Penyelidik KPK Sebut Kepala BKN Konyol
Semua tahu kalau TWK pegawai KPK ini diselenggarakan oleh BKN.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rieswin Rachwell menilai, aneh pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana yang mengaku sudah tidak memiliki data hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) para pegawai lembaga antirasuah.
"Jadi, pernyataan pak Bima ini konyol dan sekaligus tidak menjaga marwah BKN. Kami semua tahu kalau TWK ini diselenggarakan oleh BKN. Tes diselenggarakan di Kantor BKN, menggunakan fasilitas BKN, dan pada kop surat tes tertulis adalah logo dan nama BKN," kata Rieswin saat dihubungi, Rabu (23/6).
Padahal, kata dia, Kepala BKN pernah mengklaim pihaknya memiliki bukti, data, profil, rekaman, dan petunjuk lainnya sebagai hasil asesmen untuk memutuskan 75 pegawai KPK tidak lulus uji. Oleh karenanya, Rieswin merasa heran Bima tiba-tiba menyebut datanya rahasia dan datanya ada di instansi lain.
"Kartu ujian juga dari BKN, ketentuan perundang-undangan juga memberikan wewenang kepada BKN. Yang menyerahkan hasil TWK juga BKN saja. Artinya, BKN merasa memiliki wewenang dan harusnya BKN berwenang dan bertanggung jawab atas hasil TWK itu," kata dia.
Namun, Rieswin mengaku, tak heran dengan gelagat Bima yang tiba-tiba berubah. Sebab, sebelumnya, penyelenggaraan TWK ini sudah janggal mengingat dokumen nota kesepahaman dibuat secara mundur, serta proses munculnya TWK dan penganggarannya juga muncul tiba-tiba.
"Dalam pengalaman pekerjaan kami--dalam penanganan tindak pidana korupsi--hal-hal di atas, seperti surat backdate, revisi anggaran mendadak, ini adalah salah satu indikasi adanya perbuatan melawan hukum," kata dia.
Rieswin juga menilai, BKN selama ini tidak transparan dalam melaksanakan TWK itu. Hal ini tentu membuat publik bertanya, apa sebenarnya yang disembunyikan dan tujuan dari penyelenggaraan TWK.
"Tes ini wewenangnya ada di BKN. BKN seharusnya malu jika BKN selaku penyelenggara tes malah menjadi tidak berwenang atas hasil tes ini," kata dia.
Tak Miliki Data Hasil TWK
Pada Selasa (22/6) kemarin, Kepala BKN, Bima Haria Wibisana mengatakan, pihaknya sudah tidak memiliki data hasil TWK para pegawai KPK. Menurut Bima, hasil TWK telah diberikan ke KPK dalam bentuk hasil secara kumulatif dan bukan data perseorangan masing-masing individu.
"BKN menerima hasil TWK, hasilnya kumulatif semuanya, hasilnya dalam dokumen bersegel, saat ini hasil sudah di KPK, BKN sudah tidak punya dokumen itu," kata Bima di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6).
Perihal data yang pernah disinggung oleh Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang menyebut akan berkoordinasi dengan BKN, Bima menekankan, bahwa data hasil TWK bersifat kumulatif dan agregat. Sehingga, data yang diminta pegawai KPK tidak ada di dalam data hasil TWK yang diberikan BKN kepada KPK beberapa waktu lalu.
Data yang diminta oleh para pegawai KPK itu, kata Bima, berada di Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Yang diminta adalah hal-hal yang tidak ada dalam dokumen itu, karena ini dokumennya bersifat agregat, bukan detail orang per orang. Kalau kami minta, maka kami akan minta pada pemilik instrumen data-data itu karena instrumen tidak di kami. Kalau Indeks Moderasi Bernegara-68 ada di Dinas Psikologi AD, profilingnya di BNPT,” ungkapnya.
Bima mengaku, sempat berkomunikasi dengan Dinas Psikologi AD dan BNPT. Kedua lembaga itu mengatakan bahwa hasil asesmen yang dipegangnya bersifat rahasia.
“Dinas Psikologi AD mengatakan berdasarkan ketetapan Panglima TNI itu rahasia, saya tanya BNPT kalau profiling bisa diminta enggak, ini profiling didapatkan dari suatu aktivitas intelijen sehingga menjadi rahasia negara,” ujar Bima.
“Jadi saya sampaikan ini menurut Dinas Psikologi AD dan BNPT rahasia. Jadi bukan saya yang menyampaikan rahasia tapi pemilik informasi itu. Karena saya sebagai asesor mempunyai kode etik, kalau menyampaikan yang rahasia bisa kena pidana,” tambah dia.
Bima menambahkan, meskipun bersifat rahasia, informasi tersebut masih bisa dibuka bila adanya putusan pengadilan. Sebab dengan putusan pengadilan, pihak-pihak pelaksana dari masing-masing institusi tidak dinyatakan bersalah.
“Apakah bisa dibuka? Ya bisalah. Semua informasi di Indonesia ini bisa dibuka kalau ada ketetapan pengadilan supaya orang-orang yang memberi informasi ini tidak disalahkan,” ujar Bima.
Komnas HAM menargetkan akhir bulan ini dapat merampungkan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam proses TWK. Oleh karenanya, Komnas HAM membuka pintu kepada para pihak untuk memberikan klarifikasi.
"Kami ingin selesai awal bulan ini atau awal bulan depan, "kata Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam.
Anam memastikan, saat ini Komnas HAM sudah mendapat titik terang dari sejumlah dokumen dan keterangan para saksi. Menurutnya, berbagai instrumen itu sudah cukup dalam merangkai kesimpulan terkait aduan 75 pegawai KPK yang diberhentikan oleh proses TWK.