Langkah Indonesia untuk Menuju Endemi Covid-19

Ahli Epidemiolog jabarkan hal-hal yang diperlukan Indonesia untuk menuju endemi.

Prayogi/Republika.
Ahli Epidemiolog jabarkan hal-hal yang diperlukan Indonesia untuk menuju endemi.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menuju endemi COVID-19, Indonesia perlu menerapkan beberapa hal. Epidemiolog menyatakan, penerapan protokol kesehatan 3M dan 3T (tes, tracing, treatment), ditambah vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok menjadi syarat wajib apabila Indonesia ingin mengarah pada status endemi COVID-19.

Baca Juga


"Tentu saja yang harus dilakukan basic control, 3M an 3T itu adalah pengendalian dasar secara internasional," kata Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/11).

Dia menekankan agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan dengan sabun, sebagai upaya pencegahan penularan virus selama belum tercipta kekebalan kelompok di masyarakat. Sementara itu, dari sisi pemerintah, tetap terus melakukan tes COVID-19 kepada orang yang diduga terinfeksi, melakukan pelacakan kontak erat, melakukan perawatan bagi pasien yang mengalami gejala sedang hingga berat untuk mencegah terjadinya pemburukan yang bisa menyebabkan kematian.

Masdalina juga mengatakan, program vaksinasi juga harus tetap digencarkan agar cakupannya mencapai 70 hingga 80 persen dari populasi agar tercipta kekebalan kelompok. Indonesia harus konsisten mengendalikan kasus COVID-19, termasuk menjaga angka perawatan di fasilitas kesehatan dan kematian tetap rendah jika ingin beralih status dari pandemi menjadi endemi.

Indonesia harus melaporkan kepada WHO bahwa indikator jumlah kasus, positivity rate, perawatan, serta kematian tetap rendah dan terkendali. Penyebaran kasus COVID-19 di Indonesia bisa disebut terkendali dinilai dari indikator-indikator tersebut yang dipertahankan dari waktu ke waktu.

Untuk menjadi endemi, sebelumnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) harus lebih dulu mencabut status pandemi menjadi epidemi. Suatu epidemi atau wabah penyakit dikatakan sebagai pandemi apabila setengah dari negara yang ada di dunia terinfeksi wabah penyakit tersebut. Setelah status pandemi dicabut oleh WHO dan menjadi epidemi, perubahan ke status endemi tinggal terkait waktu dengan periode tiga tahun berturut-turut dengan pengendalian yang terukur.

"Jika suatu penyakit berada di satu wilayah dalam jumlah yang tinggi, selama tiga periode waktu berturut-turut dan sudah ada teknologi untuk mengendalikannya, sebenarnya sudah menjadi endemi," kata Masdalina.

Sebagai contoh, wilayah timur Indonesia merupakan wilayah endemi malaria dikarenakan tingginya kasus penyakit yang ditularkan oleh nyamuk anopheles dan tidak pernah selesai. Namun, penyakit malaria di timur Indonesia dapat dikendalikan dengan berbagai metodologi pengendalian yang dilakukan secara terukur oleh pemerintah Indonesia.

Wilayah timur Indonesia tidak lagi disebut sebagai endemi malaria apabila sudah tidak ada lagi kasus penyakit menular tersebut. Oleh karena itu apabila WHO telah mencabut status pandemi, Indonesia bisa menjadi wilayah endemi COVID-19 apabila melewati masa periode di mana kasusnya terkendali dengan stabil selama tiga periode waktu berturut-turut.

"Endemi itu terkait dengan waktu, periode waktunya itu adalah tiga tahun berturut-turut, tetapi tentu statement pandemi itu harus dicabut dulu oleh WHO untuk bisa masuk ke kondisi endemi," kata Masdalina.

Apabila saat status pandemi dari WHO sudah dicabut namun Indonesia masih belum bisa mengendalikan kasus COVID-19 secara stabil, artinya masih ada lonjakan kasus yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, penyakit COVID-19 masih menjadi epidemi di wilayah Indonesia. Kriteria epidemi adalah jika terjadi peningkatan dua kali lipat atau lebih suatu kasus penyakit dibandingkan dengan periode waktu sebelumnya. Periode waktu bisa dalam kurun minggu, bulan, atau tahun.

 

 

Vaksinasi

Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, terdapat lima provinsi yang memiliki cakupan vaksinasi dosis lengkap di bawah rata-rata angka nasional. "Capaian vaksinasi dosis lengkap secara nasional saat ini adalah 35,5 persen," kata Wiku Adisasmito saat menyampaikan keterangan pers di YouTube BNPB yang diikuti dari Jakarta, Kamis (4/11).

Provinsi dengan cakupan vaksinasi dosis lengkap yang masih di bawah angka nasional adalah Lampung 20,76 persen, Sulawesi Utara 28,81 persen, Sulawesi Tenggara 20,31 persen, Maluku Utara 17,5 persen, dan Papua 17,56 persen. Satgas mencatat sebanyak 76.687.750 warga Indonesia sudah menerima dua dosis vaksin COVID-19 pada Kamis ini. 

Jumlah warga yang telah divaksinasi dosis kedua bertambah sebanyak 858.560 orang. Jumlah warga yang mendapatkan vaksin dosis pertama juga mengalami penambahan sebanyak 876.343, menjadikan total penerima dosis pertama menjadi 122.852.096 orang. 

Sebanyak 1.150.748 tenaga kesehatan telah mendapat vaksin dosis ketiga. Pemerintah masih menargetkan 208.265.720 warga Indonesia untuk bisa mendapatkan dua dosis penyuntikan vaksin COVID-19 agar dapat membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).

"Untuk itu saya mohon kepada seluruh gubernur serta wali kota dan bupati untuk tidak lengah di tengah kondisi yang terkendali. Baca data dan memahami situasi wilayah masing-masing penting untuk terus dilakukan secara konsisten, tidak hanya pada saat kasus mengalami lonjakan, namun juga saat kasus melandai," katanya.

 

Menurut Wiku tren penurunan kasus COVID-19 di Tanah Air sejak Agustus 2021 perlu terus dipertahankan, baik melalui ketaatan terhadap protokol kesehatan, peningkatan pelacakan kasus hingga vaksinasi.


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler