Yahudi, lima sekolah, empat organisasi pemuda, dan dua restoran Kosher. Sementara sejumlah ahli termasuk warga Yahudi yang diam-diam berimigrasi dari Iran ke Israel dalam beberapa bulan terakhir ini, mengakui bahwa kaum Yahudi memang hidup tenang di Iran.
''Umumnya, kaum Yahudi bebas melaksanakan ajaran Yudaisme di Iran,'' kata Meir Javedanfar, pengamat yang keluarganya beremigrasi dari Iran pada 1980-an. Menurutnya, kaum Yahudi justru khawatir atas meningkatnya kritik media Iran terhadap Israel, yang mereka pandang ''nyaris'' bersinggungan dengan sikap anti-Semit.
Ahmadinejad memang kerap berani melawan arus. Kaum Yahudi Iran, kata Morsathegh, tidak setuju dengan pernyataan sang presiden yang menyebut Holocaust adalah mitos. Namun, katanya, tetap saja kebijakan sang presiden tidak membahayakan minoritas Yahudi.
''Kami Yahudi Iran dan bangga akan kewarganegaraan kami. Uang tak akan bisa membuat kami melepaskan Iran. Kewarganegaraan kami tidak untuk dijual,'' tegas Morsathegh.
Terlepas dari masalah nasionalisme kaum Yahudi Iran, berita imigrasi ke-40 orang terdengar miris. Pasalnya, ini berarti eksodus pendudukan kaum Yahudi di the Promised Land kini menjadi Israel terus berjalan.
Mereka terus berdatangan dari berbagai belahan bumi. Sementara pemerintah Israel pun berancang-ancang membangun ratusan rumah baru di Har Homa. Sampai kapankah siasat Israel untuk mendatangkan Yahudi ke negara itu berhenti?