KLHK Sita Kayu Ilegal dari Cagar Biosfer di Riau
Mereka mengangkut kayu ilegal dengan tidak dilengkapi surat sah.
REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Tim Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatra dan Komando Resor Militer 031/Wirabimau menyita kayu ilegal jenis meranti dan campuran sebanyak 18 meter kubik yang diduga berasal dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkuk KLHK Sustyo Iriyono di Pekanbaru, Selasa (26/10) mengatakan, pihaknya juga menahan tiga supir truk yakni HD, S dan HS, serta dua kernet JH dan OS yang saat ini telah dibawa di Kantor Seksi II Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatra, Pekanbaru. "Mereka mengangkut kayu ilegal dengan tidak dilengkapi surat sah," kata Sustyo.
Dia menjelaskan, penangkapan itu memanfaatkan laporan pengaduan dari masyarakat adanya penebangan ilegal di dalam Cagar Biosfer Giam Siak Kecil di Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis. Tim Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatra bersama Korem 031/Wirabima selanjutnya mengamankan satu truk membawa kayu ilegal tanpa dilengkapi surat sah pada Ahad (24/10).
Setelah melalui pengembangan, kemudian pada Senin (25/10), tim kembali menahan dua truk juga mengangkut kayu ilegal. Tim menduga kayu-kayu ilegal itu juga berasal dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. "Kami sudah mengidentifikasi kegiatan ilegal di dalam kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Kami akan terus memberantas kegiatan ilegal di kawasan konservasi dan akan menjerat penebang, pembawa dan pemodal atau aktor intelektualnya," katanya.
Sementara, Kepala Balai Penegakkan Hukum KLHK Wilayah Sumatra Subhan berjanji penyidiknya akan melanjutkan memeriksa supir dan kernet untuk mengungkap keterlibatan pihak lain, terutama jaringan peredaran kayu ilegal.
Penyidik Ditjen Gakkum KLHK akan menjerat para pelaku peredaran kayu ilegal dengan Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Jo Pasal 12 Huruf e dan/atau Pasal 88 Ayat 1 Huruf a, Jo Pasal 16 Undang-Undang No 18 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Jika terbukti, para pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Pihaknya juga kerap meminta masyarakat tidak menebang pohon sembarangan untuk diambil kayunya. Karena hal itu melanggar hukum dan merusak lingkungan di dalamnya.