Saat Pandemi, Korupsi dan Penipuan Lebih Mudah Terjadi

Risiko korupsi terjadi mengingat pemerintah mengeluarkan anggaran besar atasi krisis.

ANTARA/Hafidz Mubarak A
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12) dini hari. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyebutkan, risiko salah urus, pemborosan, korupsi hingga penipuan dapat lebih mudah terjadi di tengah krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 saat ini.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyebutkan, risiko salah urus, pemborosan, korupsi hingga penipuan dapat lebih mudah terjadi di tengah krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 saat ini.

Baca Juga


Penyalahan tata kelola tersebut berpotensi terjadi mengingat pemerintah di seluruh dunia kini menetapkan berbagai kebijakan dengan anggaran sangat besar. Baik untuk menekan penyebaran virus maupun memberikan beberapa insentif untuk masyarakat maupun dunia usaha.

Situasi yang tidak pernah terjadi sebelumnya (unprecedented) secara tiba-tiba itu yang meningkatkan risiko. "Pada saat terjadi kebingungan yang tiba-tiba, meningkatkan risiko tidak mencapai tujuan yang dimaksudkan," ujar Agung dalam Webinar Internasional Ensuring Transparency and Accountability in Covid-19 Pandemic: a Multi-Stakeholder Approach/Perspective pada Senin (11/1).

Berbagai risiko tersebut faktanya telah terjadi di Indonesia. Terbaru, terdapat pejabat negara menyalahgunakan anggaran yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah krisis kesehatan.

"Faktanya, saat ini, terdapat investigasi yang sedang berlangsung di Indonesia tentang kemungkinan salah alokasi dana bantuan Covid-19 yang cukup besar," tutur Agung.

Agung menilai, peristiwa tersebut menunjukkan, sistem pengawasan di Indonesia telah berfungsi dengan baik sehingga tindakan korupsi tersebut dapat segera diungkap. Selain itu, audit BPK yang efektif akan mendukung tujuan nasional ini yaitu untuk tata kelola baik.

 

Agung mengatakan, pandemi Covid-19 juga memberikan kesempatan bagi Lembaga Pemeriksa Keuangan atau Supreme Audit Institutions (SAI) untuk meningkatkan dan menegaskan perannya sebagai lembaga tata kelola utama. “Transparansi dan akuntabilitas adalah dua komponen utama tata kelola yang baik yang tidak boleh dikompromikan bahkan selama krisis,” katanya.

Anggota III BPK Achsanul Qosasi menyebutkan, BPK kini sedang melaksanakan audit komprehensif terhadap seluruh elemen keuangan negara (audit universe) terhadap respon pemerintah pusat dan daerah di Indonesia terhadap pandemi Covid-19. Audit ini menggabungkan tujuan dari tiga jenis audit sekaligus, yakni keuangan, kinerja dan kepatuhan.

Pemeriksaan melalui tiga tahapan, perencanaan, pelaksanaan dan laporan. Sementara perencanaan sudah dilaksanakan pada Agustus, pelaksanaan pemeriksaan telah berjalan pada September hingga November 2020. "Pelaporan diharapkan bisa dituntaskan januari 2021. Kami harap, laporan bisa diselesaikan bulan ini," ucap Achsanul dalam kesempatan yang sama.

Dalam pemeriksaan, Achsanul menekankan, BPK menggunakan big data karena cakupan pemeriksaan yang besar. Tujuannya, tidak hanya untuk meningkatkan efektivitas proses pemeriksaan, juga mendukung transformasi digital guna menuju masa depan.

 

Beberapa poin yang masuk dalam hasil laporan adalah pentingnya validitas dan kejelasan data terkait kriteria penerima dan target bantuan. Selain itu, Achsanul menambahkan, pentingnya koordinasi kementerian atas pertukaran data, transparansi dan akuntabilitas selaras dengan regulasi serta sistem pengendalian internal yang kuat dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler