KSPSI DIY: Upah Buruh tidak Pernah Istimewa
Upah minimum yang ditetapkan tidak sesuai dengan predikat keistimewaan DIY.
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2022 ditetapkan naik sebesar 4,30 persen dibanding UMP 2021 atau Rp 1.840.915,53. Namun, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY menolak besaran UMP yang ditetapkan.
Ketua KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan pun menyebut, upah minimum yang ditetapkan tidak sesuai dengan predikat yang disandang DIY yakni keistimewaan. Pasalnya, kata Irsad, keistimewaan DIY tidak berdaya dalam membuat suatu sistem pengupahan daerah yang membawa kehidupan layak bagi buruh dan keluarganya.
"Upah buruh tidak pernah istimewa di provinsi yang menyandang predikat istimewa. Kami merasa bahwa buruh di Yogya belum merasakan manfaat dari diundangkannya UU Keistimewaan, jadi seolah keistimewaan itu hanya berlaku bagi segelintir orang saja atau khusus di keluarga raja," kata Irsad kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (21/11).
Dengan adanya UU Keistimewaan, kata Irsad, seharusnya Pemda DIY dalam hal ini Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dapat membuat terobosan dalam kebijakan pengupahan. Sebab, kebijakan pemerintah pusat terkait pengupahan seperti PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dinilai merugikan buruh.
"PP Nomor 36 naiknya (upah minimum) cuma 3-4 persen, jadi selama rezim Jokowi ini selalu membuat kebijakan yang merugikan terutama terkait pengupahan. Bisa dilihat dari persentase kenaikannya, maka kemudian kalau misalnya Gubernur DIY sasih sama saja dengan Jokowi, apa yang bisa kami harapkan dengan adanya Sultan sebagai raja dan adanya keistimewaan yang tidak mampu mengatasi masalah klasik," jelasnya.
Pihaknya menilai dengan UMP yang masih rendah di DIY, tidak akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Selain itu, rendahnya UMP juga sekaligus berdampak pada semakin besarnya angka ketimpangan di DIY.
"Dengan kembali ditetapkan upah murah 2022, DPD KSPSI DIY beserta seluruh pekerja/buruh di DIY kembali menelan pil pahit yaitu belum merasakan manfaat dari keistimewaan DIY," ujar Irsad.
Bahkan, Irsad juga menyebut bahwa rendahnya upah minimum melanggar hak konstitusional buruh sebagai warga negara. Salah satunya menyebabkan buruh kesulitan dalam membeli rumah.
"Banyak hak konstitusional dari buruh-buruh Yogya yang itu dilanggar. Mulai dari hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak juga dilanggar," katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta Sultan untuk merevisi penetapan UMP tersebut. Termasuk merevisi penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang juga sudah ditetapkan beberapa hari lalu.
"Kami menolak penetapan UMP dan UMK yang telah ditetapkan Pak Gubernur. Kami mendesak gubernur untuk merevisi, masih ada kesempatan karena kami belum menerima SK yang ditandatangani gubernur, maka harapannya itu segera direvisi," tambahnya.