Menilik Kinerja Saham BUMN Sepanjang 2020
Sejumlah saham BUMN mengalami penurunan tajam seperti Jasa Marga dan Wijaya Karya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2020, sebagian besar saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami tekanan terutama sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Banyak di antara saham emiten pelat merah mengalami koreksi yang cukup dalam.
Analis Phillip Sekuritas Indonesia Anugerah Zamzami Nasr mengatakan salah satu sektor yang paling terdampak pada tahun lalu yaitu infrastuktur. Sebut saja PT Jasa Marga Tbk. Pada Maret 2020, saham emiten berkode JSMR ini jatuh sangat dalam dari level 4.800 ke level 2.300.
"Penurunan tersebut salah satunya imbas dari penerapan penerapan kebijakan Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menghambat penyebaran Covid-19. Namun ketika PSBB dilonggarkan, kinerja JSMR mulai pulih," kata Zamzami, Senin (18/1).
Selain sektor infrastruktur, saham emiten BUMN sektor konstruksi juga turut tergerus. Salah satunya PT Wijaya Karya Tbk yang turun tajam dari level 1.500 ke level 700. Pandemi Covid-19 yang berpengaruh signifikan pada kinerja perseroan membuat harga saham WIKA semakin jatuh memasuki kuartal II 2020.
Meski demikian, tidak semua emiten mengalami nasib serupa pada tahun lalu. Menurut Zamzami saham emiten BUMN yang berkinerja mengkilap pada 2020 yaitu farmasi. "Saham-saham emiten farmasi naik di tengah kecenderungan masyarakat membeli produk kesehatan selama pandemi," kata Zamzami.
Salah satunya yaitu PT Kimia Farma Tbk. Meski pasar sempat panik dan membuat saham Kimia Farma koreksi ke level 580, tidak butuh waktu lama untuk emiten berkode KAEF tersebut naik ke posisi 1.500. Demikian pula dengan PT Phapros Tbk. yang sahamnya langsung melompat ke level di atas 1.000 setelah terkoreksi cukup dalam ke level 700.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memproyeksi saham emiten BUMN sektor tambang akan memiliki kinerja yang cukup gemilang pada 2021. "Sektor mining (tambang) cukup bersinar dengan katalis electric vehicle dan green energy," kata Herditya.
Seperti diketahui, Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden sangat pro terhadap penggunaan energi bersih atau green energy. Salah satu komoditas tambang yang akan mengalami kenaikan permintaan yaitu nikel.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan produksi nikel terbesar dunia, sehingga hal tersebut akan mengutungkan emiten komoditas tambang.
Selain sektor tambang, menurut Herditya, saham emiten BUMN sektor konstruksi juga akan berpotensi uptrend pada tahun ini.
Penguatan sektor ini sejalan dengan rencana pembentukan lembaga Soveregin Wealth Fund (SWF) yaitu Indonesia Investment Authority (IIA).
Hal tersebut sudah mulai tercermin dari pergerakan saham PT Adhi Karya Tbk. yang sudah menunjukkan tren positif pada awal tahun 2021.
Sejak awal tahun, saham emiten berkode ADHI ini telah menguat sebesar 42 persen. Sedangkan dalam tiga bulan terakhir, ADHI menguat hingga 221 persen.