UEA Retas Komunikasi Michelle Obama dan Istri Emir Qatar
Operasi intelijen canggih yang dilakukan oleh UEA dibantu mantan operator AS
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Mata-mata Uni Emirat Arab (UEA) meretas perangkat milik keluarga kerajaan Qatar. Hasil sadapan itu membuka komunikasi pribadi antara Ibu Negara Amerika Serikat (AS) saat itu, Michelle Obama, dan Yang Mulia Sheikha Moza binti Nasser.
Laporan itu terkuak dari sebuah buku baru oleh reporter New York Times, This Is How They Tell Me the World Ends: The Cyberweapons Arms Race, Nicole Perlroth. Buku itu menjadi pelapor pertama pengawasan komunikasi surel pada akhir 2015 antara Obama dan Sheikha Moza, istri mantan Emir Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani dari Qatar.
Komunikasi yang disadap termasuk refleksi pribadi, detail keamanan, dan perubahan rencana perjalanan setelah Obama dijadwalkan untuk berbicara di Qatar pada pertemuan puncak pendidikan tahunan di Doha. Upaya mata-mata tersebut dilaporkan menyebabkan seorang operator AS mengundurkan diri dari program mata-mata dan meninggalkan Abu Dhabi.
"Saat itulah saya berkata, 'Kita tidak boleh melakukan ini. Kami seharusnya tidak menargetkan orang-orang ini," mantan analis Badan Keamanan Nasional AS (NSA) tersebut.
Dikutip dari Aljazirah, Biro Investigasi Federal (FBI) sekarang menyelidiki karena undang-undang AS melarang peretasan jaringan atau mencuri komunikasi warganya.
Laporan berita sebelumnya menyoroti operasi intelijen canggih yang dilakukan oleh UEA dengan bantuan mantan operator AS. Targetnya termasuk pejabat pemerintah, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, dan eksekutif FIFA.
Dikenal sebagai Project Raven, peretas menggunakan alat spionase siber canggih. Mereka membantu UEA terlibat dalam pengawasan pemerintah lain, kelompok bersenjata, dan aktivis hak asasi manusia yang kritis terhadap monarki.
Wawancara oleh kantor berita Reuters pada 2019 dengan mantan operator Raven, bersama dengan tinjauan ribuan halaman dokumen dan surel proyek, menunjukkan teknik mata-mata yang diajarkan oleh NSA sangat penting dalam upaya UEA untuk memantau lawan.
Para operator menggunakan gudang alat siber termasuk platform spionase mutakhir yang dikenal sebagai Karma. Menurut para operator Raven mereka meretas ratusan aktivis, pemimpin politik, dan tersangka teroris di iPhone.
Operator AS, menurut laporan Reuters, membantu menemukan akun target, menemukan kerentanan, dan memberi isyarat serangan dunia maya untuk mata-mata UEA. Untuk tetap berada dalam batas-batas hukum, staf AS tidak menekan tombol pada serangan terakhir, tetapi sering berdiri di atas bahu orang Emirat yang melakukannya.
Antara 2012-2015, masing-masing tim ditugaskan untuk meretas ke seluruh pemerintah saingan, karena fokus program bergeser dari kontraterorisme ke spionase melawan musuh geopolitik. Qatar adalah target utama, bersama dengan Iran, Turki, dan pemberontak di Yaman.
Pada 2010, Doha mendapatkan perhatian global dengan memenangkan hak untuk menyelenggarakan Piala Dunia 2022. Pada 2014, operator UEA menargetkan direktur di FIFA atau badan sepak bola internasional dan orang-orang yang terlibat dalam badan penyelenggara Piala Dunia Qatar. Tipuan itu bertujuan untuk mencuri informasi yang merusak tentang tawaran Piala Dunia Qatar, yang dapat dibocorkan untuk mempermalukan saingan UEA tersebut.
Operasi peretasan FIFA diberi nama kode Tantangan Brutal. Peretas mengirim pesan dan email Facebook yang di-boobytrap yang berisi tautan berbahaya ke situs web yang disebut "worldcupgirls". Mengeklik tautan akan menyebarkan spyware ke komputer target.