Putusan MK di UU Ciptaker, Yusril Nilai Pemerintah Beruntung
"Kalau murni inkonstitusional, pemerintah Presiden Jokowi berada dalam posisi sulit."
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri hukum dan HAM yang juga pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera memperbaiki Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Yusril menilai, jika saja putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional murni, pemerintahan Jokowi bisa berada dalam posisi sulit.
"Masih bagus MK hanya menyatakan inkonstitusional bersyarat. Kalau murni inkonstitusional, pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit," ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Jumat (26/11).
Yusril menilai, pemerintahan Presiden Jokowi akan mengalami pekerjaan berat seusai putusan MK atas UU Cipta Kerja. Pasalnya, hampir setiap kebijakan pemerintah didasarkan dari omnibus law tersebut.
Selama belum diperbaiki dalam rentang dua tahun ke depan, tak dapat mengambil kebijakan baru dengan didasarkan pada UU Cipta Kerja. Dalam waktu tersebut, pemerintah setidaknya dapat melakukan dua upaya.
"Pertama, memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam merevisi UU Cipta Kerja," ujar Yusril.
"Kedua, pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata, menyinkronisasi, dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah," katanya menambahkan.
Ia menjelaskan, UU Cipta Kerja menggunakan metode omnibus law yang meniru Amerika Serikat dan Kanada. Namun, metode tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
Dalam undang-undang tersebut, setiap pembentukan peraturan maupun perubahannya, secara prosedur harus tunduk pada UU PPP. Adapun dalam undang-undang tersebut tak mengatur metode omnibus law.
"Sebab itu, ketika UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan meniru gaya omnibus law diuji formil dengan UU Nomor 12 Tahun 2011, UU tersebut bisa dirontokkan oleh MK," ujar Yusril.
MK memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan undang-undang. Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Tidak heran dan tidak kaget jika MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional," kata Yusril.
"Presiden Joko Widodo (harus) bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Cipta Kerja, tanpa harus menunggu dua tahun," katanya.
MK pada Kamis (25/11) menggelar sidang putusan hasil uji formil dan materiil Undang-Undang Cipta Kerja dengan nomor 91/PUU-XVIII/2020, Kamis (25/11). Dalam amar putusan, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat dan harus dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun dari putusan ini diucapkan.
"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman, membacakan putusan.
Mahkamah berpendapat, proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 sehingga harus dinyatakan cacat formil. Dalam pertimbangan putusan, MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.
Kemudian, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan kepada publik. Naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Padahal, berdasarkan Pasal 96 Ayat 4 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, akses terhadap UU diharuskan untuk memudahkan masyarakat memberikan masukan secara lisan atau tertulis.
Dalam putusannya majelis hukum MK menyatakan, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu yang telah ditentukan dalam putusan tersebut. Namun, jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut menjadi inkonstitusional secara permanen.
"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," ujar Anwar Usman.
Selain itu, MK juga melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Anwar menjelaskan.