Komisi II: Pilkada tak Diundur ke 2025
Doli mengaku khawatir revisi UU Pilkada bakal lama untuk mengubah jadwal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pihaknya telah mendengar usulan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) diundur ke awal 2025. Ia menegaskan, pihaknya tetap mengikuti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kami dari awal menyepakati, walaupun terjadi perubahan tanggal Pilkada harus mengubah undang-undang. Karena undang-undang itu tertulis pilkada serentak nasional 2024 dilaksanakan November 2024," ujar Doli di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/10).
Ia menjelaskan, jika mengundur pelaksanaan Pilkada ke 2025 akan merevisi UU Pilkada. Namun, Komisi II sebisa mungkin untuk tidak mengubah undang-undang mengingat waktu yang diperlukan tidaklah sebentar.
"Kami sebisa mungkin kalau bisa kita hindari tidak bicara revisi undang-undang, kan lebih bagus. Makanya kami menawarkan exercise ulang tanpa memundurkan jadwal pilkada," ujar Doli.
Demi mengurangi beban KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024, Komisi II menawarkan lima hal agar hal tersebut dapat dikurangi. Pertama, mekanisme waktu sengketa pemilu yang dipersingkat.
Dalam aturan yang ada, mekanisme sengketa pemilu diselesaikan selama 85 hari. Namun berdasarkan pengalaman Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), hal tersebut dapat selesai dalam 28 hari.
"Makanya kami akan koordinasikan dengan MA dan MK, kalau bisa selesai dalam 20 hari kan berarti ada space 60-an hari ya. Artinya masih longgar," ujar Doli.
Kedua adalah mengurangi masa kampanye pilkada. Selanjutnya adalah pengadaan logistik pemilu yang dinilainya dapat dipersingkat, sebab selama ini kendalanya tender lama, barang, dan transportasi.
Keempat adalah penggunaan Sistem Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara (SIREKAP). Menurut Komisi II, pemanfaatan rekapitulasi elektronik dapat mengurangi beban KPU.
"Terakhir soal database kependudukan, kami dari awal meminta pemerintah melalui Kemendagri agar pemerintah membangun sistem data kependudukan yang terpadu, terintegrasi, sistematis, dan valid," ujar Doli.
"Sehingga nanti memudahkan KPU menyusun DPT, tidak ada lagi coklit-coklit. Karena data terintegrasi," lanjut Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.