Ulama Jatim Dukung AstraZaneca, Fatwa Halal akan Terbit
Vaksin AstraZaneca akan didistribusikan di pondok-pondok pesantren di Jatim.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Fauziah Mursid, Reuters
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau vaksinasi di Kabupaten Sidoarjo, Senin (22/3) pagi. Dalam kunjungan itu, Jokowi mengungkapkan, pemerintah mendapat dukungan dari para ulama di Jawa Timur (Jatim) untuk menggunakan vaksin AstraZeneca buatan Inggris dalam program vaksinasi massal.
"Tadi pagi saya sudah bertemu dengan MUI Jawa Timur, sudah bertemu juga dengan para kiai di Provinsi Jawa Timur mengenai vaksin AstraZeneca. Beliau-beliau tadi menyampaikan bahwa Jawa Timur siap diberi vaksin AstraZeneca dan segera akan digunakan di ponpes-ponpes yang ada di Jawa Timur," ujar Presiden Jokowi.
Presiden pun memerintah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk segera mendistribusikan vaksin AstraZeneca ke Jawa Timur, khususnya ke sejumlah pondok pesantren. Jokowi juga ingin program vaksinasi segera dikebut agar kekebalan kelompok atau herd immunity segera terbentuk.
"Saya kira ini patut kita apresiasi dan tadi saya sudah perintahkan kepada Menkes untuk segera mendistribusikan vaksin AstraZeneca ke Jawa Timur, dan ke provinsi-provinsi yang lain," kata Jokowi.
Penggunaan vaksin Astrazeneca memang sempat tertunda, selain karena adanya laporan potensi pembekuan darah di sejumlah negara Eropa, juga karena hasil kajian MUI yang menghukuminya haram karena mengandung unsur babi (tripsin). Kendati begitu, MUI tetap membolehkan penggunaan vaksin Astrazeneca dengan asas kedaruratan pandemi.
Pernyataan presiden sejalan dengan keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tidak membeda-bedakan penerima vaksin AstraZeneca. Pernyataan Kemenkes ini merespons rekomendasi MUI agar pemerintah memprioritaskan penggunaan vaksin yang halal semaksimal mungkin untuk umat Islam.
Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, sampai saat ini tidak ada pembagian khusus atau pemisahan kelompok penerima untuk vaksin Astrazeneca. Pembagian khusus yang dimaksud Nadia adalah peluang penggunaan vaksin AstraZeneca untuk daerah-daerah dengan mayoritas penduduk bukan Muslim.
"Enggak lah (dibedakan). Kan (sifatnya) darurat. Tidak ada pembagian khusus tapi diprioritaskan daerah yang sudah mengakselerasi dan sudah membutuhkan untuk perluasan cakupan segera," ujar Nadia kepada Republika, Ahad (21/3).
Fatwa halal
MUI pun disebut akan menerbitkan fatwa kehalalan dan keamanan penggunaan vaksin buatan Inggris, AstraZeneca. Kabar ini disampaikan Ketua Umum MUI Jawa Timur Hasan Mutawakkil Alallah usai mendampingi Presiden Jokowi meninjau vaksinasi massal di Sidoarjo, Senin (22/3).
"Insya Allah MUI sesuai dengan hasil audit LPPOM dan juga hasil musyawarah komisi fatwa hari ini akan memberikan fatwa kehalalan penggunaan AstraZeneca dan keamanan penggunaannya," kata Hasan di Sidoarjo, Senin (22/3).
Selain itu, penggunaan vaksin AstraZeneca untuk program vaksinasi ini juga didukung oleh para ulama dan kiai pengasuh pondok pesantren di Jawa Timur. Para ulama itu, ujar Hasan, sepakat bahwa vaksin AstraZeneca halalan thoyyiban dan aman digunakan untuk vaksinasi.
"Kami berterima kasih apabila para santri juga para ustadz dan ustadzah, hafidz dan hafidzah akan segera diberi vaksin AstraZeneca ini. Dan kami bersyukur mudah-mudahan ini nanti dapat ditiru oleh komponen masyarakat yang lain," kata Hasan.
Hasan menambahkan, penggunaan vaksin AstraZeneca untuk vaksinasi Covid-19 sudah semestinya dilakukan mengingat tujuannya untuk menyelematkan jiwa dan kesehatan masyarakat.
"Tidak ada pemerintah yang akan mencelakakan rakyatnya sendiri," kata Hasan.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap masyarakat tidak lagi mempersoalkan kehalalan vaksin AstraZeneca. Wapres mengacu pada fatwa MUI, meskipun dalam fatwanya berpandangan AstraZeneca haram, tetapi boleh digunakan dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 dengan beberapa catatan.
"Kalau masalah halal tidak halal, saya kira yang sekarang dipersoalkan itu seharusnya pada boleh apa tidak boleh, bukan pada halal atau tidak halal. Sebab halal atau tidak halal pun, MUI bilang boleh," kata Wapres saat meninjau pelaksanaan vaksinasi di Provinsi Lampung, Senin (22/3).
Wapres mengatakan, apalagi jika vaksin pembuatannya tidak mengandung unsur babi dan najis lainnya, maka penggunaannya lebih boleh. Namun demikian, ia menilai semestinya tidak menjadi persoalan karena dikaitkan dengan kondisi kedaruratan pandemi.
"Jadi itu bukan problem menurut saya, karena dia walaupun tidak halal tapi sudah boleh, apalagi kalau ada penjelasan memang itu tidak mengandung unsur babi, artinya bolehnya menjadi lebih boleh," katanya.
Sementara terkait keamanan Astrazeneca, Pemerintah juga telah memastikan AstraZeneca telah aman digunakan. Hal ini untuk menjawab keraguan mengenai laporan kejadian kekentalan darah setelah divaksin AstraZeneca.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Laksono yang turut mendampingi Wapres, mengakui sebelumnya jika ada laporan terkait kekentalan atau pembekuan darah meningkat di beberapa negara.
"Itu kejadian 30 dari lima juta suntikan, tapi 30 kejadian dari lima juta suntikan itu kalau diukur dari angka kekentalan darah yang meningkat itu masih lebih kecil dari angka vaksinasi itu," kata Dante.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan sidang, kemudian diikuti sidang Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Eropa (EMA) menemukan jika tidak ada hubungan peningkatan kekentalan daerah dengan vaksinasi.
"Sidang memperlihatkan ternyata tidak ada hubungan antara peningkatkan kekentalan darah dengan vaksinasi, vaksin astrazeneca masih aman digunakan berdasarkan atas keputusan WHO," ujar Dante.
Dante juga menyingung soal masa berlaku AstraZeneca yang segera habis pada 31 Mei mendatang. Pemerintah mengantisipasinya dengan mempercepat distribusi AstraZeneca yang akan digunakan untuk vaksinasi.
"Kita lakukan percepatan, mulai hari ini sudah didistribusikan dan akan kita gunakan di beberapa daerah," katanya.
Pihak AstraZeneca pada Ahad (22/3, menegaskan bahwa vaksin produksi mereka tidak mengandung bahan babi. Pernyataan ini sekaligus membahtan fatwa haram yang dikeluarkan MUI.
Direktur AstraZaneca Indonesia, Rizman Abudaeri menyatakan dalam sebuah pernyataan resmi, "Dalam semua tahapan proses produksi, vektor vaksin virus tidak menggunakan atau tidak melakukan kontak dengan produk mengandung babi atau binatang lain."