Terapi Monoklonal Manjur Cegah Covid-19 Parah-Kematian

Di banyak negara, obat antibodi monoklonal telah diberikan untuk pasien Covid-19.

AP
Obat eksperimental Covid-19 berbasis antibodi dari Regeneron diberikan kepada Donald Trump saat mantan presiden AS itu positif Covid-19.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapi monoklonal mampu mengurangi penyakit parah dan kematian pada orang berisiko tinggi yang terinfeksi varian delta SARS-CoV-2 hingga 100 persen. Kemanjuran terapi monoklonal itu terungkap dalam studi pertama di dunia yang dilakukan oleh AIG Hospitals melalui Asian Healthcare Foundation bersama Centre for Cellular & Molecular Biology-Hyderabad dan Institute of Life Sciences, University of Hyderabad.

Dari 285 orang peserta penelitian, lebih dari 98 persen di antaranya diidentifikasi terkena serangan varian delta. Studi memperlihatkan bahwa 75 persen pasien yang mendapat terapi monoklonal memiliki hasil tes RT-PCR (reverse transcription-polymerase chain reaction) negatif pada hari ketujuh.

Baca Juga


Sementara itu, 78 persen pasien sembuh dari gejala klinis Covid-19 seperti demam, batuk, dan lainnya pada hari ketujuh. Mereka mendapatkan terapi monoklonal yang terdiri dari campuran Casirivimab 600 mg dan Imdevimab 600 mg.

Dalam studi diterbitkan di jurnal peer-review, International Journal of Internal Medicine, itu tampak tidak ada peserta penelitian yang mengembangkan penyakit parah atau meninggal. Di samping itu, tidak ada peningkatan penanda inflamasi pada pasien yang menyebabkan penyakit parah.

Selama masa tindak lanjut, tidak ada pasien yang melaporkan gejala pasca-Covid. Aktivitas penetralan terapi monoklonal tampak serupa di galur (strain) asli Wuhan dan varian delta.

"Hasilnya mencengangkan dan akan membantu mengarahkan pembentukan kebijakan kesehatan masyarakat untuk pengobatan Covid-19, terutama pada individu berisiko tinggi, mereka yang berusia di atas 60, atau bahkan di bawah 60 tetapi dengan diabetes, hipertensi, obesitas, ibu hamil, orang dengan penyakit kronis. Semua akan sangat diuntungkan," kata D Nageshwar Reddy, Ketua Rumah Sakit AIG, di Hyderabad, dilansir Times Now News, Kamis (4/11).


Menurut Reddy, penelitian tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa  terapi monoklonal dapat sepenuhnya menghentikan perkembangan penyakit Covid-19 ketika diberikan pada waktu yang tepat. Rumah Sakit AIG dan institusi penelitiannya, Asian Healthcare Foundation, membuat konsep, merancang, dan mendanai penelitian ini.

infografis Molupiravir jadi obat covid 19 - (republika)

Para pasien direkrut dari Klinik Demam di Rumah Sakit AIG. Pusat Biologi Seluler dan Molekuler sebagai unit Council of Scientific and Industrial Research terlibat dalam pengurutan genom galur virus yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi dan mengonfirmasi varian delta.

Institut Ilmu Hayati, Universitas Hyderabad menguji aktivitas penetralan koktail monoklonal terhadap varian delta di lab mereka. Meskipun tampak manjur untuk pasien berisiko parah, para dokter tidak menganjurkan pemberiannya pada setiap pasien Covid-19.

Dalam keterangannya terdahulu, Reddy mengungkapkan bahwa Asian Institute of Gastroenterology melakukan salah satu studi terbesar di dunia untuk mengungkap efektivitas campuran antibodi monoklonal dosis tunggal terhadap varian delta yang sangat menular. Saat itu, 40 pasien Covid-19 diberikan obat tersebut.

"Dalam 24 jam, mereka sembuh dari gejala klinis, mulai dari demam, lemah, dan lainnya," kata Reddy.

WHO setujui dua obat arthritis untuk perawatan pasien Covid-19. - (Republika)

Mengutip studi lain dari Amerika Serikat, Reddy menyebut antibodi monoklonal efektif terhadap varian Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan. Saat itu, belum ada peneliti lain yang mengujinya terhadap varian delta seperti studi yang dilakukan pihaknya.

"Setelah sepekan, SARS-CoV-2 tidak lagi terdeteksi pada seluruh pasien yang kami analisis, hasil RT-PCR 100 persen mengonfirmasikannya," kata Reddy.

Sementara itu, uji klinis menunjukkan pengobatan antibodi monoklonal buatan Regeneron mampu mengurangi rawat inap Covid-19 dan kematian sekitar 70 persen di Amerika Serikat. Bahkan, saat diberikan pada orang yang lebih berisiko, antibodi monoklonal mampu mengurangi gejala sekitar 80 persen.

"Seiring meningkatnya rawat inap, kami di sini memiliki terapi yang dapat mengurangi gejala Covid-19," kata William Fales MD, direktur medis dari Departemen Kesehatan dan Divisi Layanan Kemanusiaan Layanan Gawat Darurat dan Trauma Amerika Serikat, dikutip dari laman Web MD.

Sementara itu, dokter penyakit menular di University of Michigan, Lindsay Petty, menjelaskan, antibodi monoklonal mampu bekerja seperti antibodi yang dibuat tubuh dalam melawan virus. Bedanya, antibodi ini hanya mampu dibuat perusahaan farmasi, seperti Regeneron.

Petty menyebut, saat mengikat lonjakan protein, antibodi itu mampu memblokir virus yang memasuki sel-sel tubuh. Dengan begitu, antibodi monoklonal mampu menangkal virus langsung setelah terinfeksi.

Antibodi monoklonal awalnya memang hanya bisa digunakan melalui infus. Namun, berdasarkan penelitian terbaru, obat antibodi itu juga bisa diberikan melalui suntikan ke perut.

"Konsumen harus tahu bahwa Regeneron (berfungsi) melawan varian Delta," kata David Wohl MD, ahli penyakit menular di University of North Carolina.

Petty mengatakan, antibodi monoklonal bisa diberikan kepada siapapun sedini mungkin agar semakin efektif dalam mengobati atau mencegah Covid-19. Pemberiannya akan sangat efektif dalam empat hingga lima hari pertama gejala.

Oleh sebab itu, Petty menyarankan agar melakukan tes sesegera mungkin jika melihat adanya gejala Covid-19 yang muncul. Jika ada gejala, Petty menyarankan untuk langsung menghubungi dokter mengenai antibodi monoklonal.

Kendati demikian, antibodi monoklonal itu, menurut Petty, tidak bisa diberikan pada pasien yang mengalami gejala setelah 10 hari. Terapi antibodi monoklonal menarik minat peneliti dunia setelah dipakai Donald Trump saat mantan presiden Amerika Serikat itu positif Covid-19.

Pada akhir Oktober lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan penggunaan koktail antibodi monoklonal produksi perusahaan bioteknologi AS Regeneron dan dipasarkan oleh raksasa farmasi Swiss Roche sebagai obat Covid-19 untuk pasien tertentu. Obat dengan merek dagang Regen-Cov dan Ronapreve itu terbukti mengikat protein lonjakan SARS-CoV-2, menetralkan virus, dan mencegahnya menginfeksi lebih banyak sel.

Dalam rekomendasinya, WHO menyebut, campuran Casirivimab dan Imdevimab tersebut ditujukan untuk pasien yang berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Selain itu, mereka antibodi monoklonal dapat diberikan bagi pasien yang sakit parah tanpa antibodi alami.

Regeneron telah mendapat otorisasi penggunaan darurat di AS. Selain itu, AS juga menyetujui Sotrovimab 500 mg.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia juga telah menyetujui antibodi monoklonal Regdanvimab dagang Regkirona produksi Dexa Group untuk perawatan pasien Covid-19. Regdanvimab juga telah mendapat persetujuan Otoritas Obat Eropa (European Medicines Agency).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler