Babak Baru Penyidikan Kasus Djoko Tjandra
"Andi Irfan, babak baru penyidikan ini," kata Dirdik JAM Pidsus Febrie Adriansyah.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Antara
Pemeriksaan tersangka Andi Irfan Jaya dalam penyidikan dugaan suap, gratifikasi, dan korupsi tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, akan menjadi babak baru pengungkapan skandal hukum terpidana Djoko Tjandra. Namun, Direktur Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febrie Adriansyah mengatakan, timnya belum dapat memeriksa politikus Nasdem itu lantaran masih dalam isolasi di Rutan KPK.
“Pinangki, sudah mulai jalan (pelimpahan) kita ke pengadilan. Fokus (penyidikan) kita sekarang ada dua lagi. Si Djoko Tjandra, sama Andi Irfan itu. Andi Irfan ini, babak baru penyidikan ini,” kata Febrie saat dicegat di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (15/9) malam.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (2/9), Andi Irfan memang belum diperiksa. Namun, saat ditetapkan sebagai tersangka, tim penyidik langsung melakukan penahanan ke Rutan KPK.
Menurut Febrie, perlu pendalaman yang akurat dalam penyidikan terkait peran Andi Irfan di pusaran kasus dugaan suap, gratifikasi, serta pemufakatan jahat bersama Djoko dan Pinangki. Terutama, kata Febrie menyangkut soal aliran uang yang diterima Andi Irfan, dari Djoko sebelum sampai ke Pinangki.
Dalam penyidikan tersangka Pinangki, Febrie pernah menerangkan, Djoko menyerahkan uang sedikitnya 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) lewat perantara Andi Irfan. Uang haram tersebut, diyakini sebagai panjar kepada tersangka Pinangki, supaya mengatur upaya penerbitan fatwa dari Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan terpidana Djoko dari vonis MA 2009.
Djoko adalah terpidana korupsi Bank Bali 1999 yang pernah divonis dua tahun penjara pada 2009. Namun, Djoko berhasil kabur ke Papua Nugini, dan jadi buronan selama 11 tahun, sebelum akhirnya ditangkap pada 30 Juli 2020 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Febrie pernah menjelaskan ada rencana yang sudah dibicarakan antara Pinangki, dan Andi Irfan kepada Djoko. Pinangki, menggandeng Andi Irfan saat menawarkan proposal fatwa MA, kepada Djoko dua kali di Malaysia, pada November 2019.
Nilai proposal fatwa dikatakan mencapai 10 juta dolar AS. Terungkap dalam penyidikan, kata Febrie, Djoko memberi panjar 500 ribu dolar AS kepada Pinangki lewat perantara Andi Irfan.
“Yang jelas Andi Irfan itu, yang bawa Pinangki ke Kuala Lumpur untuk menemui Djoko. Mengenai peran dia (Andi Irfan), yang jelas bersama-sama Pinangki, bagaimana keduanya meyakinkan Djoko untuk percaya,” kata Febrie pekan lalu.
Saat menetapkan Andi Irfan sebagai tersangka, penyidik juga menebalkan sangkaan Pasal 6 ayat (1) a, dan Pasal 15 UU Tipikor 31/1999-20/2001. Penerapan Pasal 6 tersebut spesifik tentang ancaman penjara untuk pelaku pemberi suap, atau janji kepada hakim di pengadilan, ataupun mahkamah.
Andi Irfan, menjadi satu-satunya tersangka, selain Pinangki dan Djoko yang dijerat dengan sangkaan tersebut. Sementara Pasal 15, tentang permufakatan melakukan korupsi, juga mengikat Pinangki, dan Djoko sebagai tersangka.
Menurut Febrie, terkait konstruksi dan peran lengkap tersangka Andi Irfan, penyidik baru akan mendalaminya setelah masa isolasi kelar. “Jadwal penyidik, untuk pemeriksaan Andi Irfan, pekan depan. Senin (21/9) mungkin,” kata Febrie.
Dalam pemeriksaan mendatang, kata Febrie, penyidik, pun akan menggali tentang siapa pengendali Andi Irfan. “Kita akan melihat pasal-pasal sangkaannya. Terutama tentang kesepakatan dia, bersama-sama Pinangki itu,” terang Febrie.
Terkait tersangka Pinangki, Kepala Pusat dan Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengabarkan, pada Selasa (15/9) berkas perkara sudah diteruskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) DKI Jakarta untuk segera dilimpahkan ke persidangan.
“Sore hari tadi, sudah dilakukan serah terima tanggungjawab, tersangka (Pinangki), dan alat bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntutan,” kata dia dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Selasa (15/9).
Menurut Hari, dari berkas perkara, penuntut menebalkan sangkaan UU Tipikor dan TPPU dalam rencana dakwaan. Terutama kata Hari, menyangkut Pasal 5 ayat (1) a, dan Pasal 5 ayat (2), serta Pasal 11, dan Pasal 15 UU 31/1999-20/2001. Dan sebagai sangkaan tambahan, Hari mengatakan, penuntutan juga akan menguatkan Pasal 3 UU TPPU 8/2010.
“JPU akan segera membuat dakwaan berdasarkan berkas perkara, dan untuk segera dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi di Jakarta,” terang Hari.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan, KPK, Polri, dan Kejaksaan harus mengungkap tuntas dugaan keterlibatan politikus lain, setelah eks politikus Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya, ditetapkan tersangka dalam kasus Djoko Tjandra. Sebab, posisi Jaya sebagai politikuis baru di Jakarta, disangsikan bisa berhubungan langsung dengan Djoko Tjandra.
Saiman dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa, mengatakan, penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung perlu menelusuri keterlibatan oknum anggota Komisi III DPR yang berhubungan dengan bidang kerjanya.
"Sepanjang ada buktinya, penyidik harus menelusuri adanya dugaan itu," kata Boyamin.
Apa yang diungkap mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, soal dugaan keterlibatan oknum anggota Komisi III DPR, kata Boyamin, sudah semestinya ditelisik untuk menegaskan berlakunya asas persamaan di muka hukum. Setidaknya, Boyamin menyarankan penyidik untuk memeriksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk membuat terang kasus yang menyeret nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari tersebut.
Sebelumnya, Capella yakin, Andi Irfan bukan pemain tunggal, namun ada orang berpengaruh di balik dia. Sebab, secara logika dia bukan siapa-siapa dalam kaitan dengan Djoko Tjandra.
"Semua pertalian Andi Irfan dengan pihak di belakangnya harus diungkap," katanya.