Salah Paham, Bentrok TNI-Polri Terjadi Lagi di Papua
Pimpinan TNI-Polri menegaskan menindak dugaan tindak pidana dalam kasus bentrokan ini
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrokan antara anggota TNI dengan Polri terjadi di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Sabtu (27/11). Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal mengatakan, peristiwa itu dipicu karena kesalahpahaman terkait harga rokok.
Kamal mengatakan, keributan itu melibatkan personel Satgas Nanggala Kopassus dengan Satgas Amole. Awalnya, tutur dia, enam personel Satgas Amole Kompi 3 yang berada di Pos RCTU Ridge Camp Mile 72, Tembagapura sedang berjualan rokok.
"Selanjutnya tiba personel Nanggala Kopassus sebanyak 20 orang membeli rokok dan komplain mengenai harga rokok yang dijual personel Amole Kompi 3 Penugasan," kata Kamal saat dihubungi, Senin (29/11).
Kemudian, sambung dia, setelah komplain itu, pengeroyokan dengan menggunakan benda tumpul dan senjata tajam terjadi kepada enam personel Satgas Amole Kompi 3 Penugasan. Namun, Kamal belum menjelaskan secara rinci mengenai jenis senjata yang digunakan anggota TNI dalam insiden itu.
"Pimpinan masing-masing setelah menerima laporan, langsung berkoordinasi untuk menyelesaikan kesalahpahaman tersebut," ujarnya.
Ia mengungkapkan, saat ini, permasalahan tersebut telah diselesaikan secara damai. Meski demikian, Kamal mengakui tindakan disiplin bagi masing-masing anggota yang terlibat dalam perkelahian itu akan tetap dilakukan. "Pascakejadian tersebut situasi di Kabupaten Mimika, khususnya di Ridge Camp Pos RCTU Mile 72, tepat di depan Mess Hall, Timika, Papua aman dan kondusif," ujar dia.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun angkat bicara perihal bentrokan tersebut. Menurut dia, Pusat Polisi Militer (POM) sedang mengusut dugaan tindak pidana dalam peristiwa itu.
"Pusat Polisi Militer TNI bersama-sama dengan Pusat Militer TNI AD sedang lakukan proses hukum terhadap semua oknum anggota TNI yang terlibat dalam dugaan tindak pidana di Timika tersebut," kata Andika saat dihubungi, Senin (29/11).
Selain itu, Andika menyebut, proses hukum terhadap anggota Polri yang terlibat juga akan dilakukan. Namun, ia menyerahkan hal itu kepada Polri untuk melakukan penindakan.
"TNI juga sudah lakukan koordinasi dengan Polri untuk lakukan proses hukum terhadap oknum anggota Polri yang terlibat dalam dugaan tindak pidana di Timika tersebut," ujarnya.
Adapun insiden itu terekam video yang diunggah di Instagram oleh akun @infokomando.official pada Ahad (28/11). Dalam rekaman tersebut, terdengar teriakan beberapa orang dan suara letusan yang diduga berasal dari tembakan senjata api.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan pada unggahan itu, keributan disebabkan salah paham mengenai jual-beli rokok antara anggota TNI dengan Brimobda Aceh. Peristiwa terjadi di Barak O Mile 72 Distrik Tembagapura, sekitar pukul 18.00 WIT.
Kasus bentrokan antara prajurit TNI dengan personel Polri di Tembagapura ini bukan kali pertama. Pada dua tahun ini ini saja, sudah terjadi dua kali bentrokan TNI-Polri di Bumi Cendrawasih. Pada 12 April 2020, bentrokan TNI-Polri terjadi di Kasonaweja, Kabupaten Memberamo Raya, Papua.
Akibat bentrokan ini, tiga personel Polri meninggal dunia, yakni, Briptu Marcelino Rumaikewi, Bripda Yosias Dibangga, dan Briptu Alexander Ndun. Sedangkan dua anggota polisi lainnya mengalami luka-luka, yakni Bripka Alva Titaley dan Brigpol Robert Marien.
Setahun kemudian, pada 27 April 2021, bentrokan prajurit TNI dan personel Poori juga terjadi di Elelim, Ibu Kota Kabupaten Yalimo, Papua. Diduga, bentrokan terjadi akibat salah paham dua aparat TI-Polri. Dalam kejadian ini, dua orang mengalami luka tembak.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo mengharapkan adanya sinergitas dan solidaritas antara TNI dan Polri dengan terpilihnya Jenderal Andika sebagai Panglima TNI. Terlebih, saat ini, Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 yang mengganggu stabilitas negara.
Bahkan pekerjaan rumah untuk TNI Polri saat ini belum sampai selesai baik penguasaan teritorial, aksi terorisme dan Papua. "Maka harus ada komunikasi dua arah, saling memahami satu sama lain, Panglima harus memilki kesadaran komunikasi yang baik," ujar Benny.