Anggota DPR Minta Biaya Listrik Panas Bumi Dikurangi

Subsidi terkait panas bumi bukanlah ide yang menarik di tengah kondisi pandemi

ANTARA/Anis Efizudin
Pekerja melakukan perawatan instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan PT Geo Dipa Energi (Persero) pada hari ini Rabu (19/8/2020) melakukan penandatanganan perjanjian dengan Asian Development Bank (ADB) untuk proyek Pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Dieng Unit 2 dan PLTP Patuha Unit 2 masing masing berkapasitas 55 MW, sebagai salah satu wujud upaya penyediaan listrik melalui Energi Baru Terbarukan (EBT) panas bumi.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah menurunkan biaya produksi listrik dari pembangkit panas bumi. Antara lain melalui efisiensi teknologi atau dukungan infrastruktur sehingga tidak mengandalkan subsidi APBN.

Baca Juga


"Fraksi PKS menilai untuk menghilangkan hambatan keekonomian harga listrik dari sumber energi panas bumi (PLTP), yang masih di atas biaya pokok pembangkitan PLN, tidaklah serta-merta dilakukan dengan subsidi pemerintah atau memberikan dana kompensasi listrik atas selisih biaya tersebut," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Senin (8/3).

Menurut dia, subsidi terkait panas bumi bukanlah ide yang menarik di tengah kondisi pandemi di mana kebijakan fiskal difokuskan untuk membeli vaksin dan biaya kesehatan masyarakat. Ia berpendapat bahwa menghilangkan hambatan keekonomian harga listrik dari sumber energi panas bumi sangat penting agar harga keekonomian listrik dari panas bumi kompetitif dibanding listrik sumber energi lain.

Mulyanto menambahkan dengan kondisi fiskal sekarang ini, di mana defisit APBN lebih dari 5 persen PDB, kurang masuk akal kalau pemerintah harus dibebani dengan tambahan subsidi listrik panas bumi. "Solusi yang menarik justru datang dari pihak industri, yang berupaya menurunkan biaya capital expenditure seperti biaya infrastruktur jalan, terutama yang bersifat sosial, yang harus dibangun pengembang serta biaya eksplorasi yang berisiko tinggi," paparnya.

Ia mengemukakan bahwa masalah struktural lemahnya kontribusi listrik dari sumber energi panas bumi adalah harganya yang tidak kompetitif, baik dibanding listrik dari sumber energi batubara maupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Mulyanto menyarankan sektor panas bumi belajar banyak dari PLTS, yang karena perkembangan teknologi mengakibatkan harganya terus turun.

Terkait panas bumi, Kementerian ESDM segera melaksanakan kegiatan eksplorasi wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi di Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, sebagai upaya percepatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Kementerian ESDM melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Sumedang dan PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) di Sumedang, Kamis (4/3), guna mematangkan rencana eksplorasi panas bumi Tampomas itu.

Pengeboran wilayah kerja panas bumi Gunung Tampomas tengah dalam tahap eksekusi oleh pemerintah mulai 2021. Optimalisasi potensi panas bumi di lokasi tersebut dinilai layak memenuhi syarat untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).Berdasarkan hasil studi Badan Geologi Kementerian ESDM, wilayah Gunung Tampomas memiliki sumber daya panas bumi sebesar 100 megawatt (MW) dengan rencana pengembangan sebesar 55 MW.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler