Klaim Dokter Lois dan Jawaban Dharma Pongrekun

Bareskrim Polri memilih tidak melakukan penahanan meski dokter Lois tersangka.

Tangkapan layar
Tangkapan layar profil akun Twitter dr Lois Owien, dokter umum yang kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial soal Covid-19.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Zainur Mashir Ramadhan, Febrianto Adi Saputro, Rr Laeny Sulistyawati

Meski ditetapkan sebagai tersangka, dokter Lois Owien akhirnya tidak ditahan oleh Bareskrim Polri. Pada Selasa (13/7) Owein diperbolehkan pulang oleh penyidik setelah sempat diamankan oleh Unit V Tindak Pidana Siber Ditkrimsus Polda Metro Jaya pada Ahad (11/7).

"Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, hal ini juga sesuai dengan konsep Polri menuju Presisi yang berkeadilan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi dalam keterangannya, Selasa (13/7).

Baca Juga



Menurut Slamet, Lois juga memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya selaku dokter atas fenomena pandemi Covid-19. Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid-19 disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien.

"Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," jelas Slamet.

Slamet mengatakan, Lois juga mengakui opini yang dipublikasikan di media sosial, membutuhkan penjelasan medis. Namun, hal itu justru bias karena di media sosial hanyalah debat kusir yang tidak ada ujungnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kata Slamet, didapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan, tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti.

"Pernyataan terduga selaku orang yang memiliki gelar dan profesi dokter yang tidak memiliki pembenaran secara otoritas kedokteran. Dalam klarifikasi dokter Lois, ia mengakui bahwa perbuatannya tidak dapat dibenarkan secara kode etik profesi kedokteran," terang Slamet.

Namun, menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Polisi Agus Andrianto, proses hukum dokter Lois tetap berjalan. Opini Lois yang diunggah di media sosial menimbulkan kegaduhan di masyarakat dinilai dapat berdampak pada terhambatnya penanganan wabah penyakit di Tanah Air.

"Kasus tetap diproses, jadi tersangka sesuai dengan pasal yang disangkakan," kata Agus Selasa (13/7).

Lois dikenakan Pasal 28 ayat (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan/atau Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984, dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Lois, kata Agus, sebagai tersangka untuk tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), dan/atau tindak pidana menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dan/atau tindak pidana dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, dan/atau tindak pidana menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap.

"Sedangkan dia (Louis) mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Agus.

Selain membuat pernyataan kontroversial terkait Covid-19, dokter Lois Owien juga pernah mengeklaim mendapat dukungan dari sejumlah nama jenderal Polri dan TNI. Di antaranya adalah Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komjen Polisi Dharma Pongrekun.

Di Twitter, Lois kerap sesumbar pandangannya mendapat dukungan Dharma dan pejabat lainnya. Namun saat dikonfirmasi, apakah Dharma juga memberikan perlindungan hukum terhadap Lois, ia menegaskan bahwa dirinya bukan siapa-siapa.

"Saya bukan siapa-siapa, saya hanya rakyat biasa kok," tegas Dharma saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (14/7).

Dalam pernyataan Lois sebelumnya, dia menuding bahwa korban meninggal karena positif Covid-19, terjadi karena interaksi antarobat alih-alih akibat virus corona. Dia menyebut di media sosialnya, jika dirinya tidak mempercayai Covid-19. Bahkan, dalam pengakuannya di acara TV swasta, dia juga tidak pernah mengenakan masker.

"Intinya (saya) ungkap kebenaran, saya kebal hukum. Termasuk Pak Dharma (Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara/BSSN) juga saya lindungi,’’ katanya.

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, berharap kasus dokter Lois tidak terulang dan menjadi pembelajaran semua pihak.

"Ini menjadi proses pelajaran dan pembelajaran kepada semuanya baik akademisi, politisi, pengamat, tokoh masyarakat berhati-hatilah berkomentar,  berhati-hatilah menyampaikan pendapat," kata Rahmad kepada Republika, Rabu (14/7).

Rahmad mengingatkan kepada siapa saja untuk bisa mempertanggungjawabkan setiap pendapat yang disampaikan ke publik baik dari sisi keilmuan maupun hukum. Hal itu penting agar tidak menimbulkan kebingungan dan diskusi yang kontraproduktif di masyarakat.

"Efeknya tentu protokol kesehatan menjadi abai kemudian, semakin sulit penanganan Covid-19 ketika banyak pihak yang menyampaikan pendapat tidak bisa dipertanggungjawabkan dari sisi keilmuan, sisi akademis dan dari sisi hukum. Sekali lagi ini menjadi pelajaran yang sangat berharga siapapun yang berkomentar untuk lebih berhati-hati," ungkapnya.

Politikus PDIP tersebut enggan mengomentari terkait materi hukum pada kasus Dokter Lois. Namun ia mendukung langkah kepolisian untuk melakukan tindakan tegas terhadap pihak yang dinilai menghambat penanganan Covid-19.

"Kita dukung sebelumnya kepolisian siapa pun yang melanggar terhadap undang-undang penanggulangan penyakit menular ya silakan saja ditegakkan tanpa pandang bulu," ungkapnya.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta masyarakat mencari informasi dari dokter yang berkompeten menangani Covid-19. PB IDI juga berharap kasus dokter Lois bisa menjadi pembelajaran masyarakat untuk mencari informasi dari yang terpercaya.

"Tolong masyarakat mencari informasi atau referensi yang memang berkompeten. Kalau bicara dokter, artinya dokter yang menangani Covid-19," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Muhammad Adib Khumaidi saat berbicara di konferensi virtual FMB9, Selasa (13/7).

Terkait kasus Lois, ia menegaskan surat tanda registrasinya sebagai dokter sudah tidak aktif sejak 2017 lalu. Bahkan, dia melanjutkan, keanggotaan Lois di IDI juga tidak aktif.

Sehingga, dia melanjutkan, informasi yang disampaikan Lois tidak berbasis secara ilmiah. Terlepas dari proses hukum yang dilakukan aparat, Adib menegaskan ada proses etik yang akan pihaknya lakukan. Proses ini sebagai tanggung jawab organisasi untuk melakukan pembinaan kepada anggotanya.

"Jika ada informasi yang disampaikan oleh anggota IDI yang bisa menimbulkan keresahan bagi masyarakat, maka ini jadi tanggung jawab kami untuk melakukan klarifikasi sekaligus melakukan pembinaan anggota tersebut," ujarnya.

 

Hoaks Vaksin dan Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler