Membatalkan Puasa Karena Bekerja, Berdosakah?

Pada saat berpuasa di bulan Ramadhan, umat Islam tetap bekerja seperti biasanya.

Antara/ahm
Seorang pekerja berjalan dirangka atap bangunan (Ilustrasi). Pada saat berpuasa di bulan Ramadhan, umat Islam tetap bekerja seperti biasanya.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada saat berpuasa di bulan Ramadhan, umat Islam tetap bekerja seperti biasanya. Namun, terkadang ibadah puasa sangat sulit dikerjakan bagi orang-orang yang mempunyai pekerjaan berat. Karena itu, ia pun terpaksa membatalkan puasanya.

Baca Juga


Lalu bagaimana hukumnya membatalkan puasa karena terpaksa bekerja?

Dalam buku “M. Quraish Shihab Menjawab” dijelaskan bahwa orang yang bekerja di siang hari karena terpaksa sehingga membatalkan puasanya tidaklah berdosa. Namun, dia wajib menggantinya pada hari lain.

Selain itu, menurut dia, tidak dibenarkan juga bagi siapa saja yang tidak memberi kebebasan, atau membebani seseorang dengan pekerjaan sehingga dia tidak dapat melaksanakan ajaran agamanya, baik dari segi undang-undang maupun dari segi pandangan Islam.

Pandangan M Quriash Shihab tersebut senada dengan pandangan  Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam kitab Busyrol Karim tentang orang yang bekerja agak berat dalam keseharian. Syekh Said menjelaskan,

 

“Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.”

Sementara itu, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya yang berjudul Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi’in menjelaskan bahwa ulama membagi tiga keadaan orang sakit. Pertama, kalau misalnya penyakit diprediksi kritis yang membolehkannya tayamum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia diperbolehkan tidak berpuasa.

Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya.

Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayamum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah.

“Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka,” kata Syekh Nawawi al-Bantani.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler