Dibekap Krisis, Aksi Kriminalitas Merebak di Afghanistan

Ada lebih dari 40 penculikan pengusaha di Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa

EPA-EFE/STRINGER
Seorang Taliban berjaga di luar rumah sakit militer, sehari setelah ledakan bom dan serangan militan ISIS, di Kabul, Afghanistan, Rabu (3/11/2021). Ada lebih dari 40 penculikan pengusaha di Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa. Ilustrasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID,  KABUL – Afghanistan sedang dibekap krisis multidimensi. Sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus lalu, perekonomian negara tersebut merosot. Harga barang-barang melonjak dibarengi dengan kelangkaan uang tunai. Pengangguran pun merebak.

Di tengah krisis tersebut, kasus kejahatan serius meningkat tajam. Di ibu kota Kabul, penculikan dan pemerasan telah menjadi hal lumrah. Anggota Taliban bahkan dilaporkan bersedia menjadi pembunuh bayaran demi memperoleh uang sebab mereka tak memperoleh gaji.

“Menculik seseorang dikenakan biaya dua ribu dolar AS dan untuk membunuh dimintai bayaran lima ribu dolar AS,” ungkap mantan pejabat keamanan Afghanistan yang memantau dengan cermat gelombang kejahatan di negara tersebut dikutip dari laman Foreign Policy, Kamis (11/11).

Dia tak menampik kejahatan dan kemiskinan sangat tinggi. “Taliban tidak keluar untuk menghentikannya. Bukannya mereka tidak mampu menahan kejahatan itu, mereka adalah bagian darinya,” ujarnya.

Baca Juga


Sejumlah warga Kabul mengatakan geng berkeliaran di jalan-jalan di kota tersebut. Mereka mencegat dan merampok orang secara acak. Orang-orang bersenjata menyetop mobil dan menggasak harta milik penumpang di dalamnya. “Mereka tampaknya sangat profesional, juga muda, tidak berpendidikan, dan menganggur,” kata mantan pejabat pemerintah Afghanistan lainnya.

Dia menilai saat ini kehidupan di Kabul kian sengkarut. “Tidak ada yang beres di sini. Hidup tidak normal sebagaimana mestinya. Kabul adalah kota yang hilang dan mati,” ucapnya.

Seorang penduduk Kabul mengungkapkan ayah dari seorang rekannya diculik. Pelaku kemudian meminta uang tebusan sebesar tiga juta dolar AS. “Namun tidak ada yang punya uang sebanyak itu; mereka tidak bisa membayar dan dia dibunuh,” ucapnya.

Media lokal telah melaporkan ada lebih dari 40 penculikan pengusaha sejak Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan. Sumber lain menyebut angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Selain di Kabul, kasus-kasus penculikan juga terjadi di provinsi lain seperti Kandahar, Nangarhar, Kunduz, Herat, dan Balk.

Pemerintahan Taliban di Afghanistan telah mengumumkan pembentukan pengadilan militer. Kehadiran lembaga tersebut bertujuan menegakkan hukum Islam di sana.

Wakil juru bicara Taliban Enamullah Samangani mengungkapkan pengadilan tersebut dibentuk atas perintah pemimpin tertinggi kelompoknya yakni Hibatullah Akhunzada. "(Pengadilan difungsikan menegakkan) sistem syariat, keputusan yang bersifat ketuhanan, dan reformasi sosial," ujarnya pada Rabu (10/11), dikutip laman TRT.

Dia mengatakan Obaidullah Nezami telah ditunjuk sebagai ketua pengadilan. Seyed Aghaz dan Zahed Akhundzadeh akan menjadi wakilnya.

Menurut Samangani, pengadilan militer akan memiliki wewenang untuk menafsirkan keputusan Islam, mengeluarkan keputusan yang relevan dengan hukum perdata Islam, dan yurisprudensi dalam kasus tingkat tinggi. Lembaga itu juga bakal menangani pengaduan, tuntutan hukum, dan petisi terhadap pejabat Taliban, termasuk anggota polisi, tentara, dan unit intelijen.  

Meski saat ini sistem hukum di Afghanistan masih belum sepenuhnya berfungsi, Taliban mengklaim tingkat kejahatan di negara tersebut telah menurun. Mereka mengklaim telah menangkap puluhan pencuri dan penculik sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.

Taliban pun mengklaim keberadaan ISIS di Afghanistan tak menimbulkan ancaman besar. Mereka yakin masih mampu menangani potensi serangan teror yang dilakukan kelompok tersebut.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengungkapkan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, sekitar 600 anggota atau simpatisan ISIS di negara itu telah ditangkap. Beberapa di antara mereka adalah wanita.

“Mereka (anggota atau simpatisan ISIS) tidak banyak di Afghanistan karena tak mendapat dukungan dari rakyat,” kata Mujahid dalam konferensi pers pada Rabu (10/11) dikutip laman Al Arabiya.

Dia pun menyinggung ISIS-Khorasan, yakni kelompok yang terafiliasi ISIS di Afghanistan. Menurut Mujahid, tidak seperti ISIS di negara lain di Timur Tengah, sebagian besar anggota ISIS-Khorasan adalah warga lokal. Ia pun meyakinkan ISIS-K tak menimbulkan ancaman bagi negara lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler