OJK Catat Volume Transaksi Digital Naik 37,35 Persen
Indonesia menempati peringkat empat dalam transaksi jual-beli online.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan volume transaksi digital tumbuh 37,35 persen sepanjang 2020. Hal ini sejalan pola konsumsi dan kehidupan masyarakat yang berubah secara dinamis selama masa pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan sejatinya kenaikan tersebut tidak terlalu mengagetkan, karena Indonesia memiliki potensi yang besar untuk berkembangnya industri digital.
“Transaksi digital yang tumbuh 37,35 persen sepanjang 2020 lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (25/3).
Menurutnya ada beberapa faktor yang bisa terdeteksi dari kenaikan volume transaksi digital. Pertama, Indonesia punya pangsa pasar yang besar untuk industri digital.
“Lebih dari 50 juta rakyat Indonesia merupakan kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class,” ungkapnya.
Kedua, pada populasi ini, penetrasi internet tercatat mencapai sebesar 67 persen dan penetrasi smartphone sebesar 60 persen. Tak hanya memiliki populasi yang sudah matang, Indonesia juga memiliki populasi yang belum tergarap.
OJK mencatat sebanyak 83 juta penduduk yang tergolong dalam unbanked population.
“Populasi ini tentunya menjadi potensi besar yang bisa digarap maksimal oleh industri digital,” ucapnya.
Dari sisi lain, Indonesia berada di peringkat keempat setelah China, Jepang, dan AS dalam hal jumlah penduduk yang melakukan transaksi jual beli online melalui platform e-commerce. Menurut Wimboh, potensi-potensi tersebut juga akan menjadi game changer bagi aktivitas keuangan digital.
"Transformasi digital sektor jasa keuangan juga akan menjadi game changer bagi penyediaan aktivitas keuangan di masyarakat mengingat akses kepada kredit/pembiayaan akan semakin mudah dan terjangkau dari berbagai lokasi termasuk lokasi yang terpencil. Persyaratan administrasi dan dokumentasi lebih mudah dengan jangka waktu pemrosesan yang cepat," ucapnya.