Eropa Izinkan Boeing 737 Max Kembali Terbang

Badan keselamatan penerbangan Eropa menyatakan, Boeing 737 Max aman terbang kembali.

EPA-EFE/ANDY RAIN
Sebuah Boeing 737 Max dipamerkan di Farnborough International Airshow (FIA2018), di Farnborough, Inggris, 17 Juli 2018 (diterbitkan ulang 18 November 2020).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Badan keselamatan penerbangan Eropa menyatakan, Boeing 737 Max aman untuk kembali diterbangkan. Pernyataan ini muncul setelah hampir dua tahun Boeing 737 Max dilarang terbang akibat dua kecelakaan fatal yang terjadi di Indonesia dan Ethiopia dalam waktu yang berdekatan.

"Kami sangat yakin pesawat itu aman yang merupakan prasyarat untuk memberikan persetujuan kami. Namun, kami akan terus memantau operasi 737 Max dengan cermat saat pesawat itu kembali berroperasi," ujar Direktur Eksekutif Badan Keselamatan Uni Eropa Patrick Ky dilansir Euro News, Kamis (28/1).

Ky mengatakan, keputusan itu diambil secara independen dari Boeing dan Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (AS). Ky menambahkan, pihaknya telah melakukan tes penerbangan dan sesi simulator secara mandiri. Badan penerbangan Inggris mengizinkan 737 Max kembali terbang setelah mendapatkan lampu hijau dari Eropa.

"Pekerjaan internasional untuk mengembalikan Boeing 737 MAX kembali terbang telah menjadi proyek paling luas dari yang pernah dilakukan dalam penerbangan sipil dan menunjukkan betapa pentingnya kerja sama antara negara bagian dan regulator untuk menjaga keselamatan," ujar Kepala Eksekutif Otoritas Penerbangan Inggris, Richard Moriarty.

Badan penerbangan Eropa telah meminta Boeing untuk meningkatkan performa perangkat lunak, pengerjaan ulang kelistrikan, pemeriksaan pemeliharaan, dan pembaruan manual operasi. Badan tersebut juga meminta agar Boeing melakukan pelatihan kepada pilot agar pesawat dapat kembali terbang dengan aman di langit Eropa.

Boeing 737 Max dilarang terbang pada Maret 2019 setelah dua kecelakaan fatal yang hanya berjarak lima bulan. Kecelakaan fatal tersebut menimpa maskapai penerbangan Lion Air pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines pada Maret 2019. Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat.

Kecelakaan disebabkan oleh cacat desain dalam sistem kontrol penerbangan yang disebut Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS). Kecacatan sistem kontrol tersebut membuat hidung pesawat turun ke bawah.

"Dalam kedua kecelakaan tersebut, pilot akhirnya kehilangan kendali atas pesawat mereka dan mengakibatkan kecelakaan dengan kehilangan total pesawat," kata badan keselamatan penerbangan Eropa.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler