Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Surat An-Nisa

Surat An-Nisa menjelaskan kriteria taubat yang diterima Allah SWT.

Thoudy Badai/Republika
Surat An-Nisa menjelaskan kriteria taubat yang diterima Allah SWT. Ilustrasi bertaubat
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tidak semua taubat umat manusia akan diterima Allah SWT. Lantas taubat siapakah yang akan diterima? 

Baca Juga


Alquran surat an-Nisa’ ayat 17 menjelaskan tentang taubat yang akan diterima Allah SWT. 

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا  

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” 

Syekh Muhammad bin Shalih Asy-Syawi, dalam Nafahat al-Makkiyah, sebagaimana dikutip dari tafsirweb, menjelaskan bahwa taubat dari Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya ada dua macam. Pertama, taufik dari-Nya untuk melakukan taubat itu sendiri. Kedua, penerimaan-Nya akan taubat tersebut setelah dilakukan sang hamba.   

Syekh Shalih Asy-Syawi menjelaskan, Allah mengabarkan bahwa taubat yang hanya berhak dialamatkan kepada Allah adalah haq yang hanya Allah peruntukkan bagi diri-Nya sebagai kebaikan dan anugerah dari-Nya bagi orang yang melakukan perbuatan dosa. 

Yaitu kemaksiatan lantaran kejahilan, yaitu kebodohan dirinya akibat perbuatan itu dan konsekuensi kemurkaan serta siksaan Allah terhadapnya.

Kebodohannya akan hasil dari perbuatannya itu berupa berkurangnya atau hilangnya iman darinya. Maka setiap pelaku kemaksiatan terhadap Allah adalah jahil dengan kondisi seperti itu walaupun dia mengetahui akan keharamannya. Bahkan mengetahui keharaman sesuatu adalah syarat suatu kemaksiatan yang mendapat hukuman karenanya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera.

Kemungkinan maknanya adalah mereka bertaubat sebelum menyaksikan kematian, karena Allah menerima taubat seorang hamba apabila dia bertaubat sebelum ada kepastian bahwa dia akan mati. Sedangkan setelah hadirnya kematian, maka tidaklah akan diterima suatu taubat pun dari pelaku kemaksiatan dan tidak akan diterima pula keimanan dari orang kafir.  Sebagaimana Allah berfirman tentang Firaun:  

حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

"Hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, 'saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Rabb Yang dipercayai oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”(QS Yunus: 90)   

Allah berfirman di sini, "dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan" yaitu kemaksiatan-kemaksiatan selain kekufuran, "hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, sesungguhnya saya bertaubat sekarang, dan tidak pula (diterima taubatnya) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih." 

Yang demikian itu karena taubat dalam kondisi seperti itu adalah taubat yang terpaksa yang tidak berguna bagi pelakunya. Padahal sesungguhnya yang bermanfaat itu hanyalah taubat pilihan atau kesadaran. 

Kemungkinan juga makna firman-Nya "dengan segera" yaitu segera setelah perbuatan dosa tersebut yang mengharuskan adanya taubat, maka maknanya adalah bahwa barang siapa yang bersegera dalam menarik diri sejak timbulnya dosa dan berserah diri kepada Allah serta menyesali perbuatan itu maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosanya. 

Berbeda dengan orang yang terus menerus dengan dosanya dan berkelanjutan dengan aib-aibnya itu hingga menjadi sebuah sifat yang menempel pada dirinya, maka sesungguhnya akan sulit baginya untuk bertaubat secara total bahkan biasanya ia tidak mendapatkan taufik taubat.

Serta tidak dimudahkan kepada sebab-sebabnya seperti seseorang yang melakukan perbuatan dosa atas ilmu yang jelas dan keyakinan yang dibarengi dengan sikap meremehkan pengawasan Allah terhadapnya. Maka sesungguhnya ia telah menutup pintu rahmat bagi dirinya sendiri. 

Memang benar bahwa Allah terkadang memberikan taufik kepada hamba-Nya yang selalu melakukan dosa dan maksiat dengan kesengajaan dan keyakinan menuju taubat yang berguna, Allah akan menghapus dengan taubat itu apa-apa yang telah lalu berupa dosa-dosa dan kejahatan-kejahatannya. Akan tetapi rahmat dan taufik itu lebih dekat pada orang yang pertama, oleh karena itulah Allah menutup ayat pertama tersebut dengan firman-Nya.

"Dan Allah Mahamengetahui Mahabijaksana" dan di antara ilmu Allah bahwa Dia mengetahui orang yang benar dalam taubat dan orang yang berdusta, dan akan membalas setiap dari kedua orang tersebut sesuai dengan hak keduanya menurut hikmah-Nya. 

Di antara hikmah-Nya adalah Allah akan memberikan taufik kepada orang yang hikmah dan rahmat-Nya menghendaki orang tersebut kepada taubat. Allah akan menghinakan orang yang hikmah dan keadilan-Nya menghendaki tidak memberi taufik kepadanya.  

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler