'Pemerkosa Santriwati Harus Dihukum Kebiri'
P2G meminta hakim memutuskan vonis hukum setinggi-tingginya kepada pemerkosa santri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam oknum guru salah satu pesantren di kota Bandung yang melakukan tindakan kekerasan seksual kepada 12 santriwati. P2G mengusulkan agar oknum guru itu dihukum penjara seumur hidup dan kebiri.
P2G prihatin dengan kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di kota Bandung. P2G meminta aparat kejaksaan menuntut dengan hukuman maksimal dan hakim memutuskan vonis hukum setinggi-tingginya kepada tersangka.
"Hukuman maksimal penjara seumur hidup dan kebiri kimia bagi oknum guru, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, jangan sekali-sekali meniru perbuatan hina itu," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, dalam keterangan resmi kepada Republika, Jumat (10/12).
Iman menyayangkan tersangka merupakan guru yang semestinya menjadi teladan, digugu dan ditiru serta membangun karakter bagi muridnya. Ia mengingatkan lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang tumbuh kembang anak dengan aman dan nyaman.
"Faktor inilah yang dapat menjadi pemberatan hukuman kepada oknum guru," ujar Iman.
P2G mengapresiasi langkah sigap Pemprov Jabar yang memberikan konseling dan pendampingan trauma healingbagi korban. P2G juga meminta LPSK memberikan perlindungan.
"Ada potensi perundungan kepada korban atau saksi dari pihak tertentu, mengingat pelaku kan tokoh agama yang cukup disegani di kota Bandung," ucap Iman.
Iman berharap masyarakat tidak menyalahkan korban dan keluarganya. Ia berharap masyarakat memberikan rasa empati kepada keluarga korban kekerasan seksual.
Iman menambahkan, rata-rata korban kekerasan seksual di satuan pendidikan agama adalah anak di bawah umur, usia di bawah 18 tahun bahkan ada yang usia 7 tahun, seperti kasus di Pondok Pesantren Jembrana.
Umumnya kekerasan seksual dilakukan berkali-kali dalam kurun waktu lebih dari 1 tahun. Bahkan untuk kasus di Trenggalek, korbannya sangat banyak sampai 34 santriwati.
"Korban kekerasan seksual tidak selalu santri perempuan, juga santri laki-laki seperti kasus Bantul, Sidoarjo, Jembrana, Solok, dan korban pedofilia terbesar hampir 30 santri di pesantren Ogan Komering Ilir," tutur Iman.
Baca juga : Wakil Wali Kota Bandung Dukung Pemerkosa Santri Dikebiri
Dalam catatan P2G, kasus kekerasan seksual yang mencuat menjadi perbincangan publik di media pada 2021 terjadi di satuan pendidikan agama baik status formal maupun non formal.
P2G mencatat kasus di 27 kota/kabupaten: Jombang, Bangkalan, Mojokerto, Trenggalek, Ponorogo, Lamongan, dan Sidoarjo (Jatim); Kubu Raya (Kalbar); Lebak dan Tangerang (Banten), Bantul (Yogyakarta), Padang Panjang dan Solok (Sumbar); Aceh Tamiang (Aceh); Ogan Komering Ilir dan Musi Rawas (Sumsel); Bintan (Kepri); Tenggamus, Way Kanan, Tulang Bawang dan Pringsewu (Lampung); Pinrang (Sulsel); Balikpapan (Kaltim); Kotawaringin Barat; Jembrana (Bali); Cianjur dan Garut (Jabar).
Data 27 kabupaten/kota belum termasuk kekerasan seksual yang terjadi di luar satuan pendidikan agama formal, seperti kasus pencabulan terhadap belasan anak laki-laki oleh guru mengaji di Padang dan Ternate.