DPR Minta Pemerintah Seimbang Sektor Kesehatan dan Ekonomi

Masa pandemi telah memperburuk ekonomi Indonesia, penanganannya harus prioritas

Pixabay
Virus Covid-19 (ilustrasi)
Rep: Novita Intan Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pro dan kontra mengenai kebijakan revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan semakin bergulir. Pihak pro revisi lantang menyerukan perubahan revisi PP 109 agar segera dijalankan untuk mengoptimalkan pengendalian tembakau. Sedangkan pihak kontra tegas menolak revisi karena dinilai memberikan dampak signifikan bagi keberlanjutan industri hasil tembakau (IHT) yang telah memberikan kontribusi besar bagi negara.

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, keputusan merevisi aturan rokok dinilai sejumlah pihak kurang tepat. Dari satu sisi, perang melawan Covid-19 belum usai. Bahkan tidak main-main, untuk memutus penyebaran varian baru, baru-baru ini pemerintah melakukan langkah taktis dengan memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat mulai 3-20 Juli 2021. Ekonomi Indonesia diprediksi melambat, dunia usaha menjadi tidak stabil dan kebijakan pemerintah yang dinilai kurang berpihak pada kalangan akar rumput.

Menanggapi situasi ini Anggota Komisi IV DPR Mindo Sianipar menyatakan kebijakan ini tidak berpihak kepada petani. “Betul arahnya merugikan petani tembakau,” tegas Mindo dalam keterangan tulis, Jumat (16/7).

Menurutnya masa pandemi telah memperburuk ekonomi Indonesia, maka itu percepatan penanganannya harus menjadi prioritas utama. “Revisi PP 109 tidak urgen saat ini,” ucapnya.

Sementara itu, Bambang Purwanto anggota komisi IV DPR fraksi Demokrat berpendapat revisi PP 109 akan berdampak pada penghasilan masyarakat, sehingga berpotensi menjadi masalah baru bagi pemerintah. Dia juga menyoroti monitoring dan sosialisasi peraturan yang ada, sehingga dampaknya lebih maksimal.

“Harus disikapi dengan hati-hati, cermat dan cerdas. Saat ini kan belum ada pada masyarakat, harus masif dan komprehensif, kalau program yang dijalankan setengah-setengah maka tidak berpengaruh itu. Harusnya sosialisasi dari tingkat puskesmas ke tingkat dinas, itu harus digalakkan,” ucapnya.


Anggota Komisi IV dari fraksi Golkar Firman Soebagyo yang melihat revisi PP 109 sebagai agenda besar LSM internasional untuk melemahkan sektor komoditi unggulan Indonesia. Dia menyatakan Indonesia merupakan negara yang berdaulat, sehingga negara harus hadir untuk melihat situasi dan kondisi rakyatnya.

“Apa artinya kalau industri hasil tembakau ini kemudian dimatikan dan tenaga kerjanya akan PHK? Indonesia itu adalah negara yang berdaulat, maka kita tidak serta merta bahwa harus menjalankan apa yang menjadi kemauan LSM internasional, apalagi agenda mereka jelas merugikan dan mengganggu kepentingan nasional karena LSM ini juga ada agenda-agenda terselubung dalam masalah persoalan IHT,” katanya.

Firman melihat kesehatan memang penting namun kebijakan pemerintah harus berimbang dan mempertimbangkan berbagai macam sektor. Oleh karena itu terkait revisi PP 109, bentuk kehadiran negara harus memberikan rasa adil, memberikan kepastian hukum kepada rakyatnya yang memberikan kepastian lapangan pekerjaan dan membutuhkan peningkatan kesejahteraan hasil tembakau dan hasil dari bekerja di pabrik rokok.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler