Stafsus: Perbanyak Sekolah Inklusi adalah Pekerjaan Panjang
Untuk memperbanyak sekolah inklusi butuh persiapan yang tak sedikit.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), Angkie Yudistia, mengaku ia banyak mendapat keluhan dari orang tua soal sulitnya menemukan sekolah inklusi bagi anak disabilitas. Menurut Angkie, pemerintah kini sedang berupaya memperbanyak sekolah inklusi.
"Masalah sekolah inklusi ini memang banyak sekali keluhan dari orang tua. Kita harap semoga akan ada perbaikan-perbaikan setelah ini," kata Angkie dalam konferensi pers bersama Komisi Nasional Disabilitas di Jakarta, Jumat (3/12).
Sekolah inklusi adalah sekolah yang memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus atau difabel. Baik anak yang berkebutuhan khusus maupun tidak, akan belajar di kelas yang sama dan mendapat pendidikan serupa.
Menurut Angkie, memperbanyak sekolah inklusi sangat memungkinkan untuk diwujudkan. Terlebih, Presiden Jokowi telah membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Hanya saja, lanjut dia, untuk mewujudkannya butuh persiapan yang tak sedikit. Mulai dari mempersiapkan kompetensi guru, fasilitas sekolah yang ramah distabilitas, hingga mempersiapkan orang tua sang anak.
Oleh karenanya, kata Angkie, ia akan berupaya memperbanyak sekolah inklusi dengan cara bersinergi dengan Kemendikbudristek dan DKN. "Memang pekerjaan rumah (PR) masih sangat panjang, tetapi bukan berarti tidak berproses. Mudah-mudahan PP itu akan terimplementasikan," kata dia.
Sebelumnya, ibu dari seorang anak difabel bernama Inas (10 tahun) mengeluhkan sulitnya mencari sekolah inklusi untuk putrinya itu. Warga Kota Bekasi itu menyampaikan keluhan tersebut kepada komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional di kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Jumat (3/12).