Delapan Komitmen Calon Tunggal Kapolri
Calon Kapolri Listyo Sigit akan kedepankan penegakan hukum yang tegas namun humanis.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Ali Mansur, Dian Fath Risalah
Calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di hadapan Komisi III DPR RI, Rabu (20/1). Listyo memaparkan delapan komitmennya apabila dipercaya menjadi Kapolri.
"Pertama, menjadikan Polri sebagai institusi yang prediktif, responsibilitas, dan transparan berkeadilan atau Presisi. Kedua, menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional, yang ketiga menjaga soliditas internal," kata Listyo.
Dia juga berkomitmen meningkatkan sinergitas dan soliditas TNI-Polri. Selain itu, Listyo menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kerja sama dengan APH dan kementerian lembaga lain untuk mendukung dan mengawal program pemerintah. Lalu komitmennya mendukung terciptanya inovasi dan kreativitas yang mendorong kemajuan ekonomi Indonesia.
"Enam, menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan, tujuh mengedepankan pencegahan permasalahan keadilan, restoratif justice dan problem solving, setia kepada NKRI, dan senantiasa merawat kebhinekaan," ujarnya.
Konsep visi dan misi Polri yang prediktif, responsibilitas, dan transparan berkeadilan atau Presisi diharapkannya dapat mentranformasikan wajah Polri ke depan agar lebih baik. Serta menekankan perbaikan pelayanan publik yang terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.
"Niat pemikiran dan operasional disertai dengan rencana yang real dan rasional dari Polri yang Presisi ini akan menjadi dasar dan kekuatan untuk mewujudkan harapan masyarakat," ujar Listyo Sigit. "Pemerliharaan kamtibnas dan penegakan hukum yang prediktif, bertanggung jawab, transparan dan menjamin rasa keadilan masyarakat," tambahnya.
Ia kemudian menjelaskan konsep prediktif, di mana kepolisian akan mengedepankan kemampuan untuk memprediksi situasi dan kondisi. Dengan menganalisis isu dan permasalahan yang berpotensi menjadi gangguan keamanan. "Sehingga tindakan kepolisian akan lebih tepat dan mampu menyelesaikan permasalahan secara tuntas," ujar Listyo Sigit.
Selanjutnya adalah responsibilitas, yang dimaknai sebagai rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam ucapan, sikap, perilaku, dan responsif dalam melaksanakan tugas. Bertujuan untuk secara keseluruhan ditujukan untuk menjamin kepentingan dan harapan masyarakat dalam menciptakan keamanan.
Terakhir, adalah transparan berkeadilan. Ini akan terealisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, dan humanis. "Kamui terbuka untuk diawasi, sehingga pelaksanaan tugas-tugas kepolisian akan dapat menjamin rasa keamanan dan rasa keadilan masyarakat," ujar Listyo Sigit.
Di samping itu, ia memastikan bahwa internal Polri solid, meski dia disebut melangkahi angkatan seniornya. Untuk membuktikan kesolidan tersebut Listyo mengajak sejumlah petinggi Polri mendampinginya.
"Dalam kegiatan uji kelayakan ini kami laporkan bahwa kami didampingi oleh bapak Wakapolri, bapak Kabarpolri, bapak Kalemdiklat Polri, Kadiv Propam, kemudian Kapolda Aceh, Kapolda Sulut, kemudian ada ibu Ida Utari, kemudian junior kami Harisonta Kapolres, kemudian staf kami dan dua operator," kata Listyo.
Listyo mengatakan kehadiran pejabat Polri lintas generasi tersebut menunjukan bahwa institusi Polri tetap solid. "Mohon izin bapak, yang hadir mendampingi kami ini susunannya adalah urutan senior mulai dari (angkatan) 87, 88, 89, 90. Kami sendiri 91 beserta letting kami. Dan adik-adik kami. Jadi mohon ini bahwa saat ini Polri Solid, pak," kata Listyo.
Jika diamanatkan menjadi Kapolri, ia memastikan tetap mewujudkan rasa keadilan. Serta membuat Polri menjadi instansi yang lebih baik dan transparan dalam setiap kerjanya.
"Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, namun humanis. Saat ini masyarakat perlu penegakan hukum yang menegakan rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Listyo Sigit.
Kapolri Jenderal Idham Azis turut mengantar Listyo menjalani uji kepatutan dan kelayakan. Senada dengan Listyo, Idham menegaskan bahwa internal Polri saat ini solid. Selain itu dia juga menegaskan bahwa regenerasi di tubuh institusi Polri berjalan baik.
"Ini saya lakukan untuk memberi pelajaran kepada generasi Polri bahwa pergantian kepemimpinan Polri itu adalah suatu keniscayaan untuk memberi gambaran bahwa institusi Polri regenerasinya berjalan dengan baik dan mulus," kata Idham di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (20/1).
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar Komisi III DPR RI dapat mendalami beberapa hal krusial saat menggelar uji kepatutan terhadap calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo. "Pertama, pendalaman terkait reformasi di tubuh Kepolisian. Hal ini penting, sebab, selama ini agenda reformasi kepolisian yang kerap diusung oleh Kapolri terasa berjalan di tempat," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya.
Kedua, lanjut Kurnia, Komisi III harus mendalami terkait bagaimana membangun relasi untuk sinergitas dengan penegak hukum lain terkait agenda pemberantasan korupsi. Menurut Kurnia, Kepolisian kerap kali mengedepankan ego sektoral tatkala menangani perkara korupsi, terutama yang melibatkan oknum internal Korps Bhayangkara.
"Misalnya dalam perkara korupsi pengadaan simulator SIM atau pun penerbitan surat palsu Joko S Tjandra," kata Kurnia.
Ketiga yang harus didalami terkait peta jalan pembenahan integritas anggota Kepolisian. Kurnia menegaskan, hal ini penting untuk didalami, karena selama ini kepolisian selalu menempati peringkat bawah dalam hal kepercayaan publik akan komitmen pemberantasan korupsi.
Kurnia mengatakan, temuan Global Corruption Barometer 2020 dapat dijadikan acuan, dalam hal itu kepolisian berada pada lima besar institusi yang paling tidak dipercaya oleh publik. "Untuk menanyakan ini DPR dapat memulai menggali lebih jauh konsep pencegahan dan penindakan yang ditawarkan oleh calon Kapolri tersebut," tegas Kurnia.
Adapun, dalam lingkup pencegahan korupsi, calon Kapolri juga mesti mampu menjelaskan perihal ketertiban dan memastikan kebenaran pelaporan LHKPN anggota Kepolisian. Sedangkan penindakan, menjadi hal penting untuk menantang calon Kapolri agar berani membentuk tim satuan tugas yang hanya akan fokus pada penyelidikan dan penyidikan di tubuh Kepolisian sendiri.
Catatan keempat, terkait komitmen penuntasan perkara besar dan membantu kerja pemberantasan korupsi. Pada poin ini, lanjut Kurnia, DPR mesti menanyakan kepada calon Kapolri terkait pengungkapan ulang perkara penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK, Novel Baswedan.
"Sebab, dua Kapolri sebelumnya gagal dalam mengungkap aktor lapangan, motif, serta pelaku intelektual peristiwa tersebut. Selain itu, DPR dapat pula mendesak agar calon Kapolri membantu kerja pemberantasan korupsi, salah satunya dalam hal pencarian buronan, misalnya Harun Masiku," kata Kurnia.
ICW juga mengimbau kepada anggota Komisi III DPR RI atau pun partai politik tertentu agar tidak melakukan lobi politik kepada calon Kapolri. "Jika itu terjadi, maka dapat berdampak buruk bagi independensi kepolisian di masa yang akan datang," ucap Kurnia.