Kata Menteri Pigai tentang Orde Baru Kembali Lagi

Orde Baru dikenal sebagai rezim yang menerapkan dwifungsi Abri.

Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (kiri).
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa isu kembalinya Orde Baru hanya sebatas imajinasi dan merupakan sebuah tuduhan yang kejam.

Baca Juga


"Berlebihan, tidak beralasan, dan insinuatif, terkait militerisasi dan kembalinya otoritarianisme Orde Baru," kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

Selain itu, menurut Pigai, pemikiran tersebut merupakan imajinasi karena dilatarbelakangi memoria passionis atau ingatan penderitaan terhadap peristiwa masa lalu.

"Sehingga hari ini pemberitaan secara masif dan opini-opini yang dikembangkan adalah akan terjadi militerisasi, akan terjadi otoritarianisme Orde Baru, akan terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM, akan menihilkan kebebasan sipil dan kebebasan warga," ujarnya.

Pigai menjelaskan bahwa pemikiran tersebut tidak beralasan karena terjadi pada masa pemerintahan yang jaraknya jauh dari pemerintahan saat ini yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

Ia menambahkan bahwa saat ini Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo mengalami fenomena yang disebut surplus demokrasi. Sejumlah faktor pendukung fenomena tersebut adalah banyaknya oposisi pemerintahan yang menang pada Pilkada 2024, seperti di DKI Jakarta.

Selain itu, pemerintah menemui massa aksi demonstrasi Indonesia Gelap, Kementerian HAM turun tangan terhadap kasus grup musik Sukatani, kebebasan berpendapat di media sosial, hingga tidak ada jurnalis yang ditangkap.

Tak mungkin

Pakar keamanan dan pertahanan Dr. Kusnanto Anggoro mengemukakan bahwa TNI tidak mungkin kembali menerapkan sistem "dwifungsi" seperti yang terjadi pada era orde baru.

Saat membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin, Kusnanto mengatakan ketika TNI masih bernama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menganut sistem dwifungsi, militer memiliki fungsi pertahanan negara serta fungsi sosial dan politik.

Hal itu tidak mungkin terjadi lagi karena sudah tidak ada lagi fraksi militer di DPR.

"Saya kira kita tahu betul itu tidak akan mungkin lagi kembali, tetapi bahasa itu perlu dipakai," kata Kusnanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Dalam undang-undang yang masih berlaku, jelas Kusnanto, tidak sulit untuk memahami fungsi dari TNI. 

 

TNI memiliki fungsi yang berhubungan dengan pertahanan negara maupun nonpertahanan negara.

Ia menyayangkan pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang menyatakan bahwa kini TNI sudah tidak lagi dwifungsi, melainkan multifungsi.

Menurut Kusnanto, pernyataan Panglima itu terkait konteks prajurit TNI yang selalu membantu urusan masyarakat atau pemerintah, seperti penanggulangan bencana maupun hal lainnya.

Ia menegaskan bahwa hal itu bukan merupakan fungsi, melainkan tugas. "Tidak akan terlalu sulit untuk membedakan perbedaan pengertian dan konotasi antara fungsi, peran, dan tugas, jelas sekali dalam undang-undang TNI itu," kata Direktur Eksekutif Centre for Geopolitics Risk Assessment itu.

Kusnanto juga tidak memungkiri bahwa isu dwifungsi akan selalu muncul ketika ada pembahasan mengenai RUU TNI. Di sisi lain, saat ini Indonesia sedang berada pada masyarakat yang cenderung mencari-cari kesalahan pejabat.

"Kita berbicara tentang fungsi, sekali lagi itu konotasinya adalah dengan pertahanan negara dan nonpertahanan negara, kalau dengan tugas itu jalan lain," katanya.

Mabes TNI

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menepis isu kembalinya dwifungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) akibat penunjukan Letnan Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum (Perum) Bulog.

“Kami tuh sudah lupakan pemikiran dwifungsi. Dulu kan dwifungsi bisa sampai pemimpin daerah. Sekarang kan sudah dipilih langsung, demokrasi. Mau gimana lagi dwifungsi?” kata Maruli usai menghadiri Rapat Kerja Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, ketika ditanya para jurnalis mengenai tanggapan masyarakat di media sosial mengenai dwifungsi TNI.

Sementara itu, Maruli menjelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil dipastikan memiliki kemampuan untuk menjabat posisi tersebut, seperti dalam penunjukan Novi sebagai Dirut Perum Bulog.

“Misalnya yang dibilang yang menjabat itu karena Aster (Asisten Teritorial Panglima TNI) toh? Dia udah ngurusin tentang pertanian bertahun-tahun,” ujarnya.

 

Selain itu, dia menjelaskan bahwa Novi berpengalaman di bidang pertanian, dan pernah berkeliling ke seluruh Indonesia mengecek lahan pertanian.

“Udah pernah join (ikut, red.) dengan pertanian, sama-sama ngecek, sama-sama meyakinkan hasil bumi masyarakat diterima Bulog. Bukan asal-asalan diangkat. Ya kan? Prosesnya udah panjang juga itu,” jelasnya.

Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa saat ini masyarakat tinggal menunggu kinerja dari Novi sebagai Dirut Perum Bulog.

Terlebih, kata dia, Novi sudah bukan tentara aktif semenjak menjabat posisi tersebut.

“Ya sekarang kan kita lihat saja, dibuktikan kerja lah. Kan itu pengangkatannya sesuai proses. Kalau misalnya nanti pelaksanaannya ada kekurangan, ya berarti kan tidak baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Novi sebagai Dirut Perum Bulog berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025 tanggal 7 Februari 2025.

Erick, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (10/2), mengatakan penunjukan Novi sebagai Dirut Perum Bulog merupakan salah satu strategi untuk mencapai target swasembada pangan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler