Kata Terakhir Ali bin Abi Thalib dan Pengakuan Sang Pembunuh

Ali bin Abi Thalib dibunuh Ibnu Muljam saat hendak sholat Subuh

NET
Ali bin Abi Thalib dibunuh Ibnu Muljam saat hendak sholat Subuh. Ali bin Abi Thalib. (ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat kekhalifahan Rasyidin yang mati syahid pada tahun 40 Hijriyah, dan itu adalah tahun yang sulit bagi umat Islam. Kesyahidan Sayyidina Ali ini telah diceritakan Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Al-Bidayah wan Nihayah. Ia mengingatkan proses terjadinya pembunuhan sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW itu.

Baca Juga


Menurut Ibnu Katsir, Sayyidina Ali saat itu dihadapkan dengan berbagai masalah. Orang-orang Irak tidak setuju dengannya, dan mereka tidak mau bergabung dengan Sayyidina Ali sebagai khalifah. 

Selain itu, masalah penduduk Syam juga semakin memburuk, dan mereka mengklaim bahwa pemerintahan adalah milik Muawiyah bin Abu Sufyan, gubernur Syam.

Saat kekuatan penduduk Syam semakin bertambah, semakin lemah pula arogansi rakyat Irak. Setelah Ali setuju untuk melakukan arbitrase dengan Muawiyah bin Abu Sufyan pada saat Pertempuran Shiffin (657), sebuah pemberontakan terjadi terhadap Ali yang dilakukan beberapa anggota tentaranya, yang kemudian dikenal sebagai Khawarij (mereka yang keluar).

Mereka membunuh beberapa pendukung Ali, tetapi mereka dihancurkan pasukan Ali pada Pertempuran Nahrawan pada Juli 658. Salah satu sejarawan, Ibnu Jarir menyebutkan pada suatu hari telah berkumpul tiga orang Khawarij. Mereka adalah Abdurrahman bin Muljam, Burak bin Abdullah, dan Ibnu Bakr At-Tamimi. Mereka berkumpul dan mendiskusikan pembunuhan saudara-saudara mereka dari kaum Nahrawan.

Menurut ketiga orang itu, bahwa pada saat itu telah terjadi kekacauan di kalangan umat Islam. Dan, yang menjadi pangkal kekacauan itu adalah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash.

Kemudian, ketiga orang Khawarij itu mengenang korban-korban kawan mereka sesama Muslim yang mati ketika berperang antara kubur Ali dengan Muawiyah. Menurut mereka, tak ada gunanya hidup padahal orang-orang yang mati itu adalah orang-orang yang taat beribadah dan taat kepada Allah.

Karenanya, ketiga orang Khawarij ini ingin mengorbankan diri mereka untuk kebaikan umat. Dan, mereka berencana memerangi Ali, Muawiyah, dan Amru sehingga keadaan umat bisa kembali tenang, menurut mereka.

Ibnu Muljam berkata,  "Saya membunuh Ali!"

Burak berkata, "Saya membunuh Muawiyah!"

Ibnu Bakr berkata: "Saya membunuh Amr bin Ash!"

Mereka pun bersepakat atas nama Allah, tidak ada yang akan mangkir dan mundur sebelum maksud membunuh ketiga orang sahabat Nabi Muhammad itu terbunuh. Mereka ambil pedang masing-masing dan diberi racun. Mereka bersepakat untuk melaksanakan aksinya pada malam 17 Ramadhan.

Burak tak berhasil melancarkan misinya. Saat ia menunggu Muawiyah untuk pergi sholat di masjid Syam, ia hanya menusuk bagian pinggang Muawiyah, bukan perutnya. Burak pun ditangkap dan kemudian dibunuh.

Sementara, Ibnu Bakr telah menunggu di bilik mihrab berselimut kain supaya bisa menikam Amr yang sedang sholat. Tetapi, ternyata Amr mewakilkan imam kepada orang lain yang bernama Kharijah.  Ketika Kharijah yang sholat, Ibnu Bakr bakar menikamnya sehingga membuatnya tewas. Dan, Amr bin Ash yang ditujunya berhasil lolos.

