Kebijakan Ketat di Libur Akhir Tahun Lewat PPKM Level 3

Pemerintah diminta konsisten jaga kebijakan selama masa libur Natal dan akhir tahun.

ANTARA/Dhemas Reviyanto/foc.
Warga berjalan menuju halte bus TransJakarta di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Pemerintah memastikan akan memberlakukan PPPKM Level 3 di masa libur Natal dna akhir tahun.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah

Pemerintah sudah mengumumkan akan memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 saat libur Natal dan pergantian tahun. Kebijakan PPKM Level 3 sebelumnya tergolong ketat karena bertujuan membatasi mobilitas masyarakat secara masif.

Pengamat Sosial dari Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, menanggapi terkait kebijakan pemerintah yang memberlakukan secara merata PPKM Level 3 untuk seluruh wilayah Indonesia selama Natal dan Tahun Baru. Menurutnya, kebijakan ini harus benar-benar tegas dari pusat maupun daerah. Jangan sampai ada perbedaan kebijakan.

"Ya PPKM ini bagus untuk mencegah penyebaran Covid-19. Tapi pemerintah harus tegas. PPKM level 3 itu di mana saja dan disosialisasikan kepada masyarakat. Jangan sampai beda-beda. Belajarlah dari tahun lalu," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (18/11).

Kemudian, ia melanjutkan kementerian atau lembaga juga harus mempersiapkan hal ini. Seperti kepolisian dan Satgas Covid-19 harus siap siaga untuk penerapan PPKM Level 3. Mereka harus bisa mengontrol masyarakat agar tidak bepergian dan di rumah saja selama PPKM.

"Pokoknya pemerintah konsisten saja. Jangan berubah lagi aturannya. Kasih tahu ke masyarakat juga secara jelas dan jangan mendadak. Kalau tidak jelas masyarakat juga mengabaikan aturan," kata dia.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito memastikan, pemerintah akan memberlakukan kebijakan pengetatan pergerakan masyarakat selama libur Natal dan tahun baru. Wiku mengatakan, kebijakan pengetatan mobilitas ini merupakan satu dari beberapa strategi mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 pada akhir tahun. "Kedua adalah, pembatasan pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain," ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring, Kamis (18/11).

Wiku menjelaskan, nantinya pengetatan mobilitas ini akan diikuti dengan penyesuaian syarat bepergian yang diatur dalam surat edaran Satgas maupun Kementerian Perhubungan terbaru. Ia mengatakan, strategi ini ditetapkan untuk menjamin orang yang bepergian adalah orang yang benar-benar sehat dan terproteksi dan mencegah importasi kasus.

Menurutnya, berdasarkan pengalaman sebelumnya, setiap liburan panjang selalu menimbulkan kenaikan kasus Covid-19. Hal ini terjadi akibat kecenderungan masyarakat mengisi momen liburan dengan bepergian keluar rumah atau mengunjungi sanak saudara atau kerabat, yang seringkali mengurangi kedisiplinan seseorang dalam menegakkan protokol kesehatan.

Karena itu, pergerakan yang tidak diikuti penerapan protokol tersebut memicu penyebaran Covid-19 secara luas di waktu bersamaan. "Akibatnya terjadi kenaikan kasus yang signifikan dan penambahannya bersifat berlipat ganda atau eksponensial, di mana hal ini tergambar pada angka reproduction number suatu penyakit yang berada di atas 1," ujar Wiku.

Untuk itu, Pemerintah menetapkan strategi lainnya yakni pengetatan penerapan protokol kesehatan pada kegiatan masyarakat di seluruh fasilitas publik melalui penyetaraan PPKM Level 3 secara nasional. Selain itu, Wiku menegaskan akan dilakukan intensifikasi pembentukan satgas protokol kesehatan 3M di fasilitas publik.

Penetapan ini dilakukan untuk menjamin peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat di berbagai sektor untuk tetap terkendali dan aman, seiring kecenderungan dan tren mobilitas bolak-balik di masyarakat. "Keempat, pengawasan penerapan kebijakan pengendalian sampai ke tingkat komunitas beserta pendisiplinan di lapangan secara langsung. Dengan tujuan, apa yang sudah diatur dapat diterapkan menyeluruh sampai ke wilayah administratif terendah, demi mencegah klaster kasus baru," katanya.

Pemerintah juga sepakat menerapkan larangan cuti bagi ASN, TNI/Polri, karyawan BUMN maupun swasta selama libur akhir tahun. Wiku mengatakan, larangan cuti ini satu dari strategi yang ditetapkan Pemerintah untuk meminimalisasi pergerakan masyarakat pada liburan akhir tahun.

"Larangan cuti atau libur bagi ASN,TNI, Polri karyawan BUMN maupun swasta selama libur akhir tahun. Dimana dilakukan peniadaan cuti bersama di tanggal 24 Desember 2021 dan larangan pengambilan jatah cuti di akhir tahun," ujar Wiku.

Untuk ASN aturan larangan cuti mendekati libur nasional tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2021. Sesuai ketentuannya, pegawai ASN tidak boleh mengambil cuti yang berdekatan dengan hari libur nasional demi mencegah penyebaran Covid-19.





Baca Juga


Ketua Bidang Perubahan Prilaku Satuan Tugas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi berharap semua pihak betul-betul mematuhi protokol kesehatan (prokes) selama libur Natal dan tahun baru. Kepatuhan tersebut dengan melaksanakan arahan pemerintah, membangun kesadaran dan disiplin kolektif.

Karena, pengalaman bahwa setiap libur panjang selalu berisiko terjadi peningkatan kasus Covid-19, harus
jadi perhatian. Saat ini, berdasarkan indikator Google Mobility yang memantau pergerakan masyarakat di Jawa-Bali, menunjukkan mobilitas masyarakat mulai meningkat secara signifikan. "Kalau disertai penurunan kedisiplinan protokol kesehatan bukan tidak mungkin berakibat lonjakan kasus. Jangan sampai lengah," ujarnya, Kamis (18/11).

Sonny pun mengingatkan semua pihak bahwa pandemi belum selesai. Saat ini, kasus konfirmasi mingguan di 37 Kabupaten/Kota mengalami peningkatan. Lalu jumlah keterisian tempat tidur mingguan 43 di kabupaten/kota di Jawa dan Bali juga mengalami peningkatan. Jika dihubungkan dengan kepatuhan protokol kesehatan, memang terjadi penurunan. Kalau sebelumnya kepatuhan memakai masker di angka 8,3 secara turun 8,1. Hal ini tentu perlu jadi perhatian bersama dan satgas daerah jangan sampai terus terjadi penurunan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan berdampak peningkatan kasus.

"Meski saat ini kenaikan kasus masih dalam jumlah kecil namun harus tetap hati-hati dan berusaha
melakukan upaya terbaik agar tidak berkembang cepat," kata Sonny.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus, lanjutnya, tiap dua pekan pemerintah melakukan asesmen secara berkala terkait indikator level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di setiap Kabupaten/Kota. Hal ini sangat penting untuk bisa mengevaluasi langkah yang perlu dilakukan.

Menurutnya, kondisi pandemi yang tengah melandai juga tidak lepas karena konsistensi dalam
melaksanakan PPKM sesuai level. Kemudian juga peningkatan vaksinasi dan perluasan penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk memastikan orang yang berada di ruang publik adalah sehat atau dengan risiko minimal.

Kampanye 3 M (menggunakan masker, jaga jarak, dan juga rajin mencuci tangan red) pun terus dilakukan. Dia yakin, kalau Indonesia bisa mempertahankan kasus yang rendah hingga Februari-Maret maka bisa menurunkan status dari pandemi ke endemi.

"Tapi kuncinya kita harus menjaga momentum ini dengan kepatuhan protokol kesehatan. Kasus melonjak atau melandai, perilaku masyarakat harus sama yaitu tetap menggunakan masker, jaga jarak, dan juga rajin mencuci tangan," tegas Sonny.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono pun mengingatkan, jangan sampai masyarakat euforia dengan kondisi pandemi yang melandai. Miko menilai, masyarakat cenderung gampang lupa dengan badai Covid-19 yang terjadi pada Juli 2021 lalu. "Hampir tiap hari kita mendengar kabar duka saat badai Covid-19 pada Juli 2021 lalu. Tapi sayangnya masyarakat gampang lupa, protokol kesehatan mulai abai," ujarnya.

Untuk itu, dia berpendapat, protokol kesehatan diatur dalam peraturan daerah hingga tingkat
Kabupaten/Kota. "Seperti kewajiban menggunakan masker dah larangan berkerumun," katanya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, pemerintah akan menerapkan kebijakan PPKM Level 3 untuk seluruh wilayah Indonesia selama masa libur Hari Raya Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru). "Selama libur Nataru, seluruh Indonesia akan diberlakukan peraturan dan ketentuan PPKM Level 3," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Antisipasi Potensi Peningkatan Kasus Covid-19 Pada Libur Nataru, secara daring, pada Rabu (17/11).

Muhadjir menyatakan, kebijakan tersebut dilakukan untuk memperketat pergerakan orang dan mencegah lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Nataru. Nantinya seluruh wilayah di Indonesia, baik yang sudah berstatus PPKM Level 1 dan 2 akan disamaratakan menerapkan aturan PPKM Level 3. "Sehingga ada keseragaman secara nasional. Sudah ada kesepakatan, aturan yang berlaku di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali nanti akan diseragamkan," tuturnya.

Lebih lanjut, Menko Muhadjir menerangkan, kebijakan status PPKM Level 3 ini akan berlaku mulai tanggal 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2021. Kebijakan ini akan diterapkan menunggu Kemendagri menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) terbaru.

"Inmedagri Ini sebagai pedoman pelaksanaan pengendalian penanganan Covid-19 selama masa libur Natal dan Tahun Baru yang akan ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 22 November 2021," ujarnya.

Lebih jauh, dia memaparkan, dalam kebijakan libur Nataru, perayaan pesta kembang api, pawai, arak-arakan yang mengumpulkan kerumunan besar akan sepenuhnya dilarang. Sementara, untuk Ibadah Natal, kunjungan wisata, pusat perbelanjaan menyesuaikan kebijakan PPKM Level 3.

"Kebijakan Nataru ini diperlukan untuk menghambat dan mencegah penularan Covid-19, tetapi ekonomi harus tetap bergerak. Pengetatan dan pengawasan protokol kesehatan juga dilakukan di sejumlah destinasi. Utamanya di tiga tempat, yaitu di Gereja pada saat perayaan Natal, di tempat perbelanjaan, dan destinasi wisata lokal," pungkasnya.


Kenaikan mobilitas selama Lebaran 2021 - (republika)





BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler