Legislator: Cabut Penerapan Pajak Pendidikan dari RUU KUP
Legislator meminta pemerintah cabut penerapan pajak pendidikan dari RUU KUP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Zainuddin Maliki, menyikapi rencana pemerintah menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen bagi sekolah atau jasa pendidikan lainnya. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di masyarakat.
Zainuddin menjelaskan, dalam pasal 4A ayat (3) draft RUU KUP tersebut, pendidikan dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenai PPN yang berarti pendidikan sengaja dijadikan obyek pajak baru. "Jika pungutan pajak juga merambah ke dunia pendidikan, tentu harus ditolak," kata Zainuddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/6).
Zainuddin menambahkan, dalam pasal 7 ayat (4) RUU KUP dinyatakan tarif pajak PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Penerapan pajak itu dinilai berbau kapitalistik yang bertentangan dengan jiwa Pancasila.
"Disarankan pemerintah cabut usulan memungut PPN terhadap jasa pendidikan dari RUU KUP," ucap anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI dari Fraksi PAN itu.
Dirinya mengungkapkan hak untuk mendapatkan pendidikan sudah tertuang dalam pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pemerintah diperintah oleh undang-undang Dasar 1945 untuk membiayai khususnya pendidikan dasar. "Bukan justru memungut pajak pendidikan dari rakyat," tegasnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu mengatakan, di satu sisi masyarakat tidak akan mendapat layanan pendidikan yang lebih baik dari pada layanan yang diberikan pemerintah tahun 2021. Pasalnya pagu anggaran pendidikan tahun 2022 dikurangi lebih Rp 10 Trilyun, dari Rp 83,5 Triliun pagu 2021 tinggal Rp 73,08 Triliun pada pagu indikatif 2022.
"Kalau tidak bisa memberi layanan lebih baik jangan pula menambah beban pajak pendidikan kepada rakyat," ucapnya.