Kisah Nabi Muhammad: Mempertahankan Keimanan

Tekanan orang kafir Quraisy kepada Nabi dan kaum Muslimin semakin meningkat.

Pixabay
Kisah Nabi Muhammad: Mempertahankan Keimanan
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yunahar Ilyas

Baca Juga


Ada peristiwa lain yang terjadi pada Abu Jahal. Pada suatu hari seorang pria dari Irasy datang ke Makkah dengan mengendarai onta.

Abu Jahal ibn Hakam melakukan transaksi jual beli dengannya, tapi menunggak pembayarannya. Pria Irasy itu kesulitan menagihnya, lalu dia pergi menemui bebeapa orang Qurasy dan minta tolong kalau ada yang bisa membantunya menagih pembayaran dari Abu Jahal.

Dengan nada mengolok, orang-orang Quraisy itu menyatakan kepada Irasy: “Engkau lihat orang itu” sambil menunjuk kepada Rasulullah yang waktu itu sedang duduk di pinggir masjid. Mereka sengaja menunjuk Nabi karena tahu antara beliau dan Abu Jahal terjadi permusuhan. Pria itu datang menemui Rasulullah dan menceritakan perkaranya. Lalu mereka berdua segera bergerak menuju rumah Abu Jahal.

Orang-orang Quraisy segera menugaskan satu orang untuk membuntuti mereka berdua mencari tahu apa yang akan terjadi. Nabi mengetuk pintu rumah Abu Jahal.

Dari dalam kedengaran suara bertanya: “Siapa ini?” “Muhammad, keluarlah” sahut Nabi. Abu Jahal keluar dengan wajah pucat pasi ketakutan. “Berikan hak orang ini!” perintah Nabi.

Abu Jahal menjawab: “Jangan marah dulu, aku akan memberikan haknya.” Abu Jahal masuk ke rumah lalu keluar menyerahkan pembayaran dagangan milik Irasy. Setelah itu Rasulullah menyatakan kepada Irasyi, lanjutkan urusanmu.

 

Orang yang membuntuti Nabi sungguh tercengang melihat apa yang terjadi. Nanti setelah Abu Jahal datang kepada tempat orang-orang Quraisy berkumpul dia bercerita: “Celaka kalian, demi Tuhan, dia datang langsung menggedor pintu rumahku, aku mendengar suaranya, tiba-tiba aku merasa sangat gentar. Aku keluar menemuinya. Sungguh di atas kepalanya ada unta jantan, yang tidak pernah kulihat unta jantan yang garang, kekar dan bertaring seperti itu. Demi Allah, andaikan aku tidak menuruti, ia pasti telah memangsaku.” (Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid 4, hal 156)

Tidak hanya Abu Jahal, Uqbah ibn Abu Mu’aits, pernah juga akan membunuh Nabi. Ibn Katsir menceritakan dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah (jilid 4, hal. 157) Ketika Nabi melaksanakan shalat di depan Ka’bah, tiba-tiba Abu Mu’aits menghampiri beliau dan langsung menjerat leher Nabi keras-keras dengan bajunya.

Untunglah peristiwa itu dilihat Abu Bakar yang segera datang membantu Nabi. Abu Bakar menyatakan kepada Abu Mu’its seperti yang dikatakan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya.

Allah SWT berfirman:

…أَتَقۡتُلُونَ رَجُلًا أَن يَقُولَ رَبِّيَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ مِن رَّبِّكُمۡۖ وَإِن يَكُ كَٰذِبٗا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُۥۖ وَإِن يَكُ صَادِقٗا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِي يَعِدُكُمۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٞ كَذَّابٞ

“…Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (Q.S. Ghafir 40:28 .

 

Tekanan dari orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi dan kaum muslimin semakin meningkat. Beberapa orang bahkan mendapatkan siksaan seperti Bilal ibn Rabbah, yang dijemur oleh majikannya Umayyah ibn Khalaf di tengah panas padang pasir dengan posisi telentang dan dihimpit batu.

Untunglah kemudian dibebaskan oleh Abu Bakar dengan membelinya  dari majikannya untuk kemudian memerdekakannya. Mush’ab ibn Umair yang masih remaja, begitu diketahui masuk Islam, ibunya lansung memaksanya untuk murtad. Karena Umair teguh dengan pendiriannya, maka anak remaja yang biasa berkecukupan itu dibiarkan kelaparan oleh ibunya dan diusir dari rumah.

Shuhaib ibn Sinan ar-Rumi pernah dianiaya sampai hilang kesadaran dan tidak tahu apa yang diucapkannya. Nasib Yasir ibn Amr ibn Malik dan istrinya Sumayyah binti Khubath serta putranya Ammar lebih tragis lagi.

Budak bani Makhzum dan kedua orang tuanya ini dianiaya oleh majikannya. Orang-orang musyrik di bawah perintah Abu Jahal mengusir keluarga itu keluar Makkah yang berbatu-batu.

Mereka menyiksa keluarga Ammar di bawah panas matahari yang menyengat. Suatu saat Nabi lewat di depan mereka yang sedang mengalami penyiksaan. Nabi bersabda: “Bersabarlah keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan kepada kalian adalah surga.”

 

 

Orang-orang Qurasy sangat murka karena Yasir dan istrinya Sumayyah dan anaknya ‘Ammar  teguh mempertahankan keimanan mereka. Mula-mula mereka membunuh Yasir.

Melihat suaminya dibunuh Sumayyah tetap kokoh dengan keimanannya. Akhirnya Sumayyah pun dibunuh dengan cara yang sangat sadis.

Setelah kedua orang tuanya tewas, kaum musyrikin semakin meningkatkan siksaan kepada Ammar. Sekali waktu dia dijemur di bawah terik matahari, lain waktu dadanya ditindih dengan bongkahan batu besar.

Suatu saat ia ditenggelamkan di air sampai pingsan. Mereka menyiksanya seraya berkata: “Kami tidak akan membiarkanmu sampai engkau mau mencaci Muhammad atau mengatakan yang baik-baik tentang Lata dan Uzza” (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 107).

Akhirnya Ammar terpaksa menuruti kemauan mereka. Tidak lama kemudian dia menghadap Nabi SAW sambil menangis dan minta maaf.

 

Allah SWT menurunkan firmannya terkait Ammar ini:

مَن كَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنۡ أُكۡرِهَ وَقَلۡبُهُۥ مُطۡمَئِنُّۢ بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلۡكُفۡرِ صَدۡرٗا فَعَلَيۡهِمۡ غَضَبٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Q.S.An-Nahl 16: 106)

Menyembunyikan keimanan karena terpaksa itu disebut taqiyyah. Sorang mukmin karena terpaksa, untuk menyelamatkan nyawanya bisa saja tunduk (di mulut) kepada orang-orang kafir, tetapi hatinya tetap beriman, tidak berubah sedikit pun.

Acuannya firman Allah SWT:

لَّا يَتَّخِذِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَلَيۡسَ مِنَ ٱللَّهِ فِي شَيۡءٍ إِلَّآ أَن تَتَّقُواْ مِنۡهُمۡ تُقَىٰةٗۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).“ (Q.S. Ali Imran 3: 28).

Demikianlah tekanan, intimidasi, siksan dialami oleh generasi awal kaum muslimin. Sekali pun terasa sangat berat, mereka tetap kokoh mempertahankan keimananan mereka. Semuanya itu tidak menghalangi orang-orang yang sudah dibukakan hatinya untuk beriman. 

Sumber: Majalah SM Edisi 24 Tahun 2018

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler