Penjelasan Quraish Shihab Soal Hukum Mencuri Potong Tangan
Tidak semua pencuri otomatis tangannya harus dipotong.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pelanggaran dalam Islam dikenakan hukuman sanksi yang sangat berat. Misal, jika seseorang mencuri akan dikenakan hukum potong tangan.
Namun, benarkah sanksi tersebut dapat dilakukan tanpa perlu memperhatikan ada sejumlah syarat yang berlaku? Ahli Tafsir Alquran Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya berjudul Islam yang Disalahpahami, pihak yang mengecam sanksi tersebut sering melupakan atau mengabaikan syarat-syarat pada terpidana.
Sanksi berat yang ditetapkan dalam Islam semuanya memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi lebih dahulu, bukan saja dalam situasi saat terjadinya pelanggaran. Prof Quraish mengatakan tidak semua pencuri otomatis tangannya harus dipotong.
Sebelum itu, perlu dilihat berapa nilai barang yang dicurinya dan di mana barang itu dicuri. Suatu barang yang diletakkan bukan pada tempatnya, lalu dicuri, maka pencurinya tidak memenuhi syarat dipotong tangannya.
Kemudian, jika pemilik barang memaafkannya, dia dapat memaafkan selama belum sampai ke tangan yang berwenang. Di samping itu, saat berbicara perihal sanksi potong tangan bagi pencuri, Alquran menggunakan kata sâriq (sang pencuri) yang memberi kesan bahwa yang bersangkutan telah berulang-ulang mencuri.
Ini berbeda jika seandainya menggunakan kata yasriq (yang mencuri). Jika makna ini dipahami, maka yang baru sekali mencuri tidak harus dipotong tangannya.
Saat krisis ekonomi berlangsung, sang pencuri dapat terhindari dari sanksi tersebut. Sebagaimana kebijakan Sayyidina Umar r.a. pada masa am ar-ramadah tahun XVIII H. Kala itu, krisis pangan sangat mencekik masyarakat.
Semua syarat yang dijelaskan di atas, ini membuat jatuhnya sanksi potong tangan menjadi amat sangat langka. Terlebih, jika mengatakan kesulitan yang mencekam tidak hanya pada peristiwa yang menyentuh semua masyarakat, tetapi juga yang dapat dialami oleh setiap orang yang benar-benar terpojok.
Hal ini serupa seperti yang pernah diterapkan oleh Sayyidina Umar terhadap sekian sosok buruh yang bekerja pada Ibnu Hathib bin Abi Balta’ah yang kedapatan mencuri. Oleh karena itu, menurut Muhammad Quthub dalam bukunya Syubuhât Haula al-Islam, sepanjang 400 tahun sejak datangnya Islam, hanya enam kali sanksi potong tangan diterapkan.