Minuman Manis Bikin Orang Rentan Alami Kanker Kolorektal?
Kasus kanker kolorektal meningkat pada orang dewasa muda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi tentang perempuan dan diet menemukan bahwa kanker kolorektal meningkat pada kelompok dewasa yang lebih muda. Meskipun para peneliti masih belum yakin alasannya, studi itu menunjukkan minuman manis mungkin berperan.
Dilansir laman The Indian Express, Kamis (15/7), tingkat kanker kolorektal pada orang yang lebih muda dari 50 tahun telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Dibandingkan dengan orang yang lahir sekitar 1950, mereka yang lahir sekitar tahun 1990 memiliki risiko dua kali lipat terkena kanker usus besar dan empat kali lipat berisiko kanker dubur.
Sementara itu, penjualan minuman manis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Persentase kalori yang dikonsumsi dalam minuman manis meningkat secara dramatis antara tahun 1977 hingga 2001.
Selama rentang waktu itu, angka konsumsi minuman manis meningkat dari 5,1 persen dari total kalori yang dikonsumsi menjadi 12,3 persen di antara usia 19-39. Angkanya meningkat dari empat persen menjadi 10,3 persen di antara anak-anak berusia 18 tahun ke bawah.
Pada 2014 lalu, meski angka-angka itu telah turun, tujuh persen kalori yang dikonsumsi oleh orang Amerika secara keseluruhan masih berasal dari minuman manis. Studi baru ini yang diterbitkan dalam jurnal medis Gut meneliti hubungan antara kanker kolorektal dan minuman manis pada 94.464 perempuan perawat teregistrasi yang terdaftar dalam studi kesehatan prospektif jangka panjang antara tahun 1991 dan 2015, ketika mereka berusia 25-42 tahun.
Mereka juga mengamati 41.272 perawat yang melaporkan asupan minuman manis mereka pada usia 13-18 tahun. Studi ini juga mencermati asupan minuman ringan, minuman olahraga, dan teh manis, serta jus buah seperti apel, jeruk, jeruk bali, dan prune.
Selama rata-rata 24 tahun masa tindak lanjut, mereka menemukan 109 kasus kanker kolorektal di antara para perawat. Namun, mereka menemukan, risiko absolut untuk kanker usus besar pada orang yang lebih muda masih kecil.
Akan tetapi, dibandingkan dengan perempuan yang minum rata-rata kurang dari satu porsi 236 ml minuman manis dalam sepekan, mereka yang minum dua porsi atau lebih memiliki risiko penyakit lebih dari dua kali lipat.
Setiap porsi tambahan minuman manis meningkatkan risiko sebesar 16 persen. Satu porsi sehari pada masa remaja dikaitkan dengan risiko 32 persen lebih tinggi, dan mengganti minuman manis dengan kopi atau susu rendah lemak menyebabkan penurunan risiko relatif 17 persen hingga 36 persen. Mereka tidak memiliki data tentang kopi yang ditambahkan dengan gula.
Tidak ada hubungan antara konsumsi jus buah atau minuman dengan pemanis buatan dengan kanker kolorektal onset dini. Analisis dikendalikan untuk berbagai faktor yang dapat memengaruhi risiko kanker usus besar, termasuk ras, indeks massa tubuh, penggunaan hormon menopause, merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik.
Penulis senior studi tersebut, Yin Cao, seorang profesor bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis, mengatakan bahwa masalah metabolisme, seperti resistensi insulin dan kolesterol tinggi, serta peradangan di usus dapat memainkan peran yang lebih besar sebagai penyebab kanker pada populasi yang lebih muda daripada pada orang tua. Namun, mekanisme potensial yang tepat belum ditentukan.
"Satu hipotesis adalah bahwa peningkatan berat badan menyebabkan peningkatan risiko. Tetapi kami mengendalikan obesitas. Namun, itu mungkin salah satu hal yang berkontribusi. Dalam penelitian pada tikus, sirup jagung fruktosa tinggi telah ditemukan berkontribusi terhadap risiko kanker terlepas dari obesitas," kata dia.
Dia melanjutkan, ini adalah pertama kalinya minuman manis dikaitkan dengan kanker kolorektal onset dini. Oleh karenanya, penelitian ini masih perlu direplikasi.
Meski demikian, para peneliti dan dokter harus menyadari faktor risiko kanker yang diabaikan ini pada usia yang lebih muda. "Ini adalah kesempatan untuk meninjau kembali kebijakan tentang bagaimana minuman manis dipasarkan, dan bagaimana kami dapat membantu mengurangi konsumsi," kata Cao.