Adapun Ibnu Muljam, ia pergi ke Kufah. Ketika ia sedang duduk di antara sekelompok Bani al-Rabbab, mereka mendiskusikan pembunuhan mereka pada hari Nahrawan. Kemudian datang seorang wanita berparas cantik yang bernama Qatham binti Syajnah.

Ibnu Muljam pun jatuh cinta pada wanita yang saudara dan ayahnya meninggal di Nahrawan tersebut. Namun, Qatham hanya setuju untuk menikah dengannya jika saja ia bisa membunuh Ali. 

Disepekati tim pembunuh Ali ada tiga yaitu Ibnu Muljam, Wirdan, dan Syubaib. Mereka sudah berada di gerbang masjid tempat Ali keluar. Ketika Ali muncul, orang-orang bergegas bangun utuk sholat shubuh. Ali pun membangunkan mereka. “Sholat-sholat.”

Lalu tiba-tiba, Syubaib menebasnya dengan pedang dan dia tersungkur, kemudian Ibnu Muljam menebas pundak ali hingga darahnya mengucur di jenggot. Akhirnya, Ibnu Muljam pun berhasil menikam Ali di Masjid Agung Kufah.

Dan ketika Ibn Muljam memukulnya, ia berkata, “Tidak ada penghakiman kecuali untuk Allah, bukan untukmu, hai Ali, atau untuk sahabatmu,” dan dia mulai membaca firman Allah: 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

 

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Mahapenyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al Baqarah ayat 207).     

 

Ali menyuruh menangkap Ibnu Muljam. Wirdan sempat lolos tetapi ia dipergoki pria dari Hadramaut yang lantas membunuh Wirdan. Hanya Syubaib yang berhasil lolos.  Ibnu Muljam ditangkap dan dibawa ke Ja’dah bin Hubairah bn Abi Wahab, lalu umat melanjutkan sholat subuh, dan Ali pun kemudian dibawa ke rumah. 

Ibnu Muljam dihadapkan ke Ali dengan tangan diborgol, lalu terjadilah percakapan antara Ali dan Ibnu Muljam.

Ali, “Wahai musuh Allah, bukankah aku sudah berbuat baik kepadamu?   

Ibnu Muljam, “Iya benar.”

Ali, “Apa yang mendorongmu berbuat demikian?

Ibnu Muljam, “Aku sudah mempersiapkannya 40 hari, dan aku meminta Allah agar membunuh makhluk terburuknya.”

Ali, “Aku tidak melihatmu kecuali akan dibunuh, dan aku tidak melihatmu, kecuali seburuk-buruk makhluk-Nya.”

Ali, “Jika aku meninggal, maka bunuhlah Ibnu Muljam, jika aku masih hidup, aku tahu bagaimana memperlakukannya.”

Jundub bin Abdullah, “Wahai amirul mukminin, jika Engkau meninggal apakah kami harus membaiat Al Hasan?

Ali, “Aku tidak menyuruh dan tidak mencegah kalian demikian. Kalian yang lebih paham.” 

Ketika mendekati ajal, Ali banyak melafazkan kalimat tauhid dan bukan lainnya. Riwayat lain menyebut Ali membaca Surat Al Zalzalah.    

Sebelum meninggal, Ali berwasiat kepada Al Hasan dan Al Husain dengan takwa kepada Allah, zakat, menahan marah, silturahim, bijak menghadapi orang bodoh, memperdalam agama, konsisten dalam perkara, berpegang teguh pada Alquran, bertetangga yang baik, amar makruf nahi mungkar, menjauhi kekejian. 

Ali juga berwasiat menjaga saudara keduanya yaitu Muhammad bin Al Hanafiyah, dan berwasiat agar mereka saling menjaga. Wasiat itu ditulis dalam catatan wasiat Ali.

Sumber: youm7

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler