Menilik PT TMI yang Disebut Bakal Garap Megaproyek Alutsista
Nama PT TMI mencuat terkait isu proyek pengadaan alutsista senilai Rp 1.760 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro
Nama PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) belakangan mencuat ke publik terkait isu pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang total nilai proyek mencapai angka 124.995.000.000 dolar AS atau sekira Rp 1.760 triliun. Awalnya, PT TMI diungkao oleh pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie dalam sebuah podcast di Youtube, pada pekan lalu.
Pemerintah dikabarkan tengah merancang peraturan presiden (perpres) terkait pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) Kemenhan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Draf perpres yang diungkap Connie, sama dengan yang beredar di kalangan wartawan.
Republika coba menelusuri keberadaan PT TMI. Dalam situs resminya, PT TMI mengeklaim beralamatkan di lantai 1 Ratu Prabu 1 Building, Jalan Letjen T.B Simatupang Jakarta Selatan. Sejak Senin (31/5) pagi, Republika coba menghubungi nomor telepon kantor PT TMI yang tersedia di laman resminya. Namun, usaha telepon berkali-kali tak kunjung diangkat hingga akhirnya Republika tiba di kantor PT TMI.
Dari luar, gedung tempat PT TMI berkantor nampak sepi. Hanya nampak beberapa sepeda motor dan mobil terparkir, salah satunya sedan berplat nomor kendaraan dinas TNI. Sebagian rumput di parkiran terlihat meninggi sekitar 30 cm. Tak ada aktivitas keluar masuk orang ke gedung itu saat Republika coba masuk ke dalamnya.
Di pintu luar gedung, Republika sudah ditanyai keperluannya mendatangi gedung tersebut oleh petugas keamanan berpakaian serba hitam. Republika menyebut sudah coba menghubungi kantor PT TMI untuk keperluan wawancara.
Republika pun diizinkan masuk untuk kembali ditanyai petugas keamanan bagian dalam gedung. Si petugas keamanan lalu nampak menghubungi kantor PT TMI guna menginformasikan kehadiran tamu.
Republika diminta menunggu di lobi Kantor PT TMI terletak di bagian kiri dan kanan lantai 1 gedung tersebut. Logo PT TMI terpampang jelas di atas pintu masuk kantor itu. Tepat di samping pintu masuk kantor PT TMI terdapat alat fingerprint.
Jam demi jam berlalu tanpa ada kepastian diterima bertamu untuk wawancara oleh PT TMI. Nampak hanya satu dua orang lalu lalang di bagian lobi. Mereka berpakaian kemeja putih, celana kain warna hitam dan mengenakan masker. Sebagian dari mereka berbadan tegap. Hanya satu dua orang itu yang terlihat berseliweran di kantor PT TMI.
Petugas keamanan gedung yang tanda pengenalnya di balik sehingga namanya tak diketahui itu mengeklaim PT TMI tengah menerima tamu lain hingga belum ada satu karyawan pun yang menerima kedatangan Republika. Republika coba menunggu hingga tamu lainnya itu keluar kantor PT TMI. Salah satu dari rombongan tamu merupakan warga asing berambut pirang dan berbadan tegap.
Sebanyak empat orang dengan tanda pengenal PT TMI mendampingi rombongan tamu itu keluar gedung hingga menaiki mobil. Dua di antara orang dengan nametag PT TMI itu diperkirakan berusia 50 tahunan. Adapun dua lainnya di kisaran 30 tahunan dan berbadan lebih tegap.
Republika coba menghampiri salah satu di antara mereka guna menanyai kesediaan diwawancara. Seperti halnya si petugas keamanan, tanda pengenal mereka juga di balik hingga namanya tak diketahui.
"Nanti ya tunggu dulu, nanti," kata salah satu orang itu sembari masuk ke dalam kantornya.
Penantian Republika tak ada hasil hingga sekitar pukul 1 siang. Republika terus coba menanyai kesedian diwawancara pada pegawai TMI tiap kali membuka pintu kantor. Namun, lagi-lagi Republika diminta menunggu tanpa ada kepastian. Bahkan ketika ditanyai siapa yang kiranya berkenan menemui Republika juga tak berbalas.
"Belum tahu mas, silahkan tunggu," ucap salah satu orang yang akan masuk ke dalam kantor PT TMI.
Selama menunggu, Republika hanya diizinkan berada di bagian lobby gedung. Republika tak diizinkan menginjakkan satu kaki pun ke dalam kantor PT TMI. Selama menunggu, dua petugas keamanan gedung bersiaga di mejanya di bagian tengah lobby. Kamera keamanan atau CCTV mengarah ke kursi tempat Republika menunggu.
Selama menunggu itu pula, Republika melihat ada satu petugas kebersihan. Dia tengah fokus membersihkan pintu masuk yang berupa kaca transparan. Republika sempat menanyainya mengenai kantor PT TMI.
"Ya di sini enggak begitu ramai karyawannya," kata si petugas kebersihan.
Dari pengamatan Republika untuk sementara ini cukup mengherankan kalau PT TMI diamanahi anggaran Rp 1.760 triliun untuk pengadaan alutsista. Dari segi karyawan dapat diamati jumlahnya begitu sedikit hingga tak ada satu pun karyawan yang bersedia menemui Republika. Lalu lintas karyawan keluar masuk kantor juga amat sepi, hanya satu dua orang yang itu-itu saja.
Republika sebelumnya menerima dokumen rancangan Perpres versi Maret 2021 terkait pemenuhan kebutuhan Alpalhankam Kemenhan dan TNI. Di dalamnya terdapat jumlah biaya rencana kebutuhan (renbut) yang mencapai angka 124.995.000.000 dolar AS atau sekitar Rp 1.780 triliun
Pihak Kemenhan melalui Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, pada Jumat (28/5) telah menyatakan akan memberikan jawaban atas rancangan Perpres tersebut. Namun, hingga Sabtu (29/5) sore jawaban tak kunjung diberikan.
Dalam rancangan Perpres tersebut, pada pasal 3 ayat 1, disebutkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk memenuhi Renbut Alpanhankam Kemhan dan TNI, yakni mencapai 124.995.000.000 dolar AS. Renbut itu sendiri dijelaskan pada pasal 2 disusun oleh menteri untuk lima rencana strategis (Renstra) dari 2020 hingga 2044.
"Menteri menyusun Renbut Alpalhankam Kemhan dan TNI untuk lima Renstra Tahun 2020-2044 yang pelaksanaannya akan dimulai pada Renstra 2020-2024 dan membutuhkan Renstra Jamak dalam pembiayaan dan pengadaannya," bunyi pasal 2 ayat 1 rancangan Perpres itu.
Pada pasal 3 ayat 2, dijelaskan rincian jumlah 124.995.000.000 dolar AS itu, yakni 79.099.625.314 dolar AS untuk akuisisi Alpalhankam, 13.390.000.000 dolar AS untuk untuk pembayaran bunga tetap selama lima Renstra, dan 32.505.274.686 dolar AS untuk dana kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam.
Kemudian, pada pasal 3 ayat 3, disebutkan untuk Renbut tersebut dana yang teralokasi sejumlah 20.747.882.720 dolar AS pada Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun 2020-2024. Pada pasal 3 ayat 4, dijelaskan selisih dari Renbut itu, yakni 104.247.117.280 dolar AS akan dipenuhi pada Renstra Tahun 2020-2024, kurang lebih 2,5 tahun dari sekarang.
"Pendanaan untuk membiayai pengadaan Alpalhankam Kemhan dan TNI dalam Renbut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dibebankan pada anggaran dan pendapatan negara melalui anggaran pinjaman luar negeri," bunyi pasal 6 ayat 1 rancangan Perpres itu.
Pengamat pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, mengaku kaget saat melihat dokumen tersebut. Dia kaget melihat pasal-pasal tersebut memuat dengan detail angka-angka dan harus diselesaikan pada 2024. Dia mempertanyakan asal dari angka-angka tersebut.
"Saya rasanya sering membaca Renstra dalam keterlibatan saya dari 2007 ngurusin pertahanan. Tapi pas saya lihat Rentsra itu saya kaget," ujar Connie dalam sebuah podacast di Youtube yang sudah Republika konfirmasi, Sabtu (29/5).
Connie juga menyoroti terkait penggunaan dana tersebut yang akan dilakukan sampai 2024. Sementara, proses pembayaran utang dan bunganya dihitung hingga lima kali Renstra atau hingga 2044 mendatang. Anggaran tersebut juga ia lihat tidak jelas akan dibelikan alutsista apa saja.
"Pertanyaan saya sederhana saja, ini anggaran pertahanan sebesar ini dalam tiga tahun kita mau beli apa? Mau perang ke mana? Alutsista apa yang mau kita bikin?" jelas dia.
Dalam podcast itu, Connie juga mengungkap sebuah surat berkop Kemenhan yang ditandatangani Menhan Prabowo Subianto. Diketahui berdasarkan isi surat itu, Prabowo mempercayakan PT TMI sebagai perusahaan bentukan Kemenhan untuk mengurus semua proyek pengadaan alutsista.
Politikus Partai Gerindra Yan Permenas Mandenas membantah isu yang mengatakan bahwa Menhan Prabowo Subianto menunjuk PT TMI untuk menangani proyek pengadaan alutsista senilai Rp 1,7 kuadriliun. Dia menilai, isu tersebut sengaja dilontarkan oleh pihak yang merasa bisnisnya terganggu.
"Saya pikir itu isu yang dikembangkan karena tentunya ada persaingan bisnis yang mungkin oleh kompetitor-kompetitor lain merasa tidak mendapatkan porsi dan terganggu dengan adanya isu tersebut," kata Yan dikutip Selasa (1/6).
Dirinya menduga, isu tersebut coba diolah oleh pihak tertentu dengan menitipkan persoalan-persoalan tersebut melalui politisi-politisi atau pengamat-pengamat tertentu untuk melakukan komentar di media seakan-akan menteri pertahanan melakukan kesalahan dalam menunjuk perusahaan-perusahaan tertentu. "Sebenarnya nggak ada sama sekali," ucapnya.
Sebaliknya, anggota Komisi I DPR itu menegaskan, selama ini Prabowo melakukan evaluasi total terhadap berbagai macam kegiatan Kemenhan yang ditangani oleh swasta. Ketua umum Partai Gerindra itu justru dinilai melakukan penataan di Kementerian Pertahanan supaya lebih tertib serta memberikan kualitas yang baik dalam setiap pembelanjaan alutsista.
"Sehingga, ke depannya tidak terjadi lagi pemborosan anggaran dan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran. Itu sebenarnya tujuannya," ucapnya.
Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon menanggapi soal rancangan peraturan presiden (perpres) terkait pengadaan alutsista oleh Kemenhan lewat utang luar negeri sebesar Rp 1,7 kuadriliun. Ia meminta Menhan Prabowo Subianto menjelaskan secara terbuka terkait rencana tersebut.
"Kita minta pak menhan menjelaskan detail itu dan kita berharap rapatnya juga terbuka sehingga yang melalui media bisa disampaikan kepada rakyat Indonesia jangan nanti ada yang bertanya ada apa itu dan sebagainya yang semuanya terbukalah itu tadi," kata Effendi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/5).
Tadinya, pada rapat kerja pada Senin, Effendi ingin meminta penjelasan Prabowo terkait rencana pengadaan alutsista tersebut. Namun, politikus PDIP itu menyayangkan sikap ketua umum Partai Gerindra itu yang tak hadir dalam rapat hari ini.
"Apa saja sih, seperti apa sih arsiteknya, seperti apa desainnya yang itu yang ingin kita tanya apa, tapi kan Pak Menhannya enggak hadir ya jadi sebatas penjelasan dari Pak Wamen," ujarnya.
DPR mengagendakan kembali rapat dengan Kemenhan pada Rabu (2/6). Ia berharap Prabowo bisa hadir dalam rapat tersebut.
"Jangan bias ada multitafsir ada isu-isu, kita tentu berpikiran positif dulu lah bahwa TNI kita sebagai komponen utama memerlukan modernisasi total di matra darat, laut, dan udara tentu Ini membutuhkan terobosan yang luar biasa," ujar Effendi.
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Letjen TNI M Herindra belum mau berbicara banyak soal rancangan perpres terkait pemenuhan kebutuhan (alutsista). Terkait anggaran pengadaan alutsista yang disebut-sebut membutuhkan anggaran sebesar Rp 1.750 Triliun, menurutnya hal tersebut masih sebatas rencana.
"Baru rencana, baru rencana," kata Herindra di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (31/5).
Dirinya mengatakan, rancangan perpres tersebut dipersiapkan untuk pemenuhan alutsista di tiga matra TNI, yaitu TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU). Dirinya enggan menjelaskan lebih lanjut saat ditanya terkait sistem pembiayaan pengadaan alutsista itu.
"Nanti baru kita anu lah, baru kita pikirkan nanti gimana," ujarnya.
Herindra mengeklaim Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tidak akan meminta penambahan anggaran belanja alutsista. Selama ini anggaran belanja alutsista masih 0,8 persen dari GDP.
"Kita minta itu saja, enggak akan ada kenaikan anggaran secara signifikan itu saja, sama saja. Nanti skemanya saja yang berbeda, tapi anggaran tetap," ucapnya.