AS Hentikan Bantuan Dana Darurat ke Sudan

Kudeta oleh militer telah merusak transisi pemerintahan Sudan pasca-Omar Bashir.

Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah
Militer Sudan (ilustrasi)
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengentikan bantuan dana darurat ke Sudan setelah militer melakukan kudeta. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan,  Washington akan mengevaluasi seluruh hubungannya dengan Khartoum kecuali negara itu kembali ke jalur transisi menuju demokrasi.

“Amerika Serikat menghentikan bantuan senilai 700 juta dolar AS dalam alokasi bantuan dana darurat untuk mendukung ekonomi Sudan, dana itu dimaksudkan untuk mendukung transisi demokrasi negara tersebut, dan kami mengevaluasi langkah selanjutnya untuk program Sudan,” kata Price, dilansir Aljazirah, Selasa (26/10).
 
Militer Sudan membubarkan pemerintah transisi pada Senin (25/10) pagi dan mengumumkan keadaan darurat. Militer menangkap Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan beberapa anggota kabinetnya, serta pejabat sipil lainnya.

Baca Juga


Sejak jatuhnya pemimpin Sudan Omar al-Bashir pada 2019, Hamdok memimpin pemerintahan transisi dalam perjanjian pembagian kekuasaan dengan militer. Price mengatakan, AS mengutuk tindakan militer Sudan.

Dia mengatakan, penangkapan pejabat pemerintah sipil dan pemimpin politik lainnya, telah merusak transisi negara ke pemerintahan sipil yang demokratis. Price memperingatkan bahwa, tindakan militer tersebut akan mempengaruhi hubungan bilateral antara Khartoum dan Washington.

Hubungan antara AS dan Sudan telah memanas selama dua tahun terakhir. Tahun lalu, AS menghapus Sudan dari daftar sponsor negara terorisme, dan kedua negara memulihkan hubungan diplomatik.  Pemerintah transisi juga setuju untuk menormalkan hubungan dengan Israel dalam perjanjian yang ditengahi oleh AS.

Ketika ditanya apakah pengambilalihan militer akan mempengaruhi keputusan untuk menghapus Sudan dari negara sponsor daftar teror dan aspek lain dari pemulihan hubungan? Price menjawab, “Tentu saja berpotensi. Seluruh hubungan kami dengan entitas ini di Sudan akan dievaluasi."

Utusan Khusus AS untuk Tanduk Afrika, Jeffrey Feltman bertemu dengan para pemimpin militer dan sipil Sudan selama akhir pekan. Namun Price membantah bahwa pemerintah AS memiliki informasi bahwa militer Sudan akan melakukan kudeta. Price menambahkan bahwa pertemuan Feltman dengan pejabat Sudan adalah bagian dari perjalanan rutinnya ke wilayah tersebut.

"Kami tidak diberi tahu tentang ini (kudeta). Jelas, tindakan seperti ini adalah sesuatu yang akan ditentang oleh Amerika Serikat, dan sekarang dilakukan," ujar Price.

Beberapa anggota parlemen AS dari kedua partai besar mengutuk kudeta militer di Sudan. Mereka mendesak militer untuk membebaskan para pemimpin sipil. “Saya dengan tegas mengutuk segala upaya untuk menggagalkan transisi Sudan menuju demokrasi, dan tindakan apa pun untuk menindak mereka yang berdemonstrasi secara damai menentang kudeta yang diklaim ini,” kata Pemimpin Mayoritas Dewan Demokrat Steny Hoyer dalam sebuah pernyataan.

Sementara, Ketua Komite Urusan Luar Negeri House of Representative, Gregory Meeks, mengatakan, tindakan militer telah merusak transisi Sudan menuju demokrasi, dan mengancam kemajuan menuju perbaikan hubungan dengan AS.

Pentagon juga menggemakan kekhawatiran yang sama. Juru bicara Pentagon John Kirby menyerukan kepada militer Sudan untuk membebaskan pemimpin sipil tanpa syarat, dan mengembalikan semua warga sipil yang ditahan. "Kami juga meminta pasukan keamanan Sudan untuk menghormati hak rakyat, untuk memprotes secara damai," ujar Kirby.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler