Presiden Chad Meninggal Dunia Saat Perang Lawan Pemberontak

Idriss Deby dikenal sebagai presiden yang kerap mengunjungi medan perang

AP
Presiden Chad, Idriss Déby (foto: dok).
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, N'DJAMENA -- Presiden Chad Idriss Deby meninggal dunia saat mengunjungi pasukan militer Chad di garis depan. Presiden yang menjabat selama 30 tahun itu meninggal pada usia 68 tahun.

"Presiden republik, kepala negara, panglima tertinggi angkatan darat, Idriss Deby Itno, baru saja menghembuskan nafas terakhir saat mempertahankan integritas bangsa di medan perang," kata juru bicara militer Azem Bermandoa Agouna dalam pernyataan yang disiarkan televisi dilansir laman Aljazirah, Rabu (21/4).

Angkatan bersenjata Chad mengejutkan negara dengan mengumumkan, bahwa Deby telah meninggal karena luka yang ia derita selama sepekan. Pada pekan lalu, ia memimpin tentara di garis depan melawan pemberontak yang bergerak maju dari utara menuju ibu kota, N’Djamena.

Baca Juga


Anggota Front for Change and Concord in Chad (FACT), sebuah kelompok pemberontak yang berbasis di Libya yang sebagian besar terdiri dari para pembangkang militer, melintasi perbatasan utara dari Libya dan ke Chad pekan lalu.

Pemberontakan terbaru itu dimulai pada hari pemilihan pada 11 April. Deby mencari masa jabatan keenam yang kontroversial dalam pemungutan suara yang diboikot oleh partai-partai oposisi utama.

Putranya yang berusia 37 tahun, Jenderal bintang empat Mahamat Idriss Deby, kini akan memimpin dewan militer transisi selama 18 bulan sebelum pemilihan baru diadakan. Deby meninggalkan istrinya Hinda Deby Itno, yang dinikahinya pada 2005, beserta anak-anak mereka, serta anak-anak dari perkawinan sebelumnya.

Idriss Deby dikenal karena kerap mengunjungi medan perang. Setelah pejuang Boko Haram melancarkan serangan mematikan di pangkalan militer Chad di desa Bohoma pada Maret tahun lalu, presiden terlihat berjalan di tepi Danau Chad, di samping pasukannya. Di medan perang itu, bekas prajurit itu menemui ajalnya.


Berasal dari kelompok etnis Zaghawa, ia dibesarkan di wilayah timur laut Ennedi. Dia bergabung dengan tentara pada awal 1970-an, pada saat Chad dicekam oleh perang saudara yang berkepanjangan. Dia pun menerima pelatihan militer tambahan di Prancis.

Deby naik pangkat menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata dan akhirnya berkuasa dengan mempelopori pemberontakan 1990 yang menggulingkan pemimpin otoriter Hissene Habre, setelah hubungan kedua pria itu memburuk. Dia secara resmi menjabat pada Februari tahun berikutnya, dan kemudian memenangkan pemilihan pada 1996 serta menang lagi pada 2001 sebelum mendorong perubahan konstitusi pada 2018 yang memungkinkannya untuk tetap berkuasa hingga tahun 2033.

"Pernahkah Anda melihat seorang kepala negara mengangkat senjata dan berperang?" ujar Deby dalam konferensi pers tahunan pada 2018. "Anda pikir saya melakukan ini karena saya berani? Karena saya berani? Tidak, saya melakukannya karena saya mencintai negara ini dan saya lebih suka mati di medan perang daripada karena kekacauan dan kesengsaraan turun di negara ini," ujarnya saat itu.



BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler