PBB Kecam Pengusiran Tujuh Pejabatnya oleh Ethiopia

PBB mengutuk Ethiopia yang memutuskan mengusir tujuh pejabat senior PBB

AP/Nariman El-Mofty
Orang-orang Tigray yang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray Ethiopia, tiba dengan bus di kamp pengungsi Umm Rakouba di Qadarif, Sudan timur, Kamis, 26 November 2020.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - PBB mengutuk Ethiopia yang memutuskan mengusir tujuh pejabat senior PBB yang dituduh campur tangan internal negara itu. PBB kemudian menyatakan keprihatinan bagi 5,2 juta orang di wilayah Tigray yang sangat membutuhkan bantuan mendesak karena kekurangan gizi yang meningkat.

Juru bicara hak asasi manusia PBB Rupert Colville mengatakan rencana mengusir kepala tim pelapornya di Ethiopia adalah langkah yang sangat serius. Menurutnya, skala pengusiran dari tujuh orang di tiga lembaga sangat jarang terjadi dan belum pernah terjadi sebelumnya.

"Kami cukup bersatu di seluruh PBB bahwa ini bukan situasi yang dapat diterima," kata Colville. Kementerian Luar Negeri Ethiopia tidak menanggapi permintaan komentar tentang pengusiran tersebut. Ethiopia sebelumnya membantah memblokir bantuan makanan.

Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Jens Laerke mengingatkan tentang bencana kelaparan di wilayah Tigray. "Sangat penting operasi kemanusiaan terus berlanjut dan memang demikian," ujarnya di Jenewa pada Jumat (1/10). "Hingga saat ini tidak ada indikasi bahwa (keputusan Ethiopia) menghentikan operasi," ujarnya menambahkan.

Pengusiran anggota senior PBB diumumkan pada Kamis (30/9) malam, dua hari setelah kepala bantuan PBB mengingatkan bahwa blokade bantuan pemerintah kemungkinan memaksa ratusan ribu orang di Tigray kelaparan. Kecaman internasional atas situasi kemanusiaan di Ethiopia juga semakin berkembang.

Amerika Serikat mengancam sanksi terhadap pihak mana pun yang menghalangi bantuan ke Tigray. Seperti diketahui wilayah Tigray telah terperosok dalam konflik selama hampir 11 bulan. "Sangat penting operasi kemanusiaan terus berlanjut," kata Laerke.

Menurutnya, situasi saat ini sangat kritis. Dia mencatat 79 persen wanita hamil dan menyusui di Tigray didiagnosis dengan malnutrisi akut. Mereka diskrining pekan lalu. Hanya sekitar 11 persen dari truk yang dibutuhkan untuk membawa makanan yang menyelamatkan jiwa telah memasuki Tigray sejak pertengahan Juli. Melimpahnya konflik ke wilayah tetangga Amhara dan Afar berarti kebutuhan kemanusiaan dan pengungsian juga meningkat.

Baca Juga


sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler