Lima Tradisi Unik Perayaan Ramadhan Muslim Afrika
Setiap tempat memiliki cara tersendiri dalam merayakan Ramadhan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Muslim di seluruh dunia saat ini sedang merayakan bulan suci Ramadhan setiap tahun. Mereka mengisi bulan ini dengan berpuasa, bersedekah, serta berdoa untuk memperkuat iman mereka.
Semua Muslim yang memiliki badan dan jiwa sehat diwajibkan berpuasa. Di momen seperti ini, setiap daerah memiliki budaya dan sejarahnya sendiri, yang berakar kuat pada perayaan Ramadhan.
Meski dasar atau makna puasa Ramadhan di seluruh dunia sama, namun setiap tempat memiliki cara tersendiri dalam merayakan bulan suci. Berikut beberapa cara unik orang Afrika merayakan Ramadhan.
Town criers
Di Maroko, nafar atau pembawa pesan (town crier) menggunakan pakaian tradisional mereka, gandora, berputar mengelilingi rumah-rumah. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan Muslim tentang awal hari, ketika fajar tiba dengan suaranya yang indah.
Tradisi ini dimulai pada abad ketujuh, ketika seorang sahabat tepercaya Nabi Muhammad SAW berkeliaran di jalan-jalan saat fajar, menyanyikan doa yang harmonis.
Hanya orang yang jujur dan empati dalam komunitas yang dipilih menjadi nafar. Mereka berjalan saat fajar sembari meniup klakson guna membangunkan Muslim untuk makan sebelum fajar atau sahur.
Alunan musik yang manis dan rasa syukur menyelimuti kota selama bulan ini. Pada malam terakhir Ramadhan, seorang nafar mendapat kompensasi atau upah dari komunitas mereka.
Tidak ada ikan sebulan penuh
Selama Ramadhan, umat Islam harus menjauhkan diri dari makan dan minum sampai mereka berbuka puasa. Di Djibouti, setiap Muslim memilih berhenti makan ikan saat Ramadhan karena dipercaya bisa menambah rasa haus saat puasa.
Lentera warna-warni penuh cahaya
Perilaku budaya menyalakan lentera berwarna-warni maupun beraksen rumit memiliki konotasi spiritual dari waktu ke waktu. Di Mesir, lentera melambangkan kegembiraan dan persatuan sepanjang bulan Ramadhan.
Tradisi ini dikaitkan dengan Kekhalifahan Fatimiyah, ketika para pejabat militer menyuruh penduduk setempat memegang lilin dalam bingkai kayu. Cara ini dilakukan dengan tujuan menerangi jalur kekhalifahan saat itu, Al-Muʿizz li-Dīn Allah, saat ia tiba di Kairo pada hari pertama Ramadhan.
Di zaman sekarang, anak-anak menemukan kegembiraan dengan berkeliaran di jalanan bersama fanous atau lentera mereka. Di jalanan, mereka akan meminta permen dan hadiah sambil bernyanyi dengan riang.
Lentera Ramadhan ini berevolusi dari kotak kayu sederhana menjadi lentera yang dirancang dengan baik dan rumit, yang sekarang menyala di seluruh Mesir untuk menyebarkan cahaya dan cinta di bulan Ramadhan.
Pertukaran hadiah
Di Kamerun, tradisi penting selama bulan suci Ramadhan adalah pertukaran hadiah antara pasangan yang telah menikah maupun yang telah bertunangan. Tujuan budaya ini adalah mempererat hubungan mereka sembari bersama-sama memulai perjalanan puasa.
Melihat bulan
Para maan kykers atau pengamat bulan adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk menginformasikan waktu Idul Fitri sudah dekat di komunitas Muslim Afrika Selatan.
Meski Ramadhan telah berakhir di tempat lain di dunia, komunitas Muslim di negara ini akan berkumpul di Cape Town untuk menunggu maan kykers yang memiliki mandat resmi, mengumumkan penampakan bulan baru.
Mereka yang memberikan pengumuman ini harus melihat bulan dengan mata telanjang, pada malam ketika awan cerah. Adapun pengamat bulan ditunjuk oleh dewan peradilan Muslim Afrika Selatan.