India dan Negara Lain Pakai Ivermectin untuk Covid-19?

India disebut menggunakan Ivermectin untuk pasien Covid-19.

EPA-EFE/ROLEX DELA PENA
Obat Ivermectin untuk manusia sempat didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin juga disebut telah didistribusikan di Kudus, Jawa Tengah, untuk mengobati Covid-19. BPOM menegaskan masih melakukan kajian penggunaan Ivermectin.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari terakhir, pengguna media sosial dan aplikasi percakapan instan ramai menyebarkan khasiat Ivermectin untuk Covid-19. Penjual obat di marketplace pun turut mempromosikannya, lengkap dengan panduan aturan minumnya.

Mereka yang menggaungkan penggunaan Ivermectin menyebut, obat itu di India telah digunakan untuk pasien Covid-19. Faktanya, Ivermectin tidak lagi digunakan di negara yang berada di ambang gelombang tiga Covid-19 tersebut.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (DJCK) Kementerian Kesehatan Serikat dan Kesejahteraan Keluarga India telah mengeluarkan revisi pedoman yang memerintahkan penghentian penggunaan Ivermectin dan Doxycycline dalam pengobatan Covid-19. Dalam pedoman baru, semua obat, kecuali antipiretik dan antitusif, disingkirkan untuk kasus tanpa gejala dan ringan.

Sementara itu, pedoman DGHS memosisikan Remdesivir sebagai obat cadangan yang disetujui penggunannya di bawah Izin Penggunaan Darurat hanya berdasarkan bukti ilmiah terbatas secara global. Remdesivir hanya digunakan pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dengan gejala sedang/berat dan membutuhkan tambahan oksigen dalam waktu 10 hari sejak timbulnya penyakit.

"Dokter disarankan untuk sangat berhati-hati dalam menggunakan Remdesivir karena ini hanya obat percobaan yang berpotensi membahayakan," demikian pernyataan DGHS pada 7 Juni 2021, dikutip dari laman India Today, Rabu (23/6).

Selain Hydroxychloroquine, Ivermectin, dan Doxycycline, seng (zinc) dan multivitamin yang sebelumnya diresepkan oleh dokter untuk pasien Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan juga dicoret. Dalam kasus tanpa gejala, pedoman yang direvisi mengatakan, orang tidak memerlukan obat.

Dalam kasus pasien dengan gejala ringan, kementerian merekomendasikan pemantauan mandiri untuk demam, sesak napas dan saturasi oksigen (SpO2). Lalu, penggunaan Tocilizumab secara off-label dan steroid hanya bisa diberikan bagi pasien Covid-19 yang parah dan sakit kritis.

Baca Juga


Bagaimana penggunaan Ivermectin di negara lain, termasuk Indonesia?

Aturan Ivermectin di Indonesia

Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa data hasil uji klinik penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 hingga saat ini belum tersedia. Ivermectin belum dapat disetujui digunakan untuk keperluan pengobatan Covid-19.

Menurut siaran informasi di laman resmi BPOM yang dikutip pada Rabu (23/6), penggunaan Ivermectin tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, seperti nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson. BPOM pun menyerukan warga tidak membeli Ivermectin tanpa resep dokter.

Masyarakat diminta membelinya di fasilitas pelayanan kefarmasian resmi, seperti apotek dan rumah sakit jika mendapat resep dari dokter untuk menggunakan obat itu. Warga pun harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu jika hendak menggunakan obat Ivermectin.

Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Mengenai khasiat Ivermectin untuk pengobatan pasien Covid-19, BPOM menjelaskan, hal itu masih perlu dibuktikan melalui uji klinik.

Di Indonesia, uji klinik sedang dilakukan di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit. BPOM akan memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian tersebut serta melakukan pembaruan informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 melalui komunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan badan otoritas obat negara lain.

"Jika masyarakat memperoleh obat ini bukan atas petunjuk dokter diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakannya," demikian imbauan BPOM dalam siaran informasi di laman resminya.

Ivermectin di negara lain
European Medicines Agency (EMA) pada Maret 2021 menyimpulkan bahwa data yang ada tidak menunjang penggunaan iIermectin untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19 di luar uji klinis yang dirancang dengan baik. EMA di laman resminya menyebut, sejauh ini Ivermectin tidak diizinkan untuk Covid-19 di Uni Eropa.

Di Amerika Serikat, Food and Drugs Administration (FDA) belum menyetujui penggunaan Ivermectin untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19 pada manusia. Dalam publikasi di laman resminya pada 5 Mei, FDA mengingatkan, konsumsi dosis tinggi obat antiparasit ini sangat berbahaya.

Bahkan, dalam dosis yang disetujui pun Ivermectin dapat berinteraksi dengan obat lain, seperti pengencer darah. Overdosis Ivermectin  dapat menyebabkan mual, muntah, diare, hipotensi (tekanan darah rendah), reaksi alergi (gatal-gatal), pusing, ataksia (masalah dengan keseimbangan), kejang, koma, dan bahkan kematian.

Sementara itu, Departemen Kesehatan dan BPOM Filipina pada 30 April menegaskan pihaknya tidak merekomendasikan penggunaan Ivermectin mengingat tidak cukupnya bukti ilmiah untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19. Sebelumnya, enam rumah sakit sempat diizinkan menggunakannya untuk pasien Covid-19.

Menteri Kesehatan Francisco T. Duque III pun mengkhawatirkan bahaya penggunaan Ivermectin secara mandiri. Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pengobatan mandiri dan sembarangan menggunakan produk yang berpotensi berbahaya tersebut, dikutip dari doh.gov.ph, Rabu (23/6).


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler