BTN akan Cari Tambahan Modal Rp 5 Triliun Lewat Rights Issue
BTN memutuskan untuk tidak membagi dividen laba bersih kinerja sepanjang 2020.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berencana mencari pendanaan modal lewat rights issue pada 2022 mendatang. Adapun besaran dana yang diincar oleh perbankan pelat merah tersebut senilai Rp 5 triliun.
Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan dana tersebut akan digunakan perseroan untuk memperkuat kecukupan modal dalam mendanai pembiayaan program sejuta rumah tahap II.
“Memang diskusinya adalah kebutuhan kami sebanyak Rp 5 triliun. Kita harapkan Rp 3 triliun adalah dari pemegang saham dwiwarna karena komposisi sekarang 60 persen dan Rp 2 triliun dari saham publik, sehingga total Rp 5 triliun,” ujarnya saat konferensi pers Rabu (10/3).
Menurutnya dana tersebut juga akan digunakan untuk memperkuat akuisisi anorganik seperti life insurance, modal ventura dan manajer investasi untuk mendukung bisnis perseroan dengan Tapera.
“Untuk memperkuat pertumbuhan capital karena kami harus mendorong pembangunan sejuta rumah tahap II, kebutuhan modal kami apabila tidak dilakukan maka CAR kami akan terbatas, sehingga ekspansi sulit tercapai,” ucapnya.
Nixon menyebut rencana tersebut masih dalam tahap pembicaraan dengan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas. Dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
“Ini masih diskusi dengan dua kantor kementerian. Kantor Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Jadi kita sudah diskusi dengan BUMN beberapa kali dengan Kemenkeu sudah jalan sekali di level teknis belum ke ibu menteri,” ucapnya.
Ke depan Nixon berharap rencana tersebut bisa diputuskan sebelum nota keuangan 2021. “Mudah-mudahan sudah bisa mendapat keputusan sebelum 17 Agustus 2021 atau sebelum nota keuangan,” ucapnya.
Tak bagi dividen
BTN memutuskan untuk tidak membagi dividen laba bersih kinerja sepanjang 2020 kepada seluruh pemegang saham.
Adapun keputusan tersebut diambil untuk memperkuat modal Tier 1 BTN, mengingat saat ini bank yang bergerak khusus untuk pembiayaan itu memiliki modal yang paling rendah dibanding bank pelat merah lainnya.
"BTN tahun ini dan tahun depan ingin memperkuat Tier 1 Capital. Tier 1 Capital kita termasuk yang paling rendah diantara bank BUMN," kata Nixon.
Nixon menjelaskan selama ini perseroan kerap kali mengambil langkah untuk menerbitkan obligasi subordinasi atau subdebt, untuk meningkatkan capital adequacy ratio (CAR). Namun, menurut dia, keputusan tersebut memerlukan modal yang besar, sehingga pada tahun depan BTN berencana melakukan right issue guna mendongkrak CAR.
"Jadi storynya semua adalah laba tahun berjalan 2020 menjadi cadangan modal, sehingga tidak ada dividen yang dibagikan," ucapnya.
Dengan langkah tersebut, BTN diharapkan dapat meningkatkan Tier 1 Capital ke angka 17 persen. Sebagai informasi, membukukan laba bersih sebesar Rp 1,60 triliun pada kuartal empat 2020 atau naik 665,71 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari posisi Rp 209 miliar di periode sebelumnya.
"Laba kita naik menjadi sebesar Rp 1,60 triliun dan yang menarik ada PPOP tetap tumbuh 16,87 persen. Jadi bisa dibilang, kita bukan hemat-hemat CKPN," kata Nixon.