Netgrit: Pemerintah-DPR tak Anggap Penting Kualitas Pemilu
Netgrit mengomentari dicabutnya revisi UU Pemilu dari Prolegnas prioritas 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan pemerintah resmi mencabut revisi Undang-Undang Pemilu dari daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2021. Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai, penarikan tersebut menunjukan DPR dan pemerintah tidak menganggap penting persoalan kepemiluan.
"Dalam konteks proses revisi yang ada, saya melihat dan menangkap kesan bahwa pemerintah dan DPR ini tidak menganggap penting dalam memastikan kualitas demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemilu," kata Ferry dalam diskusi daring, Sabtu (13/3).
Selain itu ia menilai pencabutan revisi UU Pemilu justru menangkap kesan seakan-akan DPR kehilangan fungsi kontrol terhadap pemerintah. Ia menegaskan, selain fungsi budgeting dan regulasi yang dimiliki DPR, fungsi kontrol juga tidak kalah penting bagi DPR.
Kemudian, dirinya mengingatkan kembali alasan pemerintah ngotot melaksanakan pilkada 2020 adalah untuk membangkitkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Jika berkaca pada pelaksanaan pilkada 2020 itu, maka menurutnya pemerintah bisa menggunakan cara pandang yang serupa.
"Melihat pengalaman pilkada kemarin yang dibanggakan seperti itu tentunya kan juga harusnya pemerintah seharusnya bisa memberikan satu aktivitas secara paralel," ujarnya.
Oleh karena itu Ferry menganggap dicabutnya revisi UU Pemilu dari prolegnas prioritas, maka implikasinya jelas mengancam demokrasi dan kualitas penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Ia mengimbau agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sisa masa pemerintahannya saat ini memberikan legacy di bidang demokrasi.
"Kiita ingin Pak Jokowi meninggalkan sebuah legacy yang baik terhadap soal kualitas demokrasi yang ada. Jangan sampai meninggalkan warisan yang buruk terhadap soal kualitas demokrasi yang ada," ungkapnya.