Komnas: Kami Berhak Memanggil Siapa Pun yang Melanggar HAM
Hal ini dilakukan agar permasalahan pelanggaran HAM bisa diselesaikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan, berhak memanggil siapa pun untuk dimintai keterangan terkait pelanggaran HAM. Hal ini berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Kami hanya memanggil dan minta keterangan dari pihak yang telah melanggar HAM. Itu hak kami. Kami belum simpulkan ya hanya minta keterangan kepada pihak tersebut. Hal ini dilakukan agar permasalahan pelanggaran HAM bisa diselesaikan," katanya dalam konferensi pers secara daring di Youtube Humas Komnas HAM, Rabu (9/6).
Dia menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan Komnas HAM berhak memanggil siapa pun di negara ini. Komnas HAM berhak mendapatkan keterangan di mana pun dan siapa pun. Dengan demikian, dia mengharapkan kerja sama dalam pihak mana pun yang telah melanggar HAM.
"Ya, seperti proses penyelidikan dugaan pelanggaran HAM pada tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK. Kami memanggil pimpinan KPK hanya minta keterangan saja, belum menyimpulkan. Biar permasalahan ini ada solusinya," kata dia.
Dia menambahkan, adapun tugas Komnas HAM yaitu memastikan sebuah peristiwa harus terang secara fakta serta melakukan pemanggilan pihak yang melanggar HAM untuk dimintai keterangan. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah antarberbagai pihak.
"Kami akan melakukan penyelidikan secara objektif dengan mengedepankan aspek imparsialitas dan independensi. Kami memanggil untuk mendengarkan keterangannya. Bukan untuk menyimpulkan. Sekali lagi kami akan membantu untuk memberikan informasi secara benar dan sesuai fakta," kata dia.
Sebelumnya diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu menyingkirkan 75 pegawai berintegritas, semisal penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.
Para pegawai TMS ini kemudian melaporkan proses pelaksanaan TWK ke Komnas HAM karena memiliki sejumlah keganjilan hingga sejumlah pertanyaan yang dianggap melanggar ranah privat. Selain itu, para pegawai ini juga melaporkan pimpinannya ke sejumlah pihak dari mulai Dewan Pengawas KPK hingga Ombudsman RI.