Ini Dampak Pendudukan Israel Terhadap Perekonomian Palestina

Israel mengontrol dua pertiga dari pendapatan pajak Palestina.

AP/John Minchillo
Ini Dampak Pendudukan Israel Terhadap Perekonomian Palestina. Warga berjalan melewati reruntuhan gedung Al Jalaa yang hancur oleh serangan udara Israel, Gaza, Jumat (21/5) waktu setempat. Sejumlah media internasional menempati gedung Al-Jalaa termasuk kantor berita Associated Press yang telah berkantor disana selama 15 tahun.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Saat pendudukan Israel di jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur pada 1967, Israel juga mencaplok pasar Palestina di daerah tersebut demi kepentingan ekonominya. Menurut laporan UNCTAD pada 2019, Israel juga merebutnya dengan cara yang selektif, tidak setara, dan asimetris.

Baca Juga


Padahal, jika menilik ke belakang, tepatnya sebelum 1967, ekonomi di wilayah tersebut sedang berkembang pesat. Saat itu, penghasilan produksi dan pendapatan sangat signifikan dalam menopang pertumbuhan satu juta populasi. Seharusnya, jumlah itu bisa meningkatkan PDB per kapita.

Namun demikian, pada 2004, PDB per kapitanya hanya sekitar 1.349 dolar AS. Jumlah itu menjadikannya sebagai taraf ekonomi menengah ke bawah. Waktu terus berselang, kondisi Palestina semakin di ambang kehancuran ekonomi dan kemanusiaan.

"Prospek ekonomi semakin memburuk sebagai akibat aneksasi di wilayah yang luas di Tepi Barat, dampak ekonomi akibat pandemi, aliran bantuan yang tersendat, dan hilangnya ratusan juta dolar karena Israel," kata laporan UNCTAD dikutip dari Salaam Gateway Ahad (23/5).

Tak sampai di sana, sebelum ada pendudukan Israel, pertanian menjadi komponen terpenting bagi perekonomian Palestina. Sektor itu mempekerjakan sekitar seperempat angkatan kerja dan menyumbang nilai yang besar untuk PDB.

 

 

Sayangnya, saat pendudukan Israel dimulai, rakyat Palestina mulai kehilangan akses pada lebih dari 60 persen tanah mereka di Tepi Barat. Jumlah itu termasuk dua pertiga lainnya dari tanah para penggembala. Dan separuh area budidaya serta 85 persen sumber daya di sekitar Gaza.

Selama pendudukan Israel pula sekitar dua pertiga lahan dengan estimasi 2,5 juta pohon produktif hancur. Menyoal fiskal, estimasi parsial menyatakan kebocoran pendapatan Palestina ke perbendaharaan Israel berada di kisaran 3,6 persen dari PDB atau 17 persen dari total pendapatan publik Palestina.

Jumlah itu, semakin mempersempit pekerjaan yang seharusnya bisa menghasilkan 10 ribu angkatan kerja tambahan per tahun. Lebih parahnya, otoritas Israel mengumpulkan pendapatan pajak perdagangan atas nama otoritas nasional Palestina dan mentransfernya ke PNA (Palestinian National Authority).

"Israel mengontrol dua pertiga dari pendapatan pajak Palestina. Kebocoran fiskal kumulatif dari tahun 2000-2017 diperkirakan mencapai 5,6 miliar dolar AS atau 39 persen dari PDB 2017," ujar laporan UNCTAD.

 

Perekonomian Palestina sudah parah sejak masa lalu, namun demikian, akibat guncangan pandemi Covid-19, ekonomi Palestina di tahun ini diperkirakan semakin tergelincir. Terlebih, ketika warga dan wanita Palestina khususnya harus membayar biaya tambahan karena pendudukan. Hingga April 2020, sebulan pascapandemi merebak, pendapatan fiskal otoritas nasional Palestina turun ke level terendah dalam 20 tahun terakhir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler