Kasus Dokter Pro Ivermectin Berujung Pengunduran Diri
Dokter AS ditangguhkan izin praktiknya karena beri ivermectin untuk pasien Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah hak praktik dokternya di Houston Methodist ditangguhkan pada pekan lalu, dr Mary Bowden akhirnya memilih mengundurkan diri dari rumah sakit tersebut, Senin. Penangguhan izin praktiknya dilakukan karena dokter asal Texas, Amerika Serikat itu dinilai telah menyebarkan informasi salah dan berbahaya tentang Covid-19 melalui media sosial.
Bowden pernah mengatakan bahwa aturan yang menganjurkan pemberian vaksin Covid-19 adalah suatu kesalahan. Lewat akun jejaring sosial Twitter miliknya, ia juga sering menggembar-gemborkan bahwa ivermectin dapat menjadi obat untuk penyakit wabah ini.
Saat itu, pejabat kesehatan masyarakat AS telah memperingatkan sikap Bowden. Dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) di Houston Methodist itu juga sempat mengatakan bahwa hanya akan menerima pasien yang tidak divaksinasi Covid-19.
"Sayasudah keluar dari Methodist dan sangat menghargai banjir dukungan yang saya terima. Terima kasih yang tulus kepada Anda semua yang telah memberikan dukungan dengan kata-kata baik," ujar Bowden, dilansir NBC News, Kamis (18/11).
Houston Methodist mengonfirmasi bahwa rumah sakit telah menerima surat pengunduran diri dari Bowden. Terkait ivermectin, Bowden beberapa kali mengatakan bahwa obat antiparasit tersebut efektif untuk pasien Covid-19 dan mungkin tidak berbahaya atau mematikan seperti yang disebutkan.
Sampai sekarang, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA) tak pernah mengizinkan atau menyetujui ivermectin untuk digunakan dalam mencegah atau mengobati Covid-19, baik pada manusia maupun hewan. Pihaknya menyatakan, obat ini belum terbukti aman atau efektif untuk indikasi penyakit wabah tersebut.
FDA mengatakan, untuk manusia, tablet ivermectin disetujui pada dosis yang sangat spesifik untuk mengobati masalah cacing parasit. Ivermectin juga bisa dijadikan obat oles kutu kepala dan kondisi kulit seperti rosacea.
Sebelum resmi mengundurkan diri, penangguhan hak Bowden mencakup wewenang dari dokter tersebut dalam menerima atau merawat pasien di rumah sakit di tengah penyelidikan. Houston Methodist mengatakan bahwa selama ini dokter THT itu memiliki hak istimewa selama kurang dari satu tahun dan tidak pernah menerima pasien.
Dalam sebuah pernyataan melalui konferensi pers pada Rabu (17/11), Bowden mengatakan bahwa Houston Methodist telah menjadikannya sebagai "sasaran". Ia bahkan mengaku heran mengapa dirinya sebagai dokter tidak boleh memberikan pendapat atau pandangan medis.
"Apa yang saya suarakan melalui Twitter, saya pikir, sejak kapan itu alasan untuk mengambil hak rumah sakit seseorang? Saya heran sebagai dokter bahwa saya tidak berhak atas pendapat medis saya," jelas Bowden.
Baca juga : Moderna Minta Persetujuan AS Suntik Booster Covid-19
Marc Boom, presiden dan CEO Houston Methodist, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ketika Bowden menolak untuk menghapus pernyataan yang tidak akurat dan menyesatkan dari akun media sosialnya, pimpinan staf medis memutuskan untuk menangguhkannya selagi penyelidikan dilakukan. Bowden juga diundang untuk berbicara dengan pihaknya.
"Namun, alih-alih melakukan itu, Bowden secara sukarela mengundurkan diri dari staf medis sebelum peninjauan selesai," kata Boom.
Menurut Boom, sebagai seorang dokter, ia secara pribadi tersinggung dengan perilaku dan komentar Bowden yang menyesatkan tentang Covid-19. Ini juga menyangkut sistem rumah sakit Houston Methodist yang dilanggar Bowden.
Pengacara Bowden, Steve Mitby, mengatakan bahwa kliennya tidak memberikan informasi yang salah. Ia juga menuturkan bahwa Bowden yang dokter lulusan Standford University telah merawat lebih dari 2.000 pasien Covid-19.
"Bowden membantu pasiennya untuk pulih dari Covid-19 melalui kombinasi antibodi monoklonal dan obat lain. Perawatan proaktif Bowden telah menyelamatkan nyawa dan mencegah gejala berat penyakit," kata Mitby.
Lebih lanjut, Mitby menjelaskan bahwa Bowden bukan seseorang yang anti terhadap vaksinasi. Namun, ia menentang mandat vaksin yang diwajibkan oleh pemerintah.
Hal itu, menurut Mitby, sangat tidak sama dengan menentang pemberian vaksinasi Covid-19. Bahkan, Bowden juga telah divaksinasi sesuai persyaratan rumah sakit tempatnya bekerja.
Baca juga : Bill Gates Prediksi Angka Kematian Covid Turun Tahun Depan
Bowden adalah profesional medis yang menghadapi masalah disiplin karena menentang pedoman Covid-19 atau dianggap mempromosikan informasi yang salah tentang virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Bulan lalu, lisensi seorang asisten dokter yang juga ditangguhkan oleh Komisi Medis Washington setelah diduga mempromosikan ivermectin sebagai obat Covid-19 dan meresepkannya tanpa pemeriksaan yang memadai.
Di bulan yang sama, di Connecticut, seorang dokter bernama Sue McIntosh juga menyerahkan lisensi medisnya setelah dituduh menandatangani formulir palsu untuk mendapat pengecualian vaksinasi Covid-19.
Dipaksa pasien
Pada September lalu, hakim di Ohio, Amerika Serikat memutuskan bahwa rumah sakit tidak bisa dipaksa untuk memberikan ivermectin pada pasien Covid-19. Keputusan itu sekaligus menganulir keputusan sebelumnya yang memerintahkan dokter agar memberikan obat yang belum disetujui untuk pengobatan Covid-19 itu.
Sebelumnya, dalam keputusan setebal 11 halaman, Hakim Permohonan Umum Hamilton County, Michael Oster, Jr menulis, "tidak ada keraguan bahwa komunitas medis dan ilmiah tidak mendukung penggunaan ivermectin sebagai pengobatan untuk Covid-19". Oster memaparkan bahwa berdasarkan bukti saat ini, obat tersebut bukanlah pengobatan yang efektif untuk Covid- 19.
Oster mengutip nasihat dari Food and Drugs Administration, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dan asosiasi medis yang telah memperingatkan agar tidak menggunakan ivermectin untuk Covid-19. Oster juga menyebutkan bahwa penelitian penggunaan ivermectin untuk mengobati Covid-19 bermasalah, termasuk penarikan publikasi studi yang belum ditinjau sejawat dari situs web pracetak Research Square.
Putusan itu menindaklanjuti gugatan Julie Smith, istri dari pasien Jeffrey Smith. Julie menggugat rumah sakit agar dokter mau memberikan ivermectin pada suaminya yang sedang dirawat.
"Walaupun pengadilan ini bersimpati kepada penggugat dan memahami gagasan ingin melakukan apa saja untuk membantu orang yang dicintainya, namun kebijakan publik tidak boleh dan tidak mendukung mengizinkan dokter untuk mencoba-coba 'jenis' perawatan apa pun pada manusia," tulis Oster.
Jeffrey Smith (51 tahun) positif Covid-19 pada 9 Juli dan dirawat di Rumah Sakit West Chester hampir sepekan. Dia diintubasi pada 1 Agustus dan pada 19 Agustus peluangnya untuk bertahan hidup turun di bawah 30 persen.
Baca juga : 31.624 ASN Ditemukan Terima Bansos Covid-19
Julie kemudian meminta rumah sakit untuk memberikan ivermectin, tetapi dokter menolak. Obat itu telah diresepkan oleh Dr Fred Wagshul, seorang ahli paru yang tidak terafiliasi dengan West Chester.
Wagshul menganjurkan penggunaan ivermectin untuk pasien Covid-19. Ia pernah mengatakan kepada Ohio Capital Journal bahwa tidak menggunakannya sama saja seperti "genosida".
Pengacara Jonathan Davidson mengabarkan bahwa Jeffrey Smith telah wafat pada 25 September di usia 51 tahun. Berdasarkan temuan terbaru, peneliti dari Institute for Clinical Research Malaysia (ICR) mengungkapkan, penggunaan ivermectin berbarengan dengan obat standar tidak memiliki efek signifikan pada pasien Covid-19 dibandingkan dengan pemberian perawatan standar saja.