Dua Penyebab Tren Naiknya Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia
Kasus aktif Covid-19 secara nasional masih terus mengalami peningkatan tiap pekannya.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melihat ada dua pendorong utama tren naiknya kasus aktif Covid-19 secara nasional. Pertama, testing atau pemeriksaan RT-PCR yang memang semakin meningkat jumlahnya. Semakin banyak orang yang dites, maka semakin tinggi pula peluang temuan kasus positif Covid-19.
Alasan kedua, masih banyaknya masyarakat yang abai terhadap pelaksanaan protokol kesehatan. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 menilai bahwa peningkatan jumlah kasus aktif, terutama di 10 provinsi prioritas, disebabkan kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan yang masih rendah.
"Oleh karena itu satgas sebenarnya tidak bosan-bosan mengimbau masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam menjalankan disiplin protokol kesehatan. Apa yang kita lakukan agar disiplin dan patuh memakai masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan belum sebanding dengan beratnya perjuangan dokter dan nakes yang merawat pasien di RS," ujar Wiku menjelaskan panjang lebar, dalam keterangan pers, Kamis (15/10).
Wiku menerangkan, kasus aktif Covid-19 secara nasional masih terus mengalami peningkatan tiap pekannya. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 63.231 atau 18,1 persen kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Meskipun terus mengalami kenaikan, kasus aktif di Indonesia ini di bawah dari kasus aktif dunia yang sebesar 22 persen. Wiku menambahkan, bahwa penanganan Covid-19 di 10 provinsi prioritas menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Secara umum persentase kasus aktif, kasus sembuh, dan kasus meninggal menunjukkan tren perbaikan.
Kasus aktif misalnya, kesepuluh provinsi prioritas cenderung mengalami penurunan, kecuali Jawa Tengah dan Papua yang mengalami peningkatan. Kemudian jika dilihat dari persentase kasus sembuh, seluruh provinsi prioritas juga cenderung mengalami peningkatan pada seluruh provinsi.
"Namun juga mengalami penurunan pada Jawa Tengah dan Papua," kata Wiku.
Kemudian, persentase kematian cenderung stagnan. Beberapa provinsi sempat mengalami kenaikan namun kembali menurun pada pekan terakhir. Hanya provinsi Bali yang mengalami kenaikan persentase kematian selama dua minggu terakhir.
"Untuk itu kami perlu memberikan perhatian lebih kepada Jawa Tengah, Papua, dan Bali," katanya.
Di Jawa Tengah, terjadi sedikit peningkatan persentase kasus aktif dari 22,49 persen pada tanggal 27 September, menjadi 23,17 persen pada 4 Oktober. Angkanya kembali naik menjadi 23,94 persen pada 11 Oktober. Wiku memandang, hal ini terjadi karena Jawa Tengah sedang gencar memperluas kapasitas pemeriksaan Covid19.
"Sehingga jumlah orang yang terkonfirmasi Covid19 meningkat pada dua pekan terakhir," katanya.
Untuk tingkat kesembuhan, Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 0,34 persen pada 4 Oktober dan 0,4 persen pada 11 Oktober. Meskipun angkanya kecil, Wiku menekankan bahwa kesembuhan harus tetap dijaga untuk selalu meningkat.
"Kepada Pemprov Jawa Tengah untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan memperhatikan kecepatan dan kualitas penanganan pasien Covid19, utamanya pada gejala sedang dan berat. Serta pada kelompok rentan," kata Wiku.
Di Papua, terjadi peningkatan kasus aktif yang cukup signifikan. Kasus aktif di Papua dilaporkan sebesar 35,7 persen pada 27 September. Angkanya meningkat menjadi 39,42 persen pada 4 Oktober dan menyentuh 43,35 persen pada 11 Oktober.
"Pada evaluasi dua pekan sebelumnya, Papua juga mengalami peningkatan kasus aktif. Ini artinya kasus aktif di Papua meningkat persentasenya selama 4 minggu berturut-turut," ujar Wiku.
Jika dilihat dari persentase kesembuhan, Papua juga mengalami perkembangan yang kurang baik. Persen kesembuhan Papua menurun cukup signifikan pada dua pekan terakhir. Pada 27 September lalu, persentase kesembuhan di Papua 62,8 persen. Kemudian menurun pada 4 Oktober menjadi 59,06 persen dan 55,21 persen pada 11 Oktober.
Sementara dari persentase meninggal, Papua sempat mengalami peningkatan persen meninggal. Peningkatan kasus aktif dan penurunan kesembuhan ini selain disebabkan terjadinya transmisi lokal, juga disebabkan pelaksanaan kegiatan penelusuran kontak atau tracing, pemeriksaan spesimen atau testing, dan penanganan di peyanan kesehatan atau treatment yang kurang.
"Selain itu banyak warga yang datang ke RS dalam keadaan sudah dengan gejala berat. Hal ini menyebabkan pasien menjadi kurang efektif dan menurunkan kemungkinan pasien tersebut untuk sembuh," ujar Wiku.
Berbicara terpisah, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto menegaskan bahwa kedisiplinan masyarakat terhadap penegakan protokol kesehatan yang menjadi kunci utama dalam menekan penularan Covid-19. Disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
“Paling depan adalah 3M, karena penyebabnya penyakit menular yang bisa dicegah. Rute penularan dari saluran napas oleh karenanya yang dilindungi adalah pernapasan dengan masker,” kata Yuri seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (15/10).
Yuri menjelaskan bahwa sinergi antara hulu dan hilir haruslah kuat. Pada segi hulu, masyarakat harus dilibatkan secara aktif melalui pemberdayaan guna meningkatkan kesadaran akan kegiatan promotif preventif, sementara pada bagian hilir, pemerintah menyiapkan sistem kesehatan yang terpadu guna mengantisipasi terjadinya lonjakan pasien yang membutuhkan layanan kesehatan.
“Sisi hulu (masyarakat) adalah menerapkan 3M atau saya menyebutnya sekarang 3W yakni wajib pakai masker, wajib menjaga jarak dan wajib mencuci tangan pakai sabun," ujarnya.
Adapun dari sisi hilir, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya menjaga ketercukupan layanan di RS untuk pasien yang jatuh sakit (BOR). Pemerintah juga terus meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang diukur pakai angka kematian (CFR), serta meningkatkan angka kesembuhan.
Yuri menambahkan, pemerintah juga melakukan audit terhadap RS terkait masih tingginya kasus kematian dibandingkan rata-rata angka kematian dunia. Dari audit tersebut menunjukkan bahwa banyak RS yang diisi oleh pasien dengan gejala ringan.
“Kalau tanpa gejala ya bukan di RS, bisa ke pusat karantina milik pemda atau isolasi mandiri di rumah jika memungkinkan,” katanya